Investasi Israel hingga Faktor Keyakinan, Ini Motif Papua Nugini Tolak Palestina

Publish

18 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
390
Foto Istimewa

Foto Istimewa

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini menjadi sorotan setelah sepuluh negara menolak resolusi kemerdekaan Palestina. Salah satunya adalah Papua Nugini (PNG), negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Keputusan ini menimbulkan tanda tanya besar, mengingat sebagian besar negara Asia-Pasifik, termasuk ASEAN, justru mendukung Palestina.

Pakar Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ali Maksum, S.Sos., M.A., Ph.D., menegaskan bahwa penolakan tersebut tidak lepas dari kalkulasi politik luar negeri berbasis kepentingan nasional.

“Negara-negara yang menolak, seperti Amerika Serikat, Hungaria, dan Papua Nugini, melakukannya karena faktor kepentingan nasional. Amerika, misalnya, menilai dengan menolak kemerdekaan Palestina ada keuntungan strategis yang bisa diperoleh. Begitu pula negara lain, mereka menimbang untung-rugi politik dan ekonomi,” jelas Ali, Rabu (17/9).

PNG dinilai berbeda dari negara-negara tetangga regionalnya. Beberapa negara ASEAN yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, seperti Singapura, Thailand, dan Filipina, justru mendukung Palestina.

“Ini menarik, karena meskipun Singapura atau Thailand punya kedekatan dengan Israel, mereka tetap mendukung Palestina. Alasan utamanya lebih pada stabilitas politik domestik dan menjaga kepentingan ekonomi kawasan. Jika menolak, mereka justru bisa menghadapi risiko, termasuk terganggunya hubungan investasi lintas negara,” terangnya.

Ali menjelaskan, sikap PNG dipengaruhi kombinasi faktor ekonomi dan ideologis. Hubungan PNG dengan Israel semakin erat, terutama karena kepentingan besar untuk menarik investasi di sektor pertanian dan teknologi. Bahkan, Israel telah menyediakan lahan di Yerusalem untuk pembangunan kantor Kedutaan Besar PNG, bukti adanya simbiosis ekonomi-politik.

Selain itu, faktor keyakinan juga berpengaruh. PNG memiliki komunitas Kristen-Yahudi yang cukup kuat dan dikenal pro-Israel. Hal ini diyakini ikut membentuk arah kebijakan luar negerinya.

Kondisi tersebut membuat peran PBB dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina seakan buntu. Menurut Ali, berbagai upaya, baik melalui jalur diplomasi maupun bantuan kemanusiaan, kerap terhambat oleh kepentingan negara-negara besar.

“Kalau kita lihat, meskipun ada negara Eropa Barat seperti Spanyol dan Prancis yang mulai mendukung Palestina secara terbuka, itu pun sering karena tekanan politik domestik. Amerika sendiri menghadapi protes besar, tetapi kebijakan luar negerinya tidak berubah karena pengaruh kuat Israel,” ujarnya.

Sementara itu, Indonesia tetap konsisten mendukung Palestina di berbagai forum internasional. Ali menegaskan, meski hasil diplomasi belum maksimal, konsistensi Indonesia tetap penting.

“Diplomasi kita sudah maksimal sejauh ini, meski jelas tidak bisa sendirian. Kita harus terus memperjuangkan Palestina karena itu bagian dari komitmen sejarah politik luar negeri Indonesia. Selama belum ada tatanan dunia baru yang bisa menggantikan peran PBB, perjuangan ini harus tetap dilanjutkan,” tegasnya. (NF)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

PALANGKA RAYA, Suara Muhammadiyah - Lembaga Pos Bantuan Hukum (Posbakum) ‘Aisyiyah Kalimantan ....

Suara Muhammadiyah

3 January 2025

Berita

SLEMAN, Suara Muhammadiyah - Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah meray....

Suara Muhammadiyah

19 June 2024

Berita

SINGARAJA, Suara Muhammadiyah - Tuntutan publikasi sekolah di era digital saat ini tidak mudah.....

Suara Muhammadiyah

21 August 2024

Berita

PEKANBARU, Suara Muhammadiyah – Pada puncak Milad ke-113 Muhammadiyah yang digelar Pimpinan Wi....

Suara Muhammadiyah

23 November 2025

Berita

BANDAACEH, Suara Muhammadiyah - Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh (FE Unmuha)....

Suara Muhammadiyah

12 June 2024