YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pada hari terakhir Pengajian Ramadan Pimpinan Pusat Muhammadiyah (4/3), Bambang Setiaji, Ketua Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengemukakan gagasannya tentang ekonomi kerakyatan. Menurutnya, kekuatan ekonomi yang selama ini berada ditangan elit seharusnya dikelola oleh masyarakat kecil, atau yang ia sebut “Small is Beautiful”. Gagasan ini menekankan pentingnya peran masyarakat kecil dalam menggerakkan roda ekonomi, sementara tugas negara adalah sebagai pelayan, bukan pelaku bisnis.
“Negara jangan berbisnis dengan rakyat. Tugas negara adalah melayani rakyatnya,” tegas Bambang. Ia mempertanyakan, mana yang lebih menguntungkan bagi negara: memungut bunga atau memungut pajak? Menurutnya, bunga bisa selesai dalam lima tahun, sementara pajak akan terus berjalan meski bunga sudah lunas.
Bambang juga menekankan pentingnya merangkul orang-orang kaya dalam membangun ekonomi Muhammadiyah. “Kamu gedungnya, aku sistemnya dan SDM-nya. Itu akan cepat sekali,” ujarnya. Kolaborasi semacam ini, menurutnya, akan mempercepat pembangunan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang selama ini hanya mengandalkan pinjaman dari bank.
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Nazaruddin Malik, menegaskan pentingnya Muhammadiyah sebagai kekuatan sosial dapat mengelola sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Namun sebelum sampai di situ, menurutnya ada pertanyaan yang mesti dijawab, bisakah Muhammadiyah memotong kesenjangan sosial dan menyelesaikan masalah pengangguran?
Tantangan terbesar Muhammadiyah saat ini adalah tata kelola usaha. Berpikir untuk kemaslahatan yang lebih luas memang sulit, tetapi orientasi pada kemaslahatan harus lebih kuat. Oleh karenanya, Muhammadiyah, sebagai organisasi yang berbasis agama, harus memadukan perilaku beragama dengan gaya kepemimpinan sosial. Antara iman dan amal saleh tidak boleh ada garis pemisah.
Sejalan dengan gagasan Bambang, Nazar menegaskan bahwa, dengan cara berada di pusaran orang-orang kaya, Muhammadiyah sangat mungkin mengambil peran strategis dalam penerapan ekonomi Islam melalui social enterprise. Ekonomi Muhammadiyah tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga pada kesejahteraan sosial yang lebih luas.
Nazar menambahkan, pendidikan dan kesehatan adalah dua sektor yang selama ini menjadi andalan Muhammadiyah. Keduanya tidak hanya menghasilkan surplus, tetapi juga harus mampu menghadirkan investasi baru. Dalam hal ini ia mencontohkan bagaimana UMM keberhasilan menciptakan investasi barunya dari AUM yang surplus.
“Kalau memberi pinjaman kepada AUM, bunganya jangan tinggi. Begitu pula harga penjualan jangan lebih tinggi, kalau bisa lebih murah, syukur-syukur berada jauh di bawah harga kompetitif,” ujarnya.
Baginya Mengurus Muhammadiyah memang tidak mudah, tetapi tidak boleh ada kata lelah. Hal ini tidak lain untuk mencapai tujuan, yaitu membuat ekonomi Muhammadiyah bergairah.
Muhammadiyah di abad kedua harus segera bertransformasi dari konsumen menjadi produsen. Transformasi ini perlu dimulai dari AUM. Sebagai paham agama, Muhammadiyah membutuhkan dua hal: ideologisasi dan kaderisasi.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah KH Tafsir mengajak semua pihak untuk berani mendorong Muhammadiyah menjadi kekuatan ekonomi yang sesungguhnya, bukan untuk memperkaya diri, tapi demi kemaslahatan umat.
“Jika terjadi dialog imajiner dengan Nabi tentang amalan apa yang paling afdhol, yang pertama adalah membuka lapangan kerja, dan yang kedua adalah tidak melakukan korupsi meski punya kesempatan,” ujarnya.
Menurutnya, Muhammadiyah harus berani melakukan transformasi dari AUM sosial ke AUM pasar atau industri. Kemandirian harus dibangun melalui pasar. Sebagai kekuatan yang muncul dari bawah, dalam usaha-usahanya, Muhammadiyah tidak mengenal kata instan. Semuanya dilakukan dengan semangat dan kesungguhan, pelan tapi pasti.
“Umat saat ini tidak sulit mencari sekolah, tidak sulit mencari rumah sakit, tidak sulit mencari panti asuhan. Kesulitan terbesar umat Islam saat ini adalah mencari lapangan kerja,” pungkas Tafsir.
Dengan semangat baru membangun sektor ekonomi Persyarikatan, Muhammadiyah diharapkan mampu menjadi kekuatan ekonomi yang tidak hanya mandiri, tetapi juga mampu memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan sosial dan serta menurunkan angka pengangguran di Indonesia. (diko)