Genosida, Sebuah Kajian Sosial
Oleh: Dr. Amalia Irfani, M.Si, Dosen IAIN Pontianak, LPPA PWA Kalbar
Dulu masyarakat dunia tidak mengetahui secara detail bagaimana kekejaman perang karena media sosial tidak secanggih sekarang. Kita hanya mengetahui perang lewat televisi dan berita di koran atau tabloid berupa ledakan, mayat bergelimpangan, migrasi manusia berduyun-duyun untuk berlindung ke daerah yang lebih aman.
Kita sebagai bagian dari masyarakat dunia tidak melihat secara keseluruhan sisi terdalam menguras emosi. Perang jelas akan meninggalkan trauma jangka panjang, kecemasan berlebihan, malnutrisi pada anak-anak, disabilitas, serta timbulnya berbagai penyakit, hancur dan rusaknya tatanan ekonomi, sosial masyarakat, yang terparah adalah hilangnya generasi.
Namun, sejak era digitalisasi, siapapun kita bisa/dapat meng-upload informasi, berita, hanya dalam waktu sekian detik saja. Dengan mudah kita juga dapat mengetahui kejadian dipenjuru dunia dengan cepat dan cenderung akurat. Tiap kejadian dapat detail kita terima, walau harus pula dengan bijak tiap informasi yang kita terima kembali di croscheck, agar tidak bias dan memunculkan kericuhan sosial di dunia maya saat informasi tersebut kembali kita share ke WAG atau status di WA, IG, FB dan lainnya.
Anehnya akses informasi yang semakin cepat, ringkas menyebar ke penjuru dunia tidak menjadikan negara pelaku kejahatan malu-malu melakukan aksinya. Masyarakat sipil dunia berdemonstrasi, boikot demi boikot tidak pula membuat pelaku kekerasan perang jera, bahkan semakin menjadi-jadi. Sesuatu diluar nalar, kekerasan biadab sebab nyawa manusia tidak lagi berharga.
Padahal jelas dan tegas hak azasi manusia yang paling azas adalah hak hidup, hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas dasar kemanusiaan. PBB didirikan salah satunya untuk melindungi masyarakat sipil (anak dan wanita), memelihara perdamaian, mengembangkan kerja sama internasional, dan memajukan hak asasi manusia. PBB bekerja sama dengan sekitar 190an negara sebagai anggota untuk mencapai tujuan tersebut, namun aksi kekerasan perang-genosida tetap terjadi.
Indonesia Dulu dan Sekarang
Indonesia negara kita tercinta dalam sejarahnya pun lama dijajah, dibodohi mental serta spiritualnya oleh kolonial. Sangat panjang perjalanan bangsa ini akhirnya bisa tersadar, dan mampu menentukan nasib bangsa setelah sekian lama terseok-seok tanpa arah tujuan, dengan pengorbanan yang juga tidaklah mudah dan murah. Begitu banyak nyawa anak bangsa melayang, sangat banyak kepedihan demi kepedihan tertinggal, parahnya lagi tidak terhitung kekayaan intelektual bangsa ini yang penjajah angkut.
Sebelumnya perlawanan bangsa Indonesia bersifat lokal, atau kedaerahan, secara fisik dengan menggunakan senjata tradisional, dipimpin oleh tokoh-tokoh karismatik seperti bangsawan atau tokoh agama, bersifat sporadis (musiman). Namun, perlawanan semacam ini selalu gagal dan dapat diberantas oleh penjajah.
Namun, setelah abad ke-20 yang dikenal sebagai masa pergerakan nasional, bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dengan menggunakan organisasi yang bersifat modern, lebih terarah, terorganisasi dan bersifat nasional dipelopori oleh kaum terpelajar. Pemuda pemudi tersebut terus bergerilya, menggunakan strategi, dan bekerjasama atas nama bangsa. Terbukti kekuatan bersama adalah pion menggusir penjajah.
Jika kita berkaca pada masa lalu, maka tega-kah kita membiarkan bangsa lain yang sekarang sedang mengalami nasib serupa?.
Mengenal Istilah Genosida
Dalam Wikipedia didefinisikan genosida adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa, atau sekelompok suku bangsa dengan maksud memusnahkan (atau membuat punah) bangsa tersebut. Sebelum tahun 1944, pemusnahan manusia hanya disebut sebagai pelanggaran HAM berat. Istilah genosida pertama kali dipopulerkan oleh ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika Serikat. Kata ini diambil dari bahasa Yunani: γένος - genos ('ras', 'bangsa' atau 'rakyat') dan bahasa Latin: caedere ('membunuh') pada tahun 1944. Perang masa itu adalah bagian dari keserakahan penguasa negara adi daya, dan masih terjadi hingga detik ini. Mereka akan berusaha menguasai dengan menghalalkan segala cara.
Pemaparan diatas hanyalah sebagian kecil kajian sosial dari genosida. Sebuah kekerasan tingkat tinggi yang dapat mengancam negara manapun, kapanpun. Kepedulian terhadap sesama bukan hanya persoalan hubungan kita dengan Allah sebagai hamba, tetapi bentuk kecerdasan intelektual, emosional dan sosial yang semakin baik sebagai bagian masyarakat dunia.