JAKARTA, Suara Muhammadiyah — Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) menegaskan ekonomi syariah memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Hal ini disampaikan dalam webinar bertajuk “Indonesia Emas 2045: Bersama Ekonomi Syariah, Solusi atau Ilusi?” yang diselenggarakan oleh Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) secara daring, Sabtu (10/5).
Ahmad Bayu Nugroho, SE., ME., Ketua DPP IMM Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan, menyampaikan ekonomi syariah relevan dalam menyongsong Indonesia sebagai negara maju pada usia 100 tahun kemerdekaan. “Prinsip keadilan, keberlanjutan, dan inklusivitas dalam ekonomi syariah dapat menjadi fondasi kuat untuk pembangunan jangka panjang,” ujarnya.
Meski demikian, Bayu juga menyoroti sejumlah tantangan struktural, seperti bonus demografi yang beresiko menjadi beban jika kualitas SDM rendah, ketimpangan ekonomi, serta kesenjangan teknologi dan digital yang tidak merata.
Ekonomi syariah sendiri mencakup berbagai sektor, mulai dari keuangan syariah, gaya hidup halal (halal lifestyle) seperti fesyen dan makanan halal, hingga pariwisata halal (halal tourism). Indonesia bahkan telah dinobatkan sebagai destinasi wisata halal terbaik versi Global Muslim Travel Index tahun 2023 dan 2024. Ini merupakan salah satu potensi besar untuk mengembangkan ekonomi syariah.
Namun, pengembangan ekonomi syariah di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala. Rendahnya literasi keuangan syariah di masyarakat, belum terintegrasinya kurikulum ekonomi Islam dalam sistem pendidikan nasional, infrastruktur untuk mendukung mobilitas menuju kawasan indsutri halal dan destinasi wisata halal masih belum merata, serta masih kuatnya persepsi bahwa gaya hidup halal (halal lifestyle) bersifat eksklusif bagi umat Islam, menjadi tantangan tersendiri.
Ironisnya, meskipun Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, justru negara-negara seperti Brazil, China, dan Amerika Serikat yang mendominasi ekspor produk halal secara global. Hal ini terjadi karena di negara-negara tersebut, ekonomi syariah telah dipahami sebagai sistem yang etis dan universal, serta halal lifestyle diposisikan sebagai standar kualitas yang menjunjung kebersihan, higienitas, dan keamanan, bukan semata identitas keagamaan.
“Selama ekonomi syariah masih dianggap eksklusif untuk umat Islam saja, maka kita tidak akan mampu menjangkau pasar global. Padahal, nilai-nilai syariah itu bersifat universal yang bisa menjadi suatu standar dalam gaya hidup, seperti higienis, etis, dan adil bagi semua,” tuturnya.
Organisasi Kemasyarakatan seperti Muhammadiyah juga telah memainkan peran penting dalam pengembangan ekonomi syariah melalui amal usaha seperti rumah sakit, BMT, dan universitas yang berbasis nilai-nilai keadilan sosial dan manajemen syariah. Gerakan bisnis sosial (social enterprise) juga terus digalakkan untuk memberdayakan masyarakat secara langsung.
Bayu menegaskan bahwa ekonomi syariah tidak hanya bisa menjadi solusi dalam menyongsong Indonesia Emas 2045, tetapi justru bisa menjadi ilusi semata. “Tanpa perbaikan struktural pada aspek regulasi, SDM, dan infrastruktur, potensi besar ini hanya akan menjadi ilusi narasi yang kosong tanpa realisasi,” tegasnya.