SOLO, Suara Muhammadiyah – Era kekinian, Gibran Maheswara Javas Setyawan Siswa Sekolah Budaya SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta menyampaikan serunys festival Rajamala 2023 di Museum Radya Pustaka, (26/10/2023).
Gibran dalam penampilan pidato Bahasa Jawa mendapatkan materi dalam belajar lompatan tinggi yang sangat cepat semester pendek ditempuh 5 menit saja, melalui arahan dalang muda Muhammadiyah Ki Agung Sudawanto MSn murid Ki Nasih Manteb Sudarsono almarhum. Materi yang disampaikan dalam pidato Bahasa Jawa tentang manfaat dari mempelahari budi pekerti
“Budi pekerti di masa kekinian sangat memprihatinkan. Maka kita harus belajar tentang makna dari mempelajari budi pekerti,” ujar Gibran.
Gibran menjelaskan mengapa ia mengajak belajar budi pekerti bagi generasi Z. Menurutnya, Belajar budi pekerti memberikan ketentraman dan kedamaian hati.
“Dalam Bahasa jawa dinyatakan dalam kalimat Karya nak tyasing sasama,” lanjutnya, dalam rangka menyemarakkan Hari Jadi ke-133, Museum Radya Pustaka Solo.
Gibran Maheswara Javas Setyawan. Ia lahir di Kota Karanganyar tepatnya tanggal 10 Juni 2011. Saat berusia tiga tahun, ia melihat rekaman pernikahan orang tuanya, Agus Setyawan dan Handayani. Itulah pertama kali Gibran melihat wayang. Ketika rekamannya selesai, Gibran menangis. Ia tidak mau berhenti. Ingin memutar tayangan itu terus-menerus. Rupanya, Gibran suka wayang sejak dalam pikiran.
Setelah itu, Gibran dimasukkan ke sanggar seni oleh orang tuanya. Ia belajar wayang. Menjadi dalang cilik. Akhirnya, usaha itu menemui hasil dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Di tahun 2018, ia mendapatkan juara pertama lomba Dalang Cilik tingkat Kabupaten Karanganyar. Tahun berikutnya, ia juara pertama tingkat Eks Karesidenan Surakarta. Meliputi enam kabupaten dan satu kota. Tak puas di Solo, ia melaju ke provinsi. Berhasil, Gibran juara 2. Di tingkat nasional, ia juara 3. Sejak saat itu, ia sangat layak disebut dalang cilik.
Gibran bahkan pernah diundang di salah satu stasiun TV. Dimoderatori oleh Cak Lontong. Saat itu ia baru lima tahun. Masih begitu kecil. Saat itu ia sudah wasis bicara di depan ratusan penonton dengan banyak kamera.
Gibran dilatih oleh Mujiyono Skar di Sanggar Sarotama Karanganyar. Mujiyono tak hanya berhasil menjadi gurunya, tapi juga menjadi idolanya. Memang seperti itulah tugas seorang guru. Mengajari sekaligus menginspirasi.
Gibran sekolah di SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta. Rupanya, SD Muhammadiyah favorit di Solo itu sangat berpengaruh dalam karir Gibran sebagai dalang junior. SD Muhammadiyah 1 Ketelan begitu maju. Sekolah itu memiliki 30 ekstrakurikuler. Salah satunya adalah ekstrakurikuler seni budaya. Mengajarkan wayang dan gamelan. Ekstrakurikuler ini turut membesarkan nama Gibran.
Di sekolah itu, dalang ciliknya tidak hanya Gibran. Ada dalang lain bernama Brama Kesawa. Brama Kesawa adalah anak dari dalang dewasa, Ki Cahyo Kuntadi Suksesi. Kakeknya juga dalang. Namanya Ki Sukron Suwanda. Selain dalang, Ki Sukron juga dai kondang dari Blitar, Jawa Timur. Brama kelahiran tahun 2013. Dua tahun lebih muda dari Gibran.
Sekolah itu memang punya guru yang dalang. Atau dalang yang guru. Namanya Agung Sudarwanto. Karir Agung Sudarwanto ditiru oleh dua anak didiknya tersebut. Ia telah mendalang juga sejak SD. Ia adalah lulusan Sarjana Seni (SSn) Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta. Kampus itu sekarang berubah menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. (Jatmiko)