Oleh: Amalia Irfani
Aksi bela Palestina yang bergemuruh dipenjuru negeri dan terus menjadi gerakan sosial di belahan dunia. Hal ini menjadi bukti bahwa kemanusiaan masih melekat erat bahkan sanggup mempersatukan perbedaan. Israel yang selalu mengatasnamakan memberantas terorisme dan didukung oleh negara-negara adikuasa, tidak lagi sanggup membuat opini pembenaran.
Sungguh diluar nalar, genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap masyarakat sipil di Gaza, akhirnya membuat seluruh mata dunia bertindak cepat dan terus tanpa ampun melawan kesewenang-wenangan (baca kedzaliman) di media sosial. Tidak lagi ada ketakutan, tidak ada lagi kebimbangan mendapat sanksi sosial dan ekonomi yang selama ini selalu di elu-elukan, masyarakat dunia serempak melakukan campaign, boikot berbagai produk dan jasa Yahudi-Israel dan sekutunya. Memang seharusnya begitulah masyarakat dunia bereaksi jika melihat penjajahan dibelahan dunia manapun. Bukan karena persamaan agama, nilai kemanusiaan seharusnya dijunjung oleh siapapun, kapanpun. Indonesia misalnya, secara tegas menolak penjajahan yang termaktub di pembukaan UUD 1945.
Dukungan terhadap Palestina bergeliat tanpa mampu dibendung, semua bergerak dengan kemampuan dan kekuasaannya. Haru hati melihat kepala negara bersatu mengutuk kesewenangan penjajah yang berkedok penegakkan HAM. Mereka tidak lagi berorasi mendukung tetapi langsung bertindak memberikan bantuan logistik, bahkan alat perang (alutsista) untuk Palestina. Beberapa negara lain seperti Yaman, Rusia, Turki langsung menembakkan roket mereka ke Israel, sebagai tanda dukungan kepada Gaza. Yaman negara arab yang masih hidup digaris kemiskinan bergerak cepat mengalahkan negara-negara arab dalam memberikan bantuan. Langkah Yaman sebagai bukti konkrit bahwa kemanusiaan diatas segala-galanya. Ketiadaan bukan rintangan untuk peduli dan melawan kemungkaran.
Hubungan Indonesia dan Palestina
Dalam sejarahnya Palestina bukanlah negara asing untuk Indonesia. Ibarat persahabatan, jauh sebelum Indonesia menjadi negara berkembang dan diakui dunia, Palestina adalah negara yang pertama kali mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara. Dukungan Palestina tidak hanya bersifat diplomatis, tetapi juga materi. Seorang pengusaha Palestina yang kaya raya dan sangat simpati terhadap perjuangan Indonesi bernama Muhammad Ali Taher, tulus menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia kepada Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia. Pengusaha ini takjub dengan semangat anak bangsa saat itu yang tidak gentar memperjuangkan kemerdekaan.
Hubungan tersebut akhirnya membuat kedekatan emosional. Kedekatan tulus ikhlash karena ingin mendapat ridha dan pahala dari Allah SWT. Persaudaraan itu pun kokoh, saling mengasihi dengan tidak membiarkan ketika banyak saudara di Gaza diselimuti duka dan kekurangan. Maka, saat Palestina membutuhkan pertolongan sejak di blokade zionis Israel tahun 2007, masyarakat Indonesia bahu membahu memberikan pertolongan hingga berdirilah RS Indonesia dan beroperasi sejak tahun 2016, di atas lahan seluas 16.261 m persegi. Beberapa organisasi lain seperti Muhammadiyah melalui LazisMu juga tidak berhenti berdonasi. Bagi rakyat Indonesia penderitaan Palestina adalah penderitaan masyarakat Indonesia.
Penderitaan Gaza, Penderitaan Dunia
Gaza adalah penjara terbesar dunia, bagian dari wilayah Palestina ini dihuni sekira 2,3 juta jiwa. Mereka dikenal sebagai masyarakat mayoritas muslim penghafal Qur'an dan penjaga Al Aqsa. Ketiadaan karena blokade zionis tidak membuat mereka menjadi bangsa pengemis. Beberapa negara dunia melihat ketidakadilan yang di alami masyarakat Gaza dan tidak lagi dapat mentoleransi, seolah-olah itu perbuatan benar, dimana membunuh nyawa tidak berdosa hanya perkara biasa. Namun ada negara yang tidak peduli dan menganggap penderitaan Gaza Palestina bukan urusan mereka.
Hingga genosida terparah yang dilakukan Israel di Oktober 2023 hingga hari ini akhirnya membuat banyak mata tersadar, bahwa Israel dan sekutunya telah biadab melakukan kejahatan, intimidasi dan pembunuhan massal kepada masyarakat sipil yang tidak berdosa. Aksi biadab Israel tidak lagi melihat siapa lawan, tidak hanya rumah penduduk yang mereka hancurkan tetapi fasilitas umum seperti rumah sakit, rumah ibadah, dan sekolah. Penghancuran ini membuat kehidupan masyarakat Gaza Palestina khususnya anak-anak banyak mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), yakni gangguan mental karena mengalami kejadian traumatis, karena secara langsung melihat tindak kekerasan perang.
Anak-anak tak berdosa tersebut banyak yang tidak hanya kehilangan kasih sayang kedua orang tetapi juga kehilangan harapan hidup bahagia karena mengalami goncangan hebat, yang bisa mengancam nyawa. Dikutip dari halodoc, PTSD tergolong dalam gangguan kecemasan yang membuat penderita akan sulit melupakan atau tidak ingin mengingat kembali peristiwa traumatis yang dialami. Hal ini akan mengakibatkan ia memiliki pikiran negatif terhadap diri sendiri serta lingkungan di sekitarnya. Jika PTSD dialami oleh anak-anak dan segera ditangani, maka si anak akan sering mengalami mimpi buruk, memiliki perasaan bersalah, sulit konsentrasi, bahkan mengalami gangguan tidur.
Amalia Irfani, LPPA PWA Kalbar. Kandidat Doktor Sosiologi UMM