Hiruk Pikuk Kenaikan UKT Semakin Memperkuat Eksistensi PTM
Oleh Amidi, Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Palembang dan Bendahara BPH IkesT Muhammadiyah Palembang
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang tersebar di negeri ini, tidak kecil kontribusinya dalam mendorong peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia (SDM). Dengan mengandalkan “kekuatan dan kemampuan sendiri”, PTM yang ada di negeri ini berupaya untuk tetap eksis.
Berdasarkan informasi dalam muhammadiyah. or.id, bahwa sampai saat ini PTM yang tersebar di negeri ini sudah berjumlah 172 PTM, yang terdiri dari 83 Universitas, 53 Sekolah Tinggi, dan 36 bentuk lainnya, belum lagi ditambah PT milik Aisyiyah (PTA) yang saat ini terus maju dan berkembang.
Dalam menciptakan SDM berkualitas, kini negeri ini dihadapkan pada hiruk pikuk kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN), sehingga biaya pendidikan tinggi mulai dirasakan mahal, terutama untuk kalangan masyarakat tertentu.
Besaran kenaikan UIKT tersebut tidak tanggung-tanggung, seperti yang dilansir harianjogja.com, 25 Mei 2024, bahwa di Kampus Uiversitas Negeri Yogyakarta (UNY) saja UKT untuk golongan III tahun 2023 hanya Rp. 2,3 juta namun pada tahun 2024 naik menjadi Rp, 4 juta, golongan VIII dari Rp.7,3 juta menjadi Rp. 10,5 juta. Kenaikan itu dinilai memberatkan masyarkat dan banyak orang tua melakukan protes.
Dalam menyikapi persoalan yang satu ini, wajar kalau terjadi aksi protes, sepert Aliansi Badan Eksekitif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengadukan kenaikan UKT hingga 500 persen di beberapa Universitas Negeri ke Komisi X DPR RI. Aduan tersebut berakhir pemanggilan terhadap Mendikbudristek Nadiem Makarim. (detiknews.com, 19 Mei 2024)
Kemudian Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM), Ari Aprian Harahap pun meminta Menteri Nadiem Makarim membatalkan Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada PTN yang memicu kenaikan uang kuliah secara fantastis. (RMOLD.ID, 26 Mei 2024)
Selain itu Presiden Joko Widodo pun memanggil Mendikbud Nadiem Makarim ke Istana Kepresidenan Jakarka, Nadiem mengatakan Presiden memanggilnya dalam rangka membahas beberapa isu pendidikan termasuk soal UKT (detik.com, 27 Mei 2024).
Bertolak Belakang (trade-off)
Bila dihubungkan dengan langkah negeri ini dalam menciptakan SDM berkualitas, maka kenaikan UKT tersebut menjadi “bumerang”, menyulitkan para orang tua untuk melajutkan tingkat pendidikan anaknya ke PTN yang selama ini mereka tahu bahwa UKT atau biaya pendidikan di PTN masih terjangkau.
Sebetulnya selama ini kita telah peduli dengan persoalan yang satu ini, kita terus membangun SDM dan kini terlihat sungguh nyata keberhasilan atas pembangunan SDM tersebut, karena setiap tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) negeri ini terus mengalami peningkatan. Seperti yang dirilis BPS bahwa IPM negeri ini pada tahun 20023-2024 mencapai angka 0,713 atau naik 0.008 poin dari IPM negeri ini di tahun sebelumnya. (liputan6.com)
Namun, kita lupa bahwa kebanyakan anak negeri ini yang memburu PTN tersebut, tidak hanya mengejar kualitas pendidikannya, tetapi lebih tertuju pada pertimbangan biaya pendidikan itu sendiri. Orang tua yang kurang mampu, berharap agar anak nya bisa masuk PTN, karena akan meringankan orang tua dalam membiayai pendidikan anaknya sampai tamat. Namun, apa daya, kini UKT akan menjadi penghadang/menghalangi mereka untuk mewujudkan cita-cita.
Memang miris, jika anak negeri ini terpaksa mengudnurkan diri dari PTN yang berhasil mereka “gondol” karena prestasinya. Seperti viral dimedia sosial, ada seorang calon mahasiswa bernama Siti Aisyah , mahasiswa salah satu PTN di negeri ini yang menempuh jalur prestasi, memilih mundur lantaran tidak sanggup membayar UKT.
Ditengah negara terus memperbesar anggaran pendidikan, dtengah terus gencarnya calon pemimpin bangsa dan atau calon kepala daerah yang yang akan berlaga di ajang PILKADA dengan berlomba-lomba menjual produk atau program “pendidikan gratis”, eh justru tidak sedikit anak negeri ini yang mengeluhkan mahalnya UKT dan atau mahalnya biaya pendidikan. Ditambah lagi pimpinan bangsa terpilih pun memang mempunyai program pendidikan gratis tersebut. Suatu kondisi yang bertolak belakang (trade-off).
Dengan mahalnya UKT tersebut, berarti kita secara tidak langsung akan mengerem penciptaan SDM berkualitas. Jika kita membiarkan SDM kita terus tertinggal dan kita biarkan mereka masih berjung sendiri untuk membangun kualitas diri mereka, maka selamanya kita akan tertinggal dengan negara – negara yang telah melakukan pembangunan terhadap SDM mereka.
SDM berkualitas yang dimiliki suatu negara / bangsa akan mendorong negara /bangsa tersebut maju dan berkembang, contoh Malaysia saja. Jauh sebelumnya, SDM Malaysia itu belajar/menimba ilmu di Indonesia, namun kini SDM Malaysia sudah bisa mengalahkan SDM negeri ini. Kini kita justru berbondong-bondong menuntut ilmu di negeri JIRAN tersebut, termasuk berbondong – bonding berobat ke negeri tetangga yang satu ini.
Untuk meghilangkan trade-off tersebut, hendaknya pos anggaran yang akan menopang kualitas SDM atau pos anggaran untuk mendongkrak angka IPM negeri ini harus terus ditingkatkan.
Langkah melakukan koordinasi antar pihak yang terkait, dalam hal ini menteri pendidikan, menteri keuangan, pimpinan PTN dan pihak yang terkait lainnya, untuk duduk bersama membicarakan bagaimana sebaiknya besaran UKT yang ideal, yang tidak membebani masyarakat. Ini penting, agar hirup pikuk UKT mahal atau kenaikan UKT tersebut segera akan berakhir, anak negeri ini yang lolos jalur prestasi tetap dapat melanjutkan pendidikannya pada PTN yang mereka tuju tersebut.
Sikap PTM
Bagi PTM dan PTA memang persoalan yang satu ini bukan menjadi rana pembahasan yang serius, karena PTM dan PTA mempunyai kebijakan tersendiri dalam menentukan biaya kuliah. Namun dengan adanya kenaikan UKT dan atau hiruk pikuk UKT tersebut, justru akan meningkatkan eksistensi PTM dan PTA yang ada di negeri ini.
Dalam kenyataannya, justru PTM dan PTA mempunyai kebijakan yang mengakomodasi semua golongan mahasiswa yang ada, bagi mahasiswa yang mengalami hambatan masalah pembayaran SPP atau UKT, ada kebijakan tersendiri.
Seperti saat ini, ditengah kabar kenaikan UKT tersebut, viral sebuah PTM yang justru memiliki kebijakan pro rakyat dan sangat bertentangan dengan PTN, kampus Universitas Muhammadiyah Maumere (Unimof), mengizinkan mahasiswa membayar SPP atau UKT menggunakan hasil pertanian. Kebijakan ini diberikan kepada mahasiswa yang tidak memiliki uang cukup untuk membayar SPP. (harianjogja.com, 25 Mei 2024).
PTM Berupaya Tetap Eksis Mencetak SDM Berkualitas
PTM dan PTA intinya tidak perlu ikut-ikutan untuk menaikkan biaya pendidikan atau SPP, PTM dan PTA sebaiknya justru lebih fokus pada pembenahan internal, dan terus berupaya mengembangkan diri dalam rangka menciptakan SDM berkauliatas pada khususnya dan dalam rangka mencerdaskan bangsa pada umumnya.
Walaupun beberapa tahun terakhir ini PTM dan PTA, sempat harus berjuang sekuat tenaga dalam mempertahankan jumlah penerimaan mahasiswa baru. Dalam penerimaan mahasiswa baru terasa ada penurunan, karena PTN kini berlomba-lomba membuka program extension atau kuliah sore atau kuliah non reguler.
Bila disimak, sampai saat ini PTM dan PTA berjuang sendiri dalam membesarkan kampus, membangun dengan biaya sendiri dan berkembang dengan kamampuan sendiri. Selain membiayai proses pendidikan dengan uang SPP mahasiswa, PTM dan PTA kini telah dapat menambah pemasukan dari pengembangan amal usaha di sektor ekonomi bidang perdagangan, jasa dan lainnya. Sehingga tidak heran, kalau saat ini PTM besar sudah dapat meminjamkan dana untuk PTM yang masih mengalami hambatan dana dalam pengembangan. Luar biasa,bukan?
Ini semua, berkat keunggulan, “kampus unggul dan islami”, yang dibingkai dengan brand “muhamamdiyah” dan atau “Aisyiyah” itu sendiri. Begitu masyarakat mendengar PTM dan PTA, di benak mereka terpatri suatu nilai yang sudah tertanam sejak lama yakni nilai “keislaman” yang ditularkan kepada mahasiswa yang menempu pendidikan di PTM dan di PTA. Dengan demikian, mereka mempunyai harapan akan memperoleh nilai lebih, selain mereka memperoleh ilmu, mereka juga digembleng dengan akhlakul karimah dan nilai-nilai tatanan hidup yang berorientasi pada nilai-nilai Islami.
Dalam hal ini pihak pengelola PTM dan PTA tidak berlebihan kalau meninta kepada pemerintah, “biarkan kami” terus memperkuat eksistensi, membesakan, membangun dan mengembangan PTM dan PTA ini untuk ikut ”mencerdarkan kehidupan berbangsa, dan atau bernegara”. Kami akan terus berjuang dalam koridor amar makruf nahi munkar melalul PTM dan PTA yang kami miliki, agar dikalangan anak ngeri ini tidak hanya tercipta sifat kesalehan indivudu tetapi akan tercipta pula sifat kelasalehan sosial. Semoga!!!!