YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Interaksi antar manusia dianggap tidak hanya sebagai kegiatan yang lumrah untuk dilakukan namun juga perlu untuk dikelola, mengingat interaksi tersebut melibatkan latar belakang budaya yang beragam. Implikasi dari hal tersebut dapat berujung kepada keberlangsungan hubungan antar negara, dan secara khusus ditelaah oleh program studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang kembali menggelar International Course on Multiculturalism and Humanity (ICOMUH). Program ini sekaligus menjadi bagian dari kegiatan Summer School dengan melibatkan banyak mahasiswa internasional dan bertujuan untuk memahami perbedaan budaya agar terciptanya komunitas masyarakat internasional yang inklusif dan toleran.
Dibuka pada Senin (29/7), ICOMUH 2024 yang bertemakan ‘Unity in Diversity: Building Inclusive Societies’ berfungsi sebagai wadah bagi para peserta dalam mempelajari dinamika dari keberagaman budaya dan agama, serta pentingnya menerapkan pengertian dan toleransi antar sesama sehingga tercipta perdamaian antar negara. Arie Kusuma Paksi, Ph.D. selaku Program Director dari ICOMUH 2024 mengatakan bahwa agenda ini menjadi upaya untuk memenuhi salah satu fokus dari program studi HI UMY yaitu perdamaian antar negara, yang juga menjadi subjek pembelajaran dalam kurikulum akademiknya.
“Salah satu cara kami di program studi HI UMY untuk menanamkan nilai-nilai perdamaian adalah melalui kegiatan Summer School ini. Perdamaian dapat dicapai diantaranya melalui pemahaman yang mendalam terkait prinsip-prinsip muticulturalism atau keberagaman budaya, sehingga membentuk sudut pandang yang dapat melihat umat manusia secara universal dan tidak berdasarkan ras, budaya dan agama,” ujar Arie.
Dosen Hubungan Internasional UMY ini pun menekankan bahwa pemahaman terkait keberagaman budaya jugalah yang dapat meminimalisir terjadinya konflik antar negara serta mendukung tercapainya perdamaian. Dihadiri oleh 26 peserta dari berbagai negara seperti Korea Selatan, Cina, Palestina, Malaysia, dan Filipina, ICOMUH dapat menjadi ruang dialog antar peserta dan pembicara untuk mendapatkan perspektif yang komprehensif atas kompleksitas dari masyarakat dengan budaya yang beragam.
Salah satu perspektif dibahas oleh Prof. (Emeritus) Dr. Tulus Warsito, M.Si. yang menjadi pembicara di hari pertama dari ICOMUH 2024. Tulus menyebutkan bahwa interaksi di masyarakat merupakan bagian dari hubungan dalam aspek sosial dan politik, yang bergerak dengan saling terkait dan memiliki banyak tipe. Diantaranya seperti perang, konflik, kompetisi, kolaborasi, hingga hidup damai secara berdampingan.
“Perang menjadi contoh paling ekstrem yang berawal dari hubungan antar manusia, begitu pula dengan hidup damai secara berdampingan atau coexist. Keduanya berada di sisi yang berlawanan dan fungsi dari praktik dalam hubungan internasional yang melibatkan keberagaman budaya adalah menempatkan posisi antar negara untuk hidup secara damai. Perbedaan adalah hal yang tidak dapat diubah, berlainan dengan perilaku dan pemahaman antar sesama yang dapat dikelola sehingga tercipta toleransi,” jelas Tulus.
ICOMUH 2024 akan digelar selama enam hari, dan Arie pun mengungkapkan bahwa melalui agenda ini dapat membentuk generasi muda dari kalangan mahasiswa yang berpengetahuan dan berpengalaman dalam menghadapi tantangan maupun peluang yang ditimbulkan oleh keberagaman budaya. Ia pun berharap agar para peserta dapat berinovasi di bidang penyelesaian konflik dan pembangunan perdamaian. (ID)