YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Gerakan Subuh Mengaji (GSM) yang dilaksanakan secara daring pada Kamis (30/10) mengusung tema “Tantangan Dakwah Muballighat Aisiyah”. Acara ini dihadiri oleh Dra Ia Kurniati, MPd, Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Barat sebagai narasumber.
Dalam paparannya, Kurniati mengatakan bahwa tugas sebagai Persyarikatan tujuannya adalah berdakwah. Dalam konteks berdakwah, tidak hanya untuk orang lain, tetapi yang terpenting adalah berdakwah untuk diri sendiri. Yakni sejauh mana dalam memahami dan mengimplementasikan seluruh nilai-nilai agama yang menjadi fondasi utama dalam kehidupan.
“Semua itu dilakukan dengan penuh kesabaran, ikhtiar, dan dengan kepastian dan keyakinan kita semua bisa berubah untuk mencapai kepada hal yang lebih baik lagi,” tuturnya.
Kurniati mengatakan, dakwah merupakan ajaran Islam yang sudah semestinya dilakukan oleh seluruh umat Muslim. Apalagi, Nabi Muhammad Saw mengajarkan dalam berdakwah tidak boleh menggunakan kata-kata kasar, tetapi kata-kata lembut mesti diutamakan. Kendati dakwah Nabi mendapat respons negatif dari masyarakat Makkah saat itu.
“Perlakuan yang kasar itu tidak dilawan dengan sebuah perlawanan yang bengis, justru Nabi menunjukkan wajah yang penuh kekeluargaan. Beliau datang dengan kasih sayang dan kelembutan. Allah telah membekali Nabi bukan dengan sikap yang kasar, tapi Nabi dalam berdakwahnya menampilkan sikap-sikap yang menyenangkan, sehingga itulah yang melahirkan kemenangan,” ujarnya.
Maka, dalam berdakwah jangan apatis. Karena itu Muhammadiyah dan Aisyiyah harus terus bergerak menjalankan dakwah di akar rumput. Dakwahnya harus bisa mencerahkan dan memajukan kehidupan. Di sinilah tantangan dakwah yang sebenarnya.
“Betapa beratnya kita dengan dakwah. Karena mereka di luar sana baik siapa pun itu masih menggerakkan ilmu dan pemahaman kepada saudara-saudara kita, sehingga inilah tantangan dakwah kita. Kita harus cepat kilat pengaruh-pengaruh yang dihadapi oleh saudara-saudara kita,” terangnya.
Dari situ kemudian, tugas mubaligh menjadi sangat tidak mudah. Kurniati mengungkapkan, mubaligh harus memiliki kepribadian yang tangguh dan berkeahlian. Yakni orang yang menyampaikan ajaran Islam secara lisan atau tulisan untuk diri sendiri, terutama bagi orang lain agar bisa menjalani kehidupan sesuai dengan petunjuk agama.
“Mubaligh itu seluruh dirinya sendiri, maka ciri khasnya harus punya kepribadian yang tangguh. Dakawah sekarang berbeda dengan zaman dahulu. Kita harus tahan dalam kesulitan dan bangkit setelah jatuh. Sebagai pribadi Muslim, ini sudah harus menjadi kepribadian kita,” tuturnya.
Lebih dari itu, Mubaligh harus cepat dalam menangani transformasi di kehidupan masyarakat. Tantangan dakwahnya di sini amat berat. “Perubahan itu sangat cepat. Kita akan terbelalak kalau tidak cepat dan lincah dalam perubahan yang ada,” ulasnya. Maka, Kurniati mengajak kepada seluruh mubaligh harus gesit pada kebutuhan jamaah dan masyarakat. “Mubaligh harus cepat merespons berbagai kebutuhan spiritual, sosial, dan ilmu,” tegasnya. (Cris/Lika/Azka)