MEKKAH, Suara Muhammadiyah – Udara pagi di Bandara Internasional King Abdulaziz, Jeddah terasa begitu istimewa bagi Ryan Dwi Pambudi. Pemuda 27 tahun asal Magetan, Jawa Timur ini tak kuasa menahan haru ketika akhirnya menginjakkan kaki di tanah suci setelah menunggu selama 13 tahun. Wajahnya yang teduh menyimpan seribu makna, mengingat perjalanan panjang yang dilaluinya untuk sampai pada momen bersejarah ini.
Ryan termasuk generasi Z yang beruntung bisa menunaikan ibadah haji di usia muda. Kisahnya bermula pada tahun 2012 silam, ketika ia masih duduk di bangku SMP. Saat itu, tanpa pemahaman yang mendalam tentang ibadah haji, Ryan kecil didaftarkan oleh orang tuanya. "Saya masih ingat betul, waktu itu langsung dijemput sepulang sekolah dengan masih mengenakan seragam dan jaket," kenang Ryan, Senin (2/6/2025).
Di balik pendaftaran dini itu, tersimpan kisah mengharukan. Tahun 2011 menjadi tahun yang berat bagi keluarga Ryan. Kakak laki-lakinya meninggal dunia, dan tak lama setelahnya orang tuanya berangkat haji. "Saat pulang dari tanah suci, orang tua hanya memiliki saya sebagai anak satu-satunya. Mungkin itu yang mendorong mereka untuk mendaftarkan saya sejak dini," ujar Ryan dengan suara yang bergetar penuh emosi.
Perjalanan menanti panggilan haji ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Ryan harus bersabar selama 13 tahun, dengan sempat menjadi cadangan pada tahun 2024 sebelum akhirnya dipanggil di tahun 2025 ini. "Proses menunggu ini mengajarkan saya banyak tentang kesabaran dan keikhlasan," tuturnya. Selama masa penantian itu, hidup Ryan mengalami banyak perubahan signifikan. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya di Universitas Brawijaya Malang, membangun kehidupan rumah tangga, dan kini telah dikaruniai seorang putri.
Di tengah kesibukannya sebagai keluarga muda, Ryan juga mengembangkan bisnis roti "Ana Bakery" yang merupakan usaha lanjutan dari ibundanya. Bisnis ini terus berjalan meski ia harus meninggalkannya sementara untuk menunaikan ibadah haji. "Alhamdulillah, karyawan bisa menjalankan usaha dengan mandiri. Saya hanya perlu memantau melalui video call sesekali," ujarnya dengan bangga.
Pengalaman spiritual Ryan di tanah suci memberikan kesan yang mendalam. Sebagai jamaah haji generasi muda, ia merasakan pengalaman yang berbeda dibanding jamaah sepuh. "Saya menyadari kelebihan fisik muda yang saya miliki, sehingga bisa lebih banyak membantu sesama jamaah," tuturnya. Ia menggambarkan pengalaman spiritualnya dengan penuh kekaguman, "Ketika melaksanakan thawaf sunnah hingga waktu dhuha, rasanya semua dilakukan dengan penuh kemudahan. Seolah ada energi khusus dari Allah yang menguatkan."
Menurutnya, saat di tanah air untuk bangun jam 3 pagi untuk menjalankan shalat di sepertiga malam sungguh berat. Bahkan bisa bangun mepet jam 4 yang notabene menjelang subuh. Namun saat di tanah suci ini, bangun jam 2 pagi untuk shalat dilanjutkan membaca kitab suci Al-Qur'an seperti dipermudah. Secara kuantitas bacaan pun bertambah, yang tadinya maksimal dapat membaca 1 juz, kini dapat lebih-lebih dari itu.
Dukungan keluarga, terutama dari sang ibu, menjadi kekuatan terbesar Ryan selama menjalani ibadah haji. "Ibu tidak pernah berhenti mengingatkan saya untuk memperbanyak istighfar dan doa," ujarnya. Hubungannya dengan ibu semakin erat setelah kepergian sang kakak. "Kami saling menguatkan, dan haji ini menjadi salah satu bentuk penguatan hubungan kami," tambah Ryan.
Sebagai generasi Z, Ryan memiliki pandangan unik tentang makna ibadah haji. Baginya, haji bukan sekadar status sosial atau gelar keagamaan. "Generasi kami memandang haji sebagai sebuah transformasi spiritual yang mendalam. Bukan tentang gelar 'Pak Haji' yang melekat setelah pulang, tapi lebih pada perubahan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari," tegasnya.
Ryan aktif membagikan pengalaman spiritualnya melalui media sosial. "Saya ingin teman-teman sebaya memahami bahwa haji bukan hanya untuk orang tua atau mereka yang sudah uzur. Jika ada rezeki dan kesempatan, mengapa tidak dimulai sejak muda?" ujarnya penuh semangat.
Kembalinya Ryan dari tanah suci membawa sejuta harapan baru. Ia bertekad kuat untuk mempertahankan semangat ibadah yang telah diraihnya. "Saya berharap bisa mengajak keluarga kecil saya untuk menunaikan umrah, bahkan mungkin haji lagi jika Allah memberikan kesempatan," ucapnya penuh harap.
Di bidang bisnis, Ryan berkomitmen untuk mengembangkan Ana Bakery dengan prinsip syariah yang lebih kuat. "Ke depan, Ana Bakery akan lebih memperhatikan aspek kehalalan dan keberkahan dalam setiap proses produksi," janjinya dengan penuh keyakinan.
Selain membagikan kisah inspiratifnya, Ryan memiliki kesan tersendiri terhadap Muhammadiyah. Baginya, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan turut menjadi denyut nadi yang secara konsisten memfasilitasi dan membersamai setiap jenjang kehidupannya. Dari bangku pendidikan hingga urusan kesehatan dan kegiatan sosial, kiprah Muhammadiyah terasa begitu nyata, membentuk jembatan maslahat bagi Ryan dan masyarakat.
Setiap Ahad pagi, Ryan rutin mengunjungi pesantren Muhammadiyah yang berlokasi di Panti Asuhan Muhammadiyah Magetan. Baginya, tempat itu menjadi wadah yang telah banyak membentuk karakter dan pengetahuannya. Lebih dari itu, keponakannya yang kini tanpa ibu, mendapatkan kesempatan berharga untuk mengenyam pendidikan di sekolah Muhammadiyah berkat dukungan penuh dari orang tua Ryan. Ini adalah bukti nyata bagaimana Muhammadiyah hadir sebagai lentera harapan, bahkan di tengah kondisi sulit.
"Pendidikan di daerah saya juga sebagai tempat belajar adik saya," tutur Ryan. "Dan banyak juga rekan-rekan atau ustadz kenalan yang berasal dari pondok Muhammadiyah, dan itu di Jawa Tengah juga banyak sekali." Jaringan pendidikan Muhammadiyah yang luas ini telah melahirkan banyak individu berkualitas, yang kemudian menyebar dan turut berkontribusi di berbagai lini kehidupan.
Saat mengantar pasien ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Ryan selalu merasakan kualitas pelayanan yang luar biasa. Baik dari fasilitas rumah sakit maupun para dokternya, semuanya mumpuni. Lebih dari sekadar penanganan medis, ada pengalaman spiritual yang mendalam yang Ryan rasakan.
"Pas Zuhur di RS PKU itu, biasanya ada kultum yang diisi pegawai-pegawai RS-nya," kenang Ryan. "Sangat bagus sekali, banyak menguatkan pasien-pasien atau keluarga, membuat tambah rida dengan takdir." Momen-momen rohani ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah peduli pada kesembuhan fisik, sekaligus juga ketenteraman batin pasien dan keluarga mereka.
Di bidang sosial, peran Muhammadiyah juga tak kalah menonjol. Selain kegiatan rutin Ahad pagi dan berbagai acara di panti asuhan Muhammadiyah, Ryan juga menyaksikan bagaimana organisasi ini memfasilitasi rangkaian acara manasik haji secara gratis di Magetan setiap hari Sabtu. Sebuah inisiatif luar biasa yang membuka pintu bagi banyak orang untuk mempersiapkan diri menunaikan ibadah haji.
"Jadi, masyaallah banyak sekali bantuan ataupun kiprah terhadap masyarakat," ungkap Ryan. "Dan saya salah satu yang merasakan dimudahkan atau dibantu atas kehadiran Muhammadiyah di tengah-tengah masyarakat,” imbuhnya.
Bagi Ryan, kehadiran Muhammadiyah di tengah masyarakat adalah sebuah berkah tak terhingga. Ia berharap, Muhammadiyah akan terus tumbuh besar, semakin berkah, mampu menjangkau seluruh penjuru Indonesia, dan semakin banyak masyarakat yang dapat merasakan maslahat dari persyarikatan yang didirkan KH Ahmad Dahlan ini. (Riz)