YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Setiap tanggal 20 Mei diperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Tahun ini tema Harkitnas yaitu "Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat." Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak kepada segenap warga bangsa merefleksikan momen bersejarah tersebut.
“Harkitnas meski dirujuk kelahiran dan pergerakkan Budi Utomo tahun 1908. Tetapi sejatinya merupakan ekspresi sekaligus juga akumulasi dari seluruh pergerakkan nasional untuk bangkit melawan penjajah dan menuju Indonesia merdeka,” katanya Selasa (20/5).
Menurut Haedar, pergerakkan itu berasal dari berbagai aliran dan golongan seperti Sarekat Dagang Islam tahun (1905), Boedi Oetomo tahun (1908), Sarekat Islam (1911), Muhammadiyah (1912), Indische Partij (1912), dan Komite Bumiputera (1913).
Kemudian, ada juga Al Irsyad (1914), Tamansiswa (1922), Persatuan Islam (1923), Nahdlatul Ulama (1926), Partai Nasional Indonesia (1927), Sumpah Pemuda dan Pergerakkan Wanita Indonesia (1928).
“Dari seluruh pergerakkan kebangkitan nasional itu, meski berbeda dasar dan prinsip orientasinya, tapi semuanya sama: menginginkan penjajahan hapus dari muka bumi. Dan Indonesia menjadi negara dan bangsa merdeka,” sebutnya.
Haedar menyebut, banyak pelajaran yang bisa diambil dari momen ini. Pertama, para tokoh dan pejuang bangsa seperti Sutomo, Samanhudi, Tjokroaminoto, KH Ahmad Dahlan, Douwes Dekker, lebih khusus Soekarno dan Hatta, memiliki orientasi yang sama untuk bangkit melawan penjajah dengan cara terorganisasi, modern, dan tersistem.
“Para tokoh itu meski dari berbagai latar ideologi yang berbeda, mereka dengan jiwa besar menyatukan spirit pergerakkannya. Kita juga mengenal pergerakan-pergerakan sebelumnya, di mana rakyat Indonesia dari berbagai daerah, seluruhnya berjuang bahkan dengan darah untuk Indonesia merdeka,” jelasnya.
Dengan proses perjalanannya seraya perjuangan begitu rupa, menunjukkan mencintai Indonesia dengan sepenuh hati. “Indonesia yang merdeka, bukan Indonesia yang dibelenggu oleh penjajahan dengan segala dampak dan akibatnya yang buruk,” tegasnya. Saat itu, Haedar mengungkapkan, kehidupan bangsa mengalami penindasan dan merasakan penderitaan akibat gempuran penjajahan.
“Tidak ada penderitaan dari sebuah bangsa selain dijajah dan terjajah. Maka dalam konteks itulah, ketika para pendiri bangsa merumuskan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Preambulenya disebutkan bahwa “Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.” Ini menggambarkan betapa pahitnya perjuangan untuk melepaskan diri dari penjajahan,” ujarnya.
Di sinilah Haedar menilai para tokoh bangsa berjuang luar biasa dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan kepentingan rakyat di atas kepentingan diri sendiri dan kelompok sendiri. “Mereka lebur menjadi kekuatan nasional untuk berjuang bersama, meski dalam perbedaan cara. Mereka meletakkan kepentingan Indonesia merdeka di atas segala-galanya. Dan itulah ciri dari kenegarawanan,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Haedar menegaskan, Harkitnas harus dihayati dengan bangkit untuk kesadaran kolektif. Juga untuk hidup bersama sebagai bagian penting menyatukan, merawat, dan memajukan Indonesia.
“Para elite bangsa harus selesai dengan dirinya sendiri, tidak boleh berpikir tentang materi dan ekonomi, namun harus memiliki karakter pejuang sebagai negarawan. Bahkan karakter pejuang dan negarawan harus tetap ada tatkala elite itu harus menderita sekalipun,” tandasnya. (Cris)