Gerakan Subuh Mengaji: Kebudayaan Tak Berhenti di Tempat, Ia Terus Berjalan

Publish

11 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
135
Gerakan Subuh Mengaji PDA Jawa Barat

Gerakan Subuh Mengaji PDA Jawa Barat

BANDUNG, Suara Muhammadiyah - Gerakan Subuh Mengaji Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Barat mengundang Prof Dr H Robby Habiba Abror, M.Hum, pada Senin (10/2). Acara ini mengusung tema Ramadan Momentum Harmonisasi Religi dan Budaya dan ditayangkan melalui TVMU. 

Gerakan Subuh Mengaji ini diawali dengan membacakan surat Al–Baqarah ayat 67–69 yang makna dalam ayat tersebut erat kaitannya dengan pelajaran untuk umat Islam agar senantiasa mematuhi perintah Allah SwT.

Bulan Ramadhan banyak dinanti oleh umat Islam, umat Islam menyambut bulan Ramadhan dengan penuh suka cita. momentum bulan Ramadhan yang dirindukan karena menjadi ajang kebersamaan dan berkumpul dengan keluarga. “Bulan suci Ramadhan tidak lain syahrul shiyam atau bulan puasa tapi juga syahrul ghufran yaitu bulan ampunan juga didalamnya dilipat gandakan pahalanya oleh Allah SwT atas perilaku dan peribadatan kita yang baik,” jelas Robby yang merupakan Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan WilayahMuhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2015-2022.

Hidup berdampingan dalam satu lingkungan dengan agama yang lain dan mampu beradaptasi dengan budaya atau hal yang berbeda dengan tradisi dalam agama yang dimiliki. Robby mengingat kembali tentang konsep dakwah cultural yang pernah dicetuskan dalam muktamar Muhammadiyah yaitu tentang sikap toleransi dengan perbedaan yang ada di sekitar dan bagaimana cara untuk menyikapi perbedaan sehingga membuat fondasi menjadi lebih kuat.

“Ruh atau spirit berbudaya itu terdapat jurang yang tajam.dari satu sisi belajar tentang tauhid, agama, dan fondasi keimanan begitu mantap. Di sisi lain, kebudayaan tidak berhenti di tempat, ia terus berjalan, beroperasi dalam makna yang luas menjangkau wilayah yang saya sebut sebagai inovasi, teknologi dan ekonomi,” kata Robby, Ia juga menjelaskan kaitannya dengan bagaimana cara umat islam menyambut bulan Ramadhan tidak hanya sekedar sebagai ibadah mahdah melainkan juga muamalah muannas.

Robby menekankan pentingnya bersikap terbuka dan rendah hati dalam menyikapi perbedaan merupakan bassic moral yang harus dimiliki warga Muhammadiyah. Ia juga berharap Muhammadiyah menjadi payung besar bagi berbagai macam kebudayaan yang ada.

“Menggelorakan amal shaleh agar tradisi ramadhan yang bermacam – macam itu justru harus dibaca sebagai kekayaan kebudayaan,” ungkapnya. 

Menurutnya, konsep harmoni agama dan budaya dimulai dari pemahaman diri terhadap agama yang dianut dan memandang keberagaman budaya sebagai realitas. Keseimbangan antara agama denga budaya melalui pemahaman terhadap suatu budaya atau kebudayaan, dialog, dan pendidikan sehingga setiap orang mampu menghargai perbedaan. 

Namun terkadang rasa terkejut dengan sesuatu yang mungkin tidak berasal dari agama atau keyakinan dibarengi dengan sikap agresif. Robby Habiba menyampaikan bahwa ego untuk terlihat paling benar membuat tindakan yang salah menjadi benar. 

Ia menegaskan di mana pun sesorang tersebut, harus dapat memaklumi perbedaan, menyapa dalam multi ragam perspektif tidak mudah marah ketika melihat sesuatu yang berbeda dengan apa yang sudah yakini. Selain itu mendewasakan cara berpikir dalam menerima perbedaan, sehingga makin kuat dan kokoh pondasi iman dan taufiknya.

Tanpa harus melakukan tindakan mengkafirkan atau tindakan yang bisa menjauhkan dari rasa persaudaraan dan welas asih. Lebih lanjut, Robby Habiba menjelaskan bahwa, “kebudayaan ini tidak berhenti di tempat, dia terus berjalan beroperasi di dalam makna yang semakin luas,” jelasnya.

Islam itu satu, tetapi umat islam dalam menjalani ibadah itu beragam interpretasi. Disebut islam dalam bentuk jamak, bermacam-macam. Pentingnya keterbukaan dan kerendahan hati dalam menyapa perbedaan, harus menjadi basic moral dan etika bagi setiap warga Muhammadiyah dalam menyuarakan amar ma’ruf dan nahi mungkar.

Konsep harmoni budaya dan agama itu sebenarnya dimulai dari pemahaman agama yang anut itu diamalkan dan dipahami. Serta pemahaman budaya sebagai realitas. 

“Jangan sampai menganggap diri sendiri yang paling benar, ketika ada yang berbeda dengan cara pandang kita terhadap sesuatu,” ujar Robby Habiba.

Lalu bagaimana cara kita menyeimbangkan agama dan budaya? Tentunya memahami kebudayaan. Budaya itu komplek, caranya memahami keberagaman budaya yakni lebih kontekstual atau berdialog (komunikasi) disertai dengan ilmu yang dipraktekkan. “berbudaya itu kosepnya (pemikiran) jalan, prakteknya (bermasyarakat) juga jalan, jadi seimbang,” pungkasnya. (nd/tia)

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

BANTUL, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiawa Muhammadiyah (PC IMM) Djazman Al &ndas....

Suara Muhammadiyah

19 November 2024

Berita

PALANGKA RAYA, Suara Muhammadiyah - Kejuaraan Pemuda Cup Tapak Suci se-Kota Palangka Raya digelar se....

Suara Muhammadiyah

25 November 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Untuk terus merawat keberlanjutan spirit dakwah dan tajdid perempua....

Suara Muhammadiyah

11 September 2023

Berita

SEMARANG, Suara Muhammadiyah – Lazismu Jawa Tengah mencetak sejarah baru dalam pengelolaan zak....

Suara Muhammadiyah

26 November 2024

Berita

SURABAYA, Suara Muhammadiyah - Bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (SPM) Pimpinan Cabang Ikata....

Suara Muhammadiyah

26 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah