Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (3)

Publish

21 September 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
2058
Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (3)

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (3)

Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra

Pada Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (2) telah diuraikan cukup banyak sikap  dan perilaku orang yang berpendapat bahwa menikah sebagai ibadah sejak awal berproses. Pada dasarnya jika belum dipertemukan oleh Allah Subḥānahu wa Taʻāla dengan calon suami atau istri yang dijemputnya, dia mawas diri sesuai dengan tuntunan Al-Qurʻan dan hadis. Dia selalu husnuzan!

Memang demikianlah; ikhtiar harus dilakukan sejak awal, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Pada Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (3) ini diuraikan lagi sikap dan perilaku orang yang berpandangan bahwa menikah merupakan ibadah. 

Perempuan yang Baik untuk Laki-Laki yang Baik. Allah Subḥānahu wa Taʻāla berfirman di dalam Al-Qurʻan surat an-Nur (24): 26,

اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَا لْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِ ۚ وَا لطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَا لطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِ ۚ اُولٰٓئِكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَ ۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ

"Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga)."

Siapa yang menentukan baik buruknya perempuan dan laki-laki? Bagi orang yang berpandangan bahwa menikah adalah ibadah, jawabannya adalah Allah Subḥānahu wa Taʻāla dan Rasul-Nya! Oleh karena itu, laki-laki yang ingin dipertemukan oleh Allah Subḥānahu wa Taʻāla dengan perempuan yang baik, dia berdoa dan berikhtiar untuk menjadi laki-laki yang baik. Tidak berbeda halnya perempuan. Karena ingin dipertemukan dengan laki-laki yang baik, dia pun berdoa dan berikhtiar untuk menjadi perempuan yang baik. 

Berdoa, Berikhtiar dan Didoakan

Sudah diuraikan bahwa menjemput jodoh perlu dilakukan secara terpadu, yakni berdoa dan berikhtiar. Baik laki-laki maupun perempuan, perlu melakukan hal yang sama. 

Anak yang saleh selalu husnuzan pada orang tuanya. Orang tua yang saleh selalu husnuzan pada anaknya. Ketika anak menetapkan pilihan calon suami atau istri, orang tuanya berpikiran positif. Mereka percaya bahwa anaknya telah berproses sesuai dengan yang diharapkannya. Mereka optimistis bakal memperoleh menantu yang saleh. Sebaliknya, jika orang tua memilihkan calon suami atau istri, anaknya berpikir positif pula. Dia yakin bahwa orang tuanya pasti memilihkan orang yang terbaik. Dia yakin bahwa mereka pasti telah berdoa dan berikhtiar yang terbaik untuk dirinya. Dia yakin bahwa calon suami atau istri yang dipilihkan oleh orang tuanya adalah orang yang terbaik. 

Masih ada lagi hal yang perlu mendapat perhatian. Di samping berdoa dan berikhtiar adalah didoakan,  terutama doa dari orang tua dan orang saleh. Agar memperoleh doa dari mereka, tidak ada jalan lain, kecuali menjadi “anak” saleh. Jika berstatus sebagai mahasiswa, dia menjadi mahasiswa saleh. Jika tinggal di rantau sebagai “kontraktor”,  dia menyewa rumah yang dekat dengan masjid atau musala. Jika lebih mahal biayanya, dia menjadikannya sebagai investasi untuk memperoleh keberkahan. Dia menjadi aktivis masjid atau musala itu. Dengan cara demikian, kesempatan berdoa, berikhtiar, dan didoakan terbuka lebar. Hal ini berarti bahwa dia mempunyai peluang yang besar dipertemukan dengan jodoh yang terbaik menurut Allah Subḥānahu wa Taʻāla. 

Jika tinggal di rumah sendiri, dia aktif di masjid atau musala juga. Dia yakin bahwa masjid atau musala berisi orang-orang saleh. Tempat itu merupakan salah satu tempat yang lebih afdal untuk berdoa. Di samping itu, dia aktif berorganisasi dan aktif beraktivitas seperti olahraga, kesenian, atau juga aktivitas sosial. Pendek kata, dia menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. 

Jika sudah bekerja, dengan profesi sebagai apa pun, dia menjadi pekerja yang saleh. Dia melakukan yang terbaik. Pekerjaan apa pun dijalani secara profesional, sebagaimana dijelaskan di dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHI WM) (hlm. 86-87), antara lain,  pekerjaan itu dijalani sesuai dengan keahliannya dengan penuh kesetiaan (komitmen), kecakapan (skill), dan tanggung jawab yang sepadan sehingga bukan semata-mata urusan mencari nafkah berupa materi belaka. Hal itu sesuai dengan firman Allah Subḥānahu wa Taʻāla di dalam Al-Qurʻan surat al-Isra’ (17): 84

قُلْ كُلٌّ يَّعْمَلُ عَلٰى شَا كِلَتِهٖ ۗ فَرَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ اَهْدٰى سَبِيْلًا

"Katakanlah (Muhammad), "Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing." Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya."

Di dalam pedoman itu dijelaskan pula bahwa orang yang bekerja secara profesional melakukan pekerjaannya itu dengan sepenuh hati dan kejujuran sebagai wujud menunaikan ibadah dan kekhalifahan di muka bumi ini. Dia sadar bahwa segala aktivitasnya sebagai apa pun harus dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah Subḥānahu wa Taʻāla sebagaimana dijelaskan dengan firman-Nya di dalam Al-Qurʻan surat az-Zariyat (51): 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."

Karena bekerja dengan landasan beribadah kepada Allah Subḥānahu wa Taʻāla, dia selalu taat pada-Nya: apa yang diperintahkan-Nya dikerjakan, sedangkan apa yang dilarang-Nya ditinggalkan. Dia tidak pernah mengeluh meskipun menghadapi tugas yang sangat berat. Dia tidak pernah menyerah.

Di balik semua itu, dia tetap sadar akan keterbatasannya. Tidak ada sedikit pun kesombogan. Tidak pernah merasa pintar apalagi merasa paling pintar. Baginya bukan dirinya yang pintar, melainkan Allah Subḥānahu wa Taʻāla yang memudahkan pekerjaannya. Oleh karena itu, dia selalu mau bekerja sama dengan teman-temannya. 

Bekerja sama baginya sangat penting untuk kesuksesan dalam pelaksanaan tugas. Hal itu sesuai dengan yang dijelaskan di dalam PHI WM, yakni mengembangkan prinsip bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan, serta tidak bekerja sama dalam dosa dan permusuhan sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qurʻan surat al-Maidah (5): 2

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَآئِرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَـرَا مَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَۤائِدَ وَلَاۤ آٰ مِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَـرَا مَ يَبْـتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَا نًا ۗ وَاِ ذَا حَلَلْتُمْ فَا صْطَا دُوْا ۗ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰ نُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَـرَا مِ اَنْ تَعْتَدُوْا ۘ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَا لتَّقْوٰى ۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِ ثْمِ وَا لْعُدْوَا نِ ۖ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban), dan Qalaid (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya."

Karena dia bekerja secara profesional, doa kebaikan dari temannya, bawahannya (jika menjadi pimpinan), dan pimpinannya (jika menjadi bawahan) pasti mengalir deras. Hal itu berarti terbuka sangat lebar peluang harapannya untuk dipertemukan dengan jodoh terbaik.

Jika berbisnis, dia melakukan bisnisnya dengan mencontoh pebisnis sukses yang merujuk pada nilai-nilai bisnis Islami. Kejujuran dijunjung tinggi. Dia  pun selalu menyisihkan sebagian keuntungannya untuk infak, zakat, jariyah, dan sedekah. Dia sadar bahwa harta yang dibelanjakannya di jalan Allah itulah berdagang sebenarnya perdagangan yang tidak pernah merugi yang keuntungannya menjadi bekal hidup abadi.

Allahu aʻlam


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Malaysia: Menyusuri Jejak Orang Kerinci Oleh: Mahli Zainuddin Tago Hulu Langat-Selangor Malaysia, ....

Suara Muhammadiyah

28 June 2024

Humaniora

Cerpen: Mustofa W Hasyim Dengan mudik dia merasa menjadi manusia. Dia baru menyadari ketika mudik d....

Suara Muhammadiyah

26 January 2024

Humaniora

Hidup itu misteri. Tak ada seorang pun di persada buana ini dapat membongkar kontak pandora untuk me....

Suara Muhammadiyah

6 July 2024

Humaniora

Deni Asyari; Tukang Adzan Ekonomi Jamaah Muhammadiyah Oleh: Ganjar Sri Husodo “Ternyata, har....

Suara Muhammadiyah

2 November 2023

Humaniora

Bahagia Bersama 'Aisyiyah Oleh: Amalia Irfani, LPPA PWA Kalbar Bahagia merupakan keinginan atau tu....

Suara Muhammadiyah

14 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah