YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - "Kita harus senantiasa bersyukur kepada Allah karena dengah berkah dan rahmat-Nya lah. Kita hari ini bisa melaksanakan ibadah yang merupakan rukun Islam yang kelima salah satu dari rukun Islam yaitu puasa Ramadhan." Prolog pada ceramah kali ini oleh Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A, selaku penceramah tarawih dan menyampaikan mengenai empat asas dalam pelaksanaan agama khususnya pada aspek ibadah. Sabtu (16/03).
Asas yang pertama dari pelaksanaan ibadah itu adalah ibadah itu harus dilaksanakan sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW. Sesuai dengan sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Anas.
“Dari sahabat Anas dia mengatakan Rasulullah SAW bersabda apabila mengenai urusan duniamu kamu lebih tahu tetapi apabila menyangkut urusan agama maka harus kembali kepadaku"
Menurut Syamsul Anwar bahwa urusan agama di sini adalah antara lain hal-hal yang berkaitan dengan ibadah, jadi dalam melaksanakan ibadah itu kata Rasulullah harus sesuai contoh. Misalnya nabi mengatakan "salatlah kamu sebagaimana kamu lihat aku mempraktekkan salat" termasuk dalam salat tarawih misalnya itu harus mencontoh dan mengikuti cara-cara Rasulullah SAWmelakukannya.
Rasulullah SAW juga bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa siapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka amal itu ditolak.” (HR.Muslim)
Ini merupakan penegasan bahwa asas pelaksanaan ibadah harus mencontohnya. Kemudian yang kedua asas kemampuan, yaitu melaksanakan agama secara umum khususnya ibadah itu harus disesuaikan dengan kemampuan tidak boleh memaksa diri untuk mengerjakan sesuatu yang sulit sekali untuk melaksanakannya. Agama Islam tidak mengajarkan pencapaian spiritual yang tinggi melalui tingkat kesusahan yang paling maksimal.
Dalam surat At-Taghabunayat 16 Allah SWT berfirman:
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”
Allah selalu mengingatkan bahwa umat Islam harus bertakwa kepada Allah sesuai dengan apa yang mampu dilakukan artinya seorang hamba tidak boleh memaksa memaksakan diri, jadi ibadah itu harus dilakukan semampunya. dalam hadis Abu Hurairah juga ditegaskan hal yang sama.
"Apabila Aku perintahkan kamu untuk mengerjakan sesuatu maka kerjakanlah sejauh kemampuan kamu"
Oleh karena itu para ulama membuat satu kaidah yaitu "sesuatu yang tidak kamu mampu capai dalam mengerjakannya maka kerjakan apa yang mampu kamu kerjakan" karena manusia itu bukan makhluk superior atau makhluk yang punya keterbatasan-keterbatasan. Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan spiritual, orang harus melaksanakan bermacam-macam ibadah itu harus sesuai dengan kemampuan.
Asas ketiga adalah prinsip tidak menimbulkan mudharat, jadi jangan sampai ibadah itu menimbulkan mudharat kepada orang-orang itu dilarang dalam hadis Nabi SAW. tidak ada mudarat dan pemudharatan artinya tidak ada sesuatu yang buat menderita dan juga membuat orang lain menderita.
Asas yang keempat adalah prinsip kemudahan. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali yang menyebutkan hal ini salah satunya pada surat Al-Insyirah Ayat 5 dan 6: “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Menurut tafsirannya, bahwa Allah tidak menghendaki kesukaran untukmu Allah menghendaki kemudahan untukmu, jadi ini berkaitan dengan asas ketiga tadi dan ini satu kesatuan.
Jadi inilah 4 Asas dalam kita melaksanakan agama pertama esuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, kedua sesuai dengan kemampuan kita untuk mengerjakannya, ketiga tidak menimbulkan mudharat, keempat ada prinsip kemudahan.
"Dari asas keempat para fukaha merumuskan satu kaidah yaitu ‘apabila ada kesukaran maka di situ ada kemudahan’ tapi bukan berarti bermudah-mudahan,” tutupnya. (Sakila Ghina)