Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (11)

Publish

16 November 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1216
Sumber Foto Unsplash

Sumber Foto Unsplash

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (11)

Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra

Di dalam Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (IAMKS) (10) telah diuraikan contoh kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap makanan yang tidak disukainya. Beliau tidak pernah mencela. Masih ada lagi hal yang perlu kita ketahui lebih luas tentang kebiasaan makan. 

Kebiasaan dapat bersumber pada tradisi atau budaya masyarakat tertentu. Ada masyarakat yang mempunyai tradisi makan bersama satu tempat makan dan dengan tangan (tidak dengan sendok). Mereka tidak menggunakan piring dan tidak menggunakan sendok. Kebiasaan yang demikian tidak perlu dipertentangkan dengan kebiasaan makan dengan piring dan dengan sendok. Namun, suami atau istri perlu belajar memahami kebiasaan tersebut secara utuh sehingga mengetahui kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jika sudah mengetahuinya, tentu tidak perlu saling mencela.

Jika suami biasa makan dengan tangan, sedangkan keluarga istri biasa makan dengan sendok, sangat bagus suami belajar makan dengan sendok. Tidak baik kiranya jika ketika makan bersama keluarga istri, dia mengambil lauk, sambal, dan lalapan dengan tangan, padahal sudah disiapkan sendok. Penting juga diperhatikan: suami tidak perlu mengatakan kepada keluarga istri misalnya, “Ah, saya biasa makan dengan tangan untuk mensyukuri nikmat dari Allah. Kalau dengan sendok, sepertinya tidak mau mensyukuri nikmat Allah!” 

Setelah makan, dia tidak perlu pula berkata lagi misalnya, “Saya tidak ingin ada yang mubazir. Mubazir adalah teman setan.” Lalu, dia membersihkan sisa makanan yang menempel di tangan dengan mulutnya dan hal itu menumbul suara yang bagi orang lain dapat mengusik kenyamanan. Seyogianya, tindakan itu dihindari. 

Kadang-kadang terjadi butiran atau potongan kecil nasi atau yang lain tertinggal di sela-sela gigi. Akibatnya, timbul ketidaknyamanan. Mungkin ada yang mempunyai kebiasaan berkumur-kumur. Berkumur-kumur (lebih-lebih) ketika masih ada orang lain yang sedang makan dan hal itu dilakukan di dekatnya tentu dapat membuat mereka terusik. 

Di dalam IAMKS (10) telah diuraikan berpakaian bagus ketika pergi ke masjid. Bahkan, telah dikemukakan pula contoh kasus nyata yang tragis. Gegara suami tidak mau berpakaian rapi,  perceraian pun terjadi! Hal itu perlu diambil hikmahnya. 

Di dalam IAMKS (11) ini diuraikan kriteria calon suami .Telah diuraikan pada IAMKS (6) dan IAMKS (7) betapa pentingnya agama bagi pembinaan keluarga sakinah. Berkenaan dengan itu, dalam proses “ta’aruf” calon suami istri sebagai pelaku dan pengalam utama perlu memahami benar bagaimana ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya tentang kewajiban suami dan menjadi istri. Profil calon suami yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan-Nya kiranya yang melaksanakan kewajibannya dengan baik.

Kriteria Calon Suami

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa (4): 34

اَلرِّجَا لُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ ۗ فَا لصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ وَا لّٰتِيْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَا جِعِ وَا ضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِ نْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Oleh karena itu, perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Namun, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar."

Berdasarkan ayat tersebut, calon suami harus mempunyai modal utama sebagai pemimpin. Dalam hubungannya dengan ayat tersebut, di dalam Tafsir Al Azhar (hlm. 1194-1202), Hamka menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin.

Laki-Laki sebagai Pemimpin

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-Maidah (5): 55

اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوا الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَهُمْ رَا كِعُوْنَ

"Sesungguhnya pemimpinmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah)."

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala itu,  kita ketahui bahwa syarat laki-laki yang menjadi pemimpin adalah (1) beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, dan (4) selalu tunduk patuh kepada-Nya. Laki-laki yang demikianlah yang memenuhi syarat dipilih sebagai suami untuk memimpin keluarga.

Karena menakdirkan laki-laki sebagai pemimpin, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah membekalinya dengan kelebihan. Namun, mungkin ada laki-laki yang karena salah didik sejak kecil di keluarga dan/atau salah pergaulan, bekal yang dimilikinya itu tidak diketahuinya sama sekali

Anak laki-laki yang terlalu dilindungi oleh orang tua, tidak mempunyai "daya juang" yang hebat ketika menghadapi masalah di dalam keluarga. Jika sejak kecil laki-laki dimanjakan, demikian pula.

Sadar akan Kewajiban

Laki-laki yang dididik sejak kecil sadar akan kewajibannya, dapat diharapkan kesadaran itu makin kuat. Dengan demikian, dia sudah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menikah. 

Kewajiban suami kepada istri secara rinci dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan hadis sebagai berikut.

Memberikan mahar

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di Al-Qur’an surat an-Nisa (4): 20-21

وَاِ نْ اَرَدْتُّمُ اسْتِبْدَا لَ زَوْجٍ مَّكَا نَ زَوْجٍ ۙ وَّاٰتَيْتُمْ اِحْدٰٮهُنَّ قِنْطَا رًا فَلَا تَأْخُذُوْا مِنْهُ شَيْــئًا ۗ اَ تَأْخُذُوْنَهٗ بُهْتَا نًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا

وَ كَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَا قًا غَلِيْظًا

"Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali sedikit pun darinya. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu."

Berdasarkan kewajiban tersebut, calon suami yang baik adalah laki-laki yang dapat memberikan mahar. Dalam hubungannya dengan mahar, Islam tidak mempersulit. Laki-laki miskin pun pasti dapat membayarnya.

Di dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 1 yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (hlm. 148) dijelaskan betapa mudahnya tuntunan Islam dalam hal mahar, Dijelaskannya bahwa besar kecilnya mahar ditentukan atas persetujuan pihak laki-laki dan pihak perempuan. Hal itu berarti ada proses musyawarah lebih dahulu. Mahar dapat ditawarkan oleh calon suami atau atas permintaan calon istri. 

Dijelaskan pula bahwa mahar merupakan tanggung jawab suami terhadap istri. Pemberian mahar tidak dimaksudkan untuk membeli istri. 

Ada beberapa contoh pernikahan dengan mahar yang sama sekali tidak memberatkan pihak suami. Di dalam HR Abū Dawud dari ‘Uqbah bin ‘Amir dijelaskan bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan (bagi laki-laki). Hadis tersebut disahihkan oleh al-Hakim.

‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرَهُ

“Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah.”

Dalam riwayat Abu Dawud dengan lafaz,

خَيْرُ النِّكَاحِ أَيْسَرُهُ

“Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah."

Hadis tersebut berisi penjelasan bahwa mahar yang paling bagus dan menjadi mahar terbaik adalah mahar yang paling mudah untuk dipenuhi. Inilah yang dipersiapkan oleh calon suami, hendaklah pihak wanita dan perempuan mudah menerima hal ini. Kalau maharnya itu serba sulit dan memberatkan, itu menyelisihi yang dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kalau kita lihat yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mahar yang beliau berikan pada istrinya hanyalah 12,5 uqiyah, itu sekitar 500 dirham, setara dengan 15 juta rupiah. Ini mahar di masa silam yang tidak terlalu mahal.

Ada hadis dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah radiyallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ أَنْ تَتَيَسَّرَ خِطْبَتُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ صَدَاقُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ رَحِمُهَا

“Termasuk berkahnya seorang wanita, yang mudah khitbahnya (melamarnya), yang mudah maharnya, dan yang mudah memiliki keturunan.” (HR. Ahmad, 6: 77. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Mudahnya mahar memiliki manfaat yang begitu besar: Mengikuti sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Memudahkan para pemuda untuk menikah. Mudahnya mahar akan menyebabkan cinta dan langgengnya kasih sayang.

Berkenaan dengan itu, Rasulullah ṣallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menikahkan seorang sahabatnya dengan mahar cincin besi. Hal itu dijelaskan di dalam HR al-Bukhari sebagai berikut.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ سَهْلًا يَقُولُ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ جِئْتُ أَهَبُ نَفْسِي فَقَامَتْ طَوِيلًا فَنَظَرَ وَصَوَّبَ فَلَمَّا طَالَ مُقَامُهَا فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ قَالَ عِنْدَكَ شَيْءٌ تُصْدِقُهَا قَالَ لَا قَالَ انْظُرْ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ وَاللَّهِ إِنْ وَجَدْتُ شَيْئًا قَالَ اذْهَبْ فَالْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ قَالَ لَا وَاللَّهِ وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ وَعَلَيْهِ إِزَارٌ مَا عَلَيْهِ رِدَاءٌ فَقَالَ أُصْدِقُهَا إِزَارِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِزَارُكَ إِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ مِنْهُ شَيْءٌ وَإِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ فَتَنَحَّى الرَّجُلُ فَجَلَسَ فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ فَقَالَ مَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ سُورَةُ كَذَا وَكَذَا لِسُوَرٍ عَدَّدَهَا قَالَ قَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

"Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdul Abu Hazim dari Ayahnya bahwa dia mendengar Sahl berkata, 'Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Saya datang kepada anda untuk menyerahkan diriku kepada anda, " Beliau lalu berdiri lama dan menelitinya dengan saksama, ketika beliau berdiri lama seorang laki-laki berkata, 'Wahai Rasulullah, jika anda tidak berkenan dengannya, maka nikahkanlah aku dengannya.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada laki-laki tersebut, 'Apakah kamu mempunyai sesuatu yang dapat dijadikan mahar untuknya? ' Laki-laki itu menjawab, 'Tidak.' Beliau bersabda, 'Carilah terlebih dahulu.' Lalu laki-laki itu pergi, sesaat kemudian dia kembali dan berkata, 'Demi Allah, aku tidak mendapatkan sesuatu pun.' Beliau bersabda, 'Pergi dan carilah lagi walaupun hanya dengan cincin dari besi.' Kemudian laki-laki itu pergi, tidak berapa lama dia kembali sambil berkata, 'Aku tidak mendapatkan apa-apa walau cincin dari besi.' -Saat itu laki-laki tersebut tengah mengenakan kain sarung, lantas dia berkata, 'Aku akan menjadikan kain sarung ini sebagai mahar.' Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Jika kamu memakaikan kain sarung itu padanya, maka kamu tidak memakai apa-apa, sementara jika kamu yang memakai sarung tersebut, dia tidak memakai apa-apa.' Laki-laki itu duduk termenung, ternyata Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya berpaling, lalu beliau memerintahkan seseorang untuk memanggilnya, maka dipanggilah laki-laki tersebut, beliau bertanya, 'Apakah kamu mempunyai hafalan dari Al-Qur'an? ' Laki-laki itu menjawab, 'Ya, saya telah hafal surat ini dan ini.' Lalu beliau bersabda, 'Oleh karena itu, aku nikahkan kamu dengan wanita itu, dengan mahar apa yang telah engkau hafal dari surat Al-Qur'an."

Beliau pernah menikahkan dengan mahar sepasang terumpah. Beliau pu pernah menikahkan sahabatnya dengan mahar mengajar membaca Al-Qurʻan kepada istri. Bahkan, ada sahabatnya, yakni Ummu Sulaim, dinikahkannya dengan Abū Ṭalhah dengan mahar masuk Islamnya Abū Ṭalhah. Perlu diketahui bahwa Abū Ṭalhah ketika meminang Ummu Sulaim, belum muslim. Ummu Sulaim menyatakan bersedia diperistrinya jika Abū Ṭalhah bersedia masuk Islam dan itulah mahar pernikahannya.

Berdasarkan contoh-contoh tersebut, tidak ada alasan bagi laki-laki untuk takut menikah karena dibayang-bayangi oleh beratnya kewajiban membayar mahar. Meskipun demikian, laki-laki pasti dengan penuh kesungguhan berikhtiar untuk dapat memberikan mahar terbaik buat istri sesuai dengan kemampuannya. Kata kuncinya adalah mahar merupakan tanggung jawab suami, bukan pembelian istri, disepakati suami istri, dan besar kecilnya atau wujudnya tidak memberatkan suami. Jadi, mahar terbaik tidak berarti berlebih-lebihan sebab Allah Subḥanahu wa Taʻala tidak suka terhadap segala sesuatu yang berlebihan.


Allahu a’lam

Mohammad Fakhrudin, 
warga Muhammadiyah, 
tinggal di Magelang Kota 

Iyus Herdiyana Saputra, 
dosen al-Islam dan Kemuhammadiyah, 
Universitas Muhammadiyah Purworejo


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Tri Aji Purbani, A.Md, BI Majelis Ekonomi Bisnis, Pariwisata dan Pengembangan UMKM Pimpinan D....

Suara Muhammadiyah

20 January 2024

Wawasan

Oleh: Wildan dan Nucholid Umam Kurniawan "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu  Pemeri....

Suara Muhammadiyah

1 November 2023

Wawasan

Menilai Kualitas Ketakwaan Selepas Ramadhan Oleh: Mohammad Fakhrudin, Warga Muhammadiyah Magelang ....

Suara Muhammadiyah

15 April 2024

Wawasan

Meneladani Empat Sifat Utama Dr. Masud HMN, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)....

Suara Muhammadiyah

29 May 2024

Wawasan

Pancasila dalam Pengamalan Oleh: Immawan Wahyudi, Dosen FH UAD Meskipun kontroversial, peringatan ....

Suara Muhammadiyah

9 June 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah