Guru Lintas Narasi

Publish

28 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
81
Dok Istimewa

Dok Istimewa

Guru Lintas Narasi

Oleh: Dr. Amalia Irfani, M.Si, Kaprodi SAA FUSHA IAIN Pontianak/Sekretaris LPP PWM Kalbar

Indonesia menjadi satu diantara negara dunia dengan upah guru atau pendidik masih terkategori rendah. Masalah tersebut seringkali menjadi buah bibir dikalangan masyarakat sehingga membuat  banyak persepsi tentang keberadaan guru, dengan stigma bisa diperankan oleh siapapun asal telah bergelar sarjana atau magister untuk jenjang mengajar strata satu. Hal tersebut hemat penulis yang akhirnya membuat netizen Indonesia menomorduakan profesi guru dan cenderung meremehkan peran guru atau dosen yang sering didengungkan pahlawan tanpa tanda jasa, karena tidak memiliki standar baku. 

Padahal sematan tersebut adalah sebuah lukisan keadaan bangsa tentang profesi guru  tidak sebanding dengan jasa dan pengorbanan yang seringkali jomplang dibandingkan profesi lain. Pertanyaannya adalah mengapa hal demikian terjadi ?.  Kita akui bersama tanpa pendidik bagaimana generasi bisa  meneruskan estafet kepemimpinan tanpa dididik mental dan spiritualnya. Karena adanya guru, siapapun kita lebih memahami hidup, cerdas dalam merasa, pintar bersikap, lalu dalam bentuk perbuatan dapat bermanfaat bagi sesama. 

Hal ini telah disebutkan dalam PP Nomor 32 Tahun 2013 bahwa kriteria seorang guru tidak hanya sebatas hanya transfer intelektual, tetapi juga juga terdapat pada kemampuannya dalam pelatihan dan pelayanan. Peran yang sejatinya sangat berat, membutuhkan tidak sekedar ilmu pengetahuan dalam bentuk gelar, tetapi motivasi mencerdaskan yang terjaga. Kiai Ahmad Dahlan Kiai Penggerak memberikan ulasan tentang urgensi pendidikan yang terletak pada guru sebagai komunikator atau komponen utama. Guru adalah teladan pembimbing akhlak, dan transformator masyarakat yang cerdas dalam mengintegrasikan pengetahuan agama dan umum membentuk karakter manusia yang berkualitas untuk bermanfaat. 

Guru dan Penghargaan 

Lalu bagaimana peran guru di suatu negara ?. Jawaban ini tentu akan berbeda karena berkaitan erat dengan penghargaan yang diberikan oleh negara kepada profesi guru. Kita ambil contoh beberapa negara yang menjadikan pendidik sebagai salah satu profesi bergengsi dengan persyaratan dan ketentuan berlaku yang cukup ketat.

Misalnya  negara di Eropa Utara Finlandia, sebuah negara dengan sebutan negeri seribu danau, atau negara paling bahagia didunia.  Julukan ini bukan tanpa alasan, tetapi fakta nyata dimana pemerintahan atau pemimpin sukses  dalam menciptakan kualitas hidup yang tinggi bagi penduduknya dimana pendidikan menjadi salah satu  landasan kesejahteraan masyarakat, dan dijadikan program utama menjaga kualitas  generasi. Di Finlandia guru harus bergelar magister (S2) untuk jenjang sekolah dasar, dan hanya sedikit lulusan universitas terbaik sekitar 10% yang bisa menjadi guru. 

Kemudian ada Luksemburg, negara yang menerapkan aturan ketat dan kompetitif dalam proses rekruitmen guru atau pendidik. Karena standar yang tinggi tersebut serta merta, akhirnya membuat profesi guru tidak dianggap remeh dan  menjadi salah satu cita-cita generasi muda untuk mendapatkan hidup yang lebih layak. 

Indonesia sendiri, keluhan merupakan salah bentuk ekspresi kekurangan, keinginan untuk perbaikan. Kita mungkin sering mendengar, menonton melalui media sosial bahkan melihat langsung guru yang tidak mendapatkan upah minimum namun tetap kekeh menjalani peran sebagai pendidik hingga purna bakti. Bagai sebuah drama hidup,  keikhlasan tersebut nyata menginspirasi banyak mata dan hati untuk juga berjuang dijalan yang sama. 

Jika ditelusuri, mengapa upah profesi guru di Indonesia cenderung rendah, khususnya guru dilembaga swasta. Penulis mencatat setidaknya ada sebab dominan yang membuat profesi guru memiliki banyak penafsiran. Pertama, tidak ada standar gaji nasional serta regulasi yang menetapkan besaran gaji minimum untuk guru (khususnya guru swasta), sehingga terjadi ketimpangan yang besar antarwilayah. 

Kedua, standar baku tidak berlaku secara nasional.  Ketentuan Ideal untuk sarjana tamatan  pendidikan layak menjadi guru karena memang telah disiapkan dalam proses perkuliahan (kurikulum), jika ada non lulusan pendidikan maka harus mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) mengantikan Akta 4 (Akta Mengajar), yang sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tidak lagi berlaku. Sekarang siapapun bisa mengajar namun tanpa ikatan kerja tetap  telah menjamur dan dinormalisasi karena kepentingan bukan lagi asas kebutuhan. Padahal dulu ada standar kompetensi untuk individu sebab kepakaran atau pengalaman untuk dapat bisa mengajar. 

Realitas diatas, sejatinya sedikit fenomena yang tidak boleh dianggap sepele. Pendidikan adalah ujung tombak keberhasilan, tidak sekedar transfer ilmu tetapi salah satu penanaman doktrin karakter dan identitas bangsa agar bangga dan mencintai tanah air. Maka, harus diisi oleh sekelompok individu profesional dengan reward yang juga sesuai. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Inklusi Sosial untuk Mewujudkan Masyarakat Berkemajuan Oleh: Saherman Saya berkesempatan untuk ter....

Suara Muhammadiyah

27 February 2024

Wawasan

Iman dan Amal Shaleh: Benteng Kuat dari Budaya Konsumtif  Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Bud....

Suara Muhammadiyah

12 December 2024

Wawasan

Oleh: Isngadi Beberapa catatan dan arsip Suara Muhammadiyah memberi informasi kalau mengadakan peri....

Suara Muhammadiyah

19 September 2023

Wawasan

Kesempatan Berbuat Baik  Oleh: Amalia Irfani, Sekretaris LPP PWM Kalbar  Selalu ada ruan....

Suara Muhammadiyah

3 August 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Dalam diskusi mengenai ayat-aya....

Suara Muhammadiyah

3 July 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah