Fanatik Ciri Kebodohan
Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I, M.S.I.
“Kita itu boleh punya prinsip, asal jangan fanatik. Karena fanatik itu ciri orang bodoh. Sebagai orang Islam kita harus tunjukkan kalau kita bisa bekerjasama pada siapa pun, asal ‘lakum dinukum waliyadin’, agamamu agamamu, agamaku agamaku.
Kiai Ahmad Dahlan memberikan nasihat luar biasa kepada kita, bahwa memiliki prinsip adalah sebuah keharusan. Seseorang hendaknya memiliki prinsip, prinsip kebenaran yang diyakini. Hal ini di perintahkan dalam Islam, untuk memegang teguh agama Islam, serta menunjukan keislaman kita di ruang publik.
“Berusahalah menjadi orang Islam yang berani menunjukan identitas yang sebenarnya, bukan malah ingin menyembunyikannya.” (KH. Ahmad Dahlan)
Kekokohan akan prinsip tidak akan menyebabkan fanatik, karena fanatik adalah ciri orang bodoh, dengan keyakinan kebenaran dirinya lantas merendahkan orang lain. Kondisi ini sering terjadi di masa kini, ketika belajar imu tanpa diiringi adab maka akan banyak kalangan yang fanatik, merasa benar sendiri, merendahkan orang lain, bahkan merendahkan yang hanya beda pandangan dalam masalah akidah, fikih maupun pemikiran.
Sebagai warga Muhammadiyah hendaknya kita menghindari sikap fanatik, yang akan mengarah pada radikalisme. Banyaknya kasus intoleransi dalam madzhab, pemikiran, dan firqah menyebabkan disintegrasi sosial, saling menyalahkan bahkan tidak sedikit yang saling beradu fisik.
Fanatisme beragama merupakan salah satu keyakinan untuk meyakini agama secara mendalam dan kuat. Hal ini secara otentik dapat dibenarkan dan menjadi sesuatu yang normal pada awalnya. Tetapi ketika pemahaman tentang fanatisme beragama itu dipahami secara parsial dalam dimensi bayani tekstual yang tidak utuh, serta tidak ada istiqra’ ma’nawi di dalam memahami ayat dan tidak mencoba mencari hubungan antar ayat, maka yang terjadi adalah pemahaman-pemahaman dangkal yang pada akhirnya melahirkan fanatisme buta pada agama.
Islam yang benar harus diyakini dengan tiga perspektif pemahaman, bayani (mendalam), burhani (multi perspektif), dan irfani (luas). Maka, ketika kita hanya mengambil satu aspek pemahaman saja, yakni pemahaman yang mendalam dan kuat tentang Islam, serta mengabaikan perspektif burhani dan irfani, tentu hal tersebut akan menimbulkan pemahaman yang fanatik buta, ekstrim, dan intoleran,
Dampak Fanatisme:
1. Gangguan Psikologis
Seseorang yang fanatisme akan menganggap diri mereka benar dan berdampak merugikan terhadap orang lain, misalnya membuat orang lain merasa terluka, baik fisik dan mental.
2. Perilaku Agresif
Sikap fanatisme mengakibatkan perilaku yang agresif. Fanatisme membuat seseorang tidak bisa mengontrol diri atas sikapnya terhadap orang lain. Mereka tidak sadar apa yang mereka katakan dan lakukan bisa menyakiti dan merugikan orang lain.
3. Dijauhi Rekan
Seseorang yang fanatik akan dijauhi oleh lingkaran sosial peretemanannya karena tidak mau menerima perbedaan. Hal tersebut dipilih karena menghindari konflik hingga perseteruan.
Cara Mencegah Fanatisme:
1. Hindari untuk Berdebat
Dengan mengajak seseorang yang fanatisme berdialog, ambil manfaat sebanyak-banyaknya dari diskusi tersebut, tetapi hindari untuk berdebat karena orang yang fanatisme memiliki pertahanan yang kuat untuk pendapatnya.
2. Berpikir secara Rasional
Untuk menghindari fanatisme, bisa dicegah dengan pikiran yang rasional, kritis, dan logis. Hal ini dikarenakan fakta dan dogma menjadi kunci untuk menghindari dari fanatisme.
Untuk itu mulailah berdakwah secara pelan-pelan tidak perlu terlalu ekstrim, karena hal yang bersifat ekstrim tidak dibenarkan. Dakwah bisa dilakukan oleh siapapun dengan berbagai macam cara dari latarbelakang pendidikan apapun. Apabila kita mengetahui suatu ilmu, maka lebih baik kita menyampaikannya dan bukan menyembunyikananya.
“Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” (HR Bukhari)
Dalam Islam, dakwah dilakukan dengan cara-cara yang bijak dan baik. Salah satu panduan yang sering digunakan adalah konsep 5 Qoulan, yang mengacu pada lima jenis komunikasi dalam berdakwah, yaitu:
1. Qoulan Syadidan
Artinya: Perkataan yang benar dan tegas. Maksudnya adalah berbicara dengan jujur dan tepat, tidak menambah atau mengurangi kebenaran.
2. Qoulan Ma'rufan
Artinya: Perkataan yang baik. Maksudnya adalah berbicara dengan sopan, menghargai orang lain, dan menggunakan kata-kata yang baik serta bermanfaat.
3. Qoulan Layyinan
Artinya: Perkataan yang lemah lembut. Maksudnya adalah berbicara dengan sikap yang lembut dan ramah, tanpa kekerasan atau kasar, sehingga mudah diterima oleh orang lain.
4. Qoulan Maysuran
Artinya: Perkataan yang mudah. Maksudnya adalah berbicara dengan cara yang mudah dipahami, tidak berbelit-belit, dan menyampaikan pesan dengan jelas dan sederhana.
5. Qoulan Balighan
Artinya: Perkataan yang mengena. Maksudnya adalah berbicara dengan cara yang tepat sasaran, efektif, dan dapat menyentuh hati serta pemikiran orang yang mendengarnya.
Kelima jenis komunikasi ini menekankan pentingnya berbicara dengan cara yang baik, benar, dan bijaksana dalam menyampaikan pesan Islam, agar dapat diterima dengan baik oleh orang lain.
Ika Sofia Rizqiani, Dosen (AIK) di Prodi Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Sukabumi