Bagaimana Islam Wasathiyah Diterapkan dalam Konteks Dakwah Digital dan Tantangan Era Post-Truth?
Oleh: Rusydi Umar, Anggota MPI PP Muhammadiyah (2015-2022), Dosen S3 Informatika Universitas Ahmad Dahlan
Islam Wasathiyah telah menjadi bagian penting dalam perjalanan panjang Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan Islam. Sejak awal, Muhammadiyah menegaskan posisinya sebagai gerakan yang tidak hanya mengedepankan pemurnian akidah, tetapi juga pembaruan dalam berbagai aspek kehidupan. Konsep ini semakin mendapatkan perhatian besar seiring dengan munculnya berbagai tantangan baru, terutama dalam era digital yang dipenuhi oleh fenomena post-truth.
Dalam sejarahnya, Muhammadiyah telah meneguhkan prinsip Islam Wasathiyah sejak Muktamar Tarjih ke-22 pada tahun 2003, ketika konsep moderasi Islam mulai diperjelas dalam konteks Islam Berkemajuan. Tonggak-tonggak penting lainnya, seperti Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar pada 2015 dan Deklarasi Bogor 2018, semakin memperkuat komitmen Muhammadiyah terhadap prinsip jalan tengah dalam berislam. Pada Muktamar ke-48 di Surakarta tahun 2022, Islam Wasathiyah kembali ditegaskan sebagai strategi menghadapi tantangan global, termasuk tantangan digital yang semakin kompleks. Puncaknya, Pengajian Ramadan PP Muhammadiyah tahun ini mengangkat Islam Wasathiyah sebagai tema utama, menegaskan bahwa konsep ini bukan sekadar wacana, tetapi harus diwujudkan dalam kehidupan nyata, termasuk dalam dakwah di dunia digital.
Islam Wasathiyah memiliki tujuh karakter utama yang menjadi pijakan dalam implementasinya, yaitu:
- Tawassuth (Moderat) – Menghindari sikap ekstrem dalam beragama.
- Tawazun (Seimbang) – Mencari keseimbangan antara dunia dan akhirat, akal dan wahyu, tradisi dan modernitas.
- I’tidal (Adil) – Bersikap adil dalam menilai dan bertindak, tidak berat sebelah.
- Tasamuh (Toleran) – Menghargai perbedaan dan tidak mudah menghakimi pihak lain.
- Syura (Musyawarah) – Mengedepankan musyawarah dalam mengambil keputusan.
- Islah (Reformasi) – Terus berusaha memperbaiki keadaan dengan semangat pembaruan.
- Qudwah (Keteladanan) – Menjadi teladan dalam setiap aspek kehidupan.
Pengajian Ramadan PP Muhammadiyah tahun ini mengangkat tiga poin penting dalam mengembangkan Islam Wasathiyah, yaitu:
- Penguatan Akidah yang Rasional dan Berkemajuan – Menekankan pemahaman Islam yang berbasis ilmu dan akal sehat, sehingga umat tidak mudah terpengaruh oleh propaganda atau hoaks.
- Penerapan Islam Wasathiyah dalam Tatanan Sosial – Mendorong umat Islam untuk aktif dalam membangun harmoni sosial dengan sikap moderat, inklusif, dan menghargai perbedaan.
- Strategi Dakwah Digital yang Efektif – Menjadikan dunia digital sebagai sarana utama dalam menyebarkan nilai-nilai Islam Wasathiyah secara cerdas, santun, dan relevan dengan perkembangan zaman.
Era digital telah membawa perubahan besar dalam cara dakwah dilakukan. Media sosial dan platform daring kini menjadi sarana utama dalam menyebarkan nilai-nilai Islam, termasuk Islam Wasathiyah. Namun, di sisi lain, muncul tantangan baru yang tidak bisa diabaikan, yaitu fenomena post-truth. Dalam kondisi di mana emosi lebih dominan daripada fakta, dakwah Islam Wasathiyah menghadapi ujian berat untuk tetap menyampaikan pesan kebenaran dengan cara yang efektif dan tidak terjebak dalam polarisasi.
Dakwah digital yang berlandaskan Islam Wasathiyah harus berangkat dari prinsip utama, yaitu keseimbangan antara akidah, ilmu, dan adab. Dalam konteks post-truth, di mana informasi sering kali disebarkan tanpa verifikasi yang jelas, pendekatan dakwah yang rasional dan berbasis ilmu menjadi semakin penting. Muhammadiyah, dengan tradisi intelektualnya yang kuat, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pesan dakwah yang disampaikan tidak hanya benar secara teologis, tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah memperkuat literasi digital di kalangan dai dan aktivis Muhammadiyah. Mengingat arus informasi yang sangat cepat dan sering kali bias, diperlukan kemampuan untuk memilah mana informasi yang valid dan mana yang merupakan distorsi fakta. Literasi digital ini tidak hanya meliputi kemampuan teknis dalam menggunakan media sosial, tetapi juga mencakup pemahaman mendalam tentang bagaimana informasi dikonstruksi, disebarkan, dan diterima oleh audiens.
Selain itu, dakwah Islam Wasathiyah di era digital juga harus mengedepankan pendekatan persuasif yang menghindari konfrontasi. Dalam dunia maya, diskusi sering kali berujung pada debat yang tidak produktif, bahkan berpotensi memicu konflik yang lebih luas. Oleh karena itu, pendekatan dakwah yang mengedepankan kelembutan, dialog yang terbuka, serta penghargaan terhadap perbedaan pendapat harus menjadi strategi utama dalam menyampaikan pesan Islam.
Di sisi lain, penting bagi Muhammadiyah untuk terus mengembangkan ekosistem digital yang sehat. Ini bisa dilakukan dengan membangun platform dakwah yang kredibel dan profesional, serta mendorong konten-konten Islam Wasathiyah yang berkualitas. Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan dan analitik data juga bisa menjadi alat penting dalam memahami pola konsumsi informasi umat, sehingga strategi dakwah bisa lebih tepat sasaran dan efektif.
Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah memiliki peran strategis dalam penguatan dakwah Islam Wasathiyah di era digital. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam bidang informasi dan publikasi, MPI dapat mendorong produksi konten digital yang berkualitas, baik dalam bentuk tulisan, video, maupun infografis yang mudah dipahami masyarakat luas. Selain itu, MPI juga dapat memperkuat literasi digital di kalangan dai dan mubaligh Muhammadiyah, agar mereka mampu menghadapi tantangan era post-truth dengan pendekatan yang berbasis data dan ilmu pengetahuan. Pengembangan platform digital Muhammadiyah yang lebih interaktif dan menarik, serta kolaborasi dengan berbagai media Islam lainnya, juga menjadi langkah penting yang bisa diambil oleh MPI dalam memastikan Islam Wasathiyah tetap menjadi nilai utama dalam dakwah digital.
Tantangan lain dalam era post-truth adalah maraknya hoaks dan disinformasi yang sering kali mengatasnamakan agama. Dalam kondisi seperti ini, Muhammadiyah memiliki peran strategis sebagai penjaga keseimbangan dan kebenaran. Keberpihakan pada fakta dan data yang valid harus menjadi karakter utama dalam setiap pesan dakwah yang disampaikan. Hal ini selaras dengan prinsip Islam Berkemajuan yang selalu menekankan pentingnya akal sehat dan ilmu pengetahuan sebagai pilar utama dalam beragama.
Menghadapi era digital yang semakin dinamis, Muhammadiyah juga harus terus berinovasi dalam menyampaikan dakwah. Model dakwah konvensional yang berbasis ceramah perlu dikombinasikan dengan pendekatan yang lebih interaktif dan kreatif, seperti diskusi daring, video edukatif, hingga pemanfaatan teknologi virtual reality untuk pengalaman dakwah yang lebih mendalam. Dengan demikian, Islam Wasathiyah dapat terus relevan dan menjadi solusi bagi tantangan zaman.
Pada akhirnya, Islam Wasathiyah dalam dakwah digital bukan sekadar tentang bagaimana menyampaikan pesan yang moderat, tetapi juga tentang bagaimana membangun ekosistem digital yang mencerminkan nilai-nilai Islam Berkemajuan. Muhammadiyah, dengan segala pengalaman dan kontribusinya dalam membangun peradaban Islam, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa Islam Wasathiyah tidak hanya menjadi slogan, tetapi benar-benar menjadi realitas dalam kehidupan umat di era digital ini.