BENGKULU, Suara Muhammadiyah - Ratusan mahasiswa program studi Ilmu Hukum, Sabtu (24/05) khitmat berkumpul di aula Hasan Diin kampus 4 Universitas Muhammadiyah Bengkulu, ratusan mahasiswa tersebut antuasias kuliah pakar dengan tema Konstitusi dan Demokrasi – Menjaga Keseimbangan antara Kedaulatan Rakyat dan Supremasi Hukum.
Kuliah pakar kali ini sangat istimewa karena menghadirkan ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.,M.H. Dalam kesempatan yang sama dilakukan penandatangan MoU antara Kongres Advocat Indonesia (KAI) dengan Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Bengkulu,
Rektor Dr. Susiyanto, M.Si dalam sambutannya menyampaikan apresiasi dan kebanggaannya atas kesediaan Prof. Jimly hadir dan berbagi ilmu dan pengalaman bersama mahasiswa UMB.
“Suatu kebangggan bagi kami, UMB kehadiran tokoh bangsa, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, kehadiran prof akan memberikan motivasi bagi mahasiswa UMB khususnya mahasiswa fakultas hukum untuk konsisten menyiapkan diri dan terus mengawal konstitusi dan menjaga demokrasi di Negara kita”, ungkap rektor.
Lebih jauh ia berharap kehadiran Prof Jimly mampu menginspirasi mahasiswa untuk konsisten berjuang menegakkan kebenaran dan supremasi hukum sebagaimana telah dicontohkan oleh prof. Jimly dalam beragam amanah dan lembaga yang dipimpinnya.
Sementara itu, Prof Dr Jimly Asshiddiqie dalam paparannya menyebut dalam negara demokrasi konstitusional, dua prinsip fundamental harus senantiasa dijaga keseimbangannya: kedaulatan rakyat dan supremasi hukum. Kedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, sedangkan supremasi hukum (rule of law) mengharuskan bahwa segala bentuk kekuasaan dijalankan berdasarkan hukum yang adil dan konstitusi yang menjadi hukum tertinggi.
Secara konsisten menekankan bahwa demokrasi tidak cukup hanya dengan proses elektoral seperti pemilu. Dalam berbagai tulisannya, termasuk dalam "Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia", ia menyatakan bahwa demokrasi harus ditopang oleh kerangka hukum yang kuat, termasuk pengakuan atas hak-hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, dan prinsip checks and balances.
Ia menyebut, konstitusi bukan hanya dokumen hukum, tetapi juga merupakan konsensus moral dan politik bangsa. Oleh karena itu, konstitusi harus menjadi pedoman dalam menjaga keseimbangan antara kehendak mayoritas (melalui mekanisme demokratis) dan perlindungan atas hak-hak minoritas (melalui prinsip supremasi hukum). Dalam pandangannya, inilah wujud dari demokrasi konstitusional, yang membedakannya dari sekadar demokrasi mayoritarian.
Jimly mengingatkan dalam praktiknya, keseimbangan ini sering menghadapi tantangan: Ketika suara mayoritas rakyat dalam pemilu justru melahirkan pemerintahan yang cenderung otoriter dan abai terhadap hukum. Ketika hukum digunakan secara represif untuk membungkam kritik atas nama stabilitas.
Jimly menggarisbawahi pentingnya lembaga-lembaga negara yang independen, seperti Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Ombudsman, sebagai bagian dari mekanisme kontrol agar kedaulatan rakyat tidak berubah menjadi tirani mayoritas, dan supremasi hukum tidak digunakan untuk menjustifikasi kekuasaan yang menyimpang.
Oleh karena itu, menjaga keseimbangan antara kedaulatan rakyat dan supremasi hukum tidak bisa hanya mengandalkan norma hukum tertulis, tetapi juga memerlukan etika konstitusional, yaitu kesadaran moral para penyelenggara negara untuk setia pada semangat dan nilai-nilai dasar konstitusi.
Dibagian lain, Dekan Fakultas Hukum Dr. Rangga Jayanuarto, M.H menyebut Kuliah Pakar ini sebagai upaya membangun pendidikan tinggi hukum yang adaptif, progresif, dan berdaya saing, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu menyelenggarakan Kuliah Pakar bertajuk “Konstitusi dan Demokrasi: Menjaga Keseimbangan antara Kedaulatan Rakyat dan Supremasi Hukum.” Kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen strategis fakultas dalam mencapai Indikator Kinerja Utama (IKU) pendidikan tinggi, khususnya dalam membangun reputasi akademik melalui pelibatan pakar nasional, serta mendukung pencapaian status Program Studi Unggul.
Topik ini tegas Rangga menjadi sangat relevan di tengah dinamika demokrasi Indonesia pasca reformasi. Demokrasi kita terus tumbuh, namun tantangan untuk menjaga agar kedaulatan rakyat tidak melampaui batas hukum, dan agar hukum tidak menjadi alat kekuasaan, masih terus kita hadapi. Di sinilah pentingnya meneguhkan kembali posisi konstitusi sebagai fondasi utama yang mengatur hubungan kekuasaan dan menjamin hak warga negara.
Dibagian akhir materi kuliahnya, Prof. Jimly berkomitmen untuk menyumbangkan Jimly Book Corner bagi Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang disambut oleh tepuk tangan riuh mahasiswa. “Saya memiliki kurang lebih 77 judul buku, insyaAllah dengan sumbangan sponsor dari perbankan tadi paling tidak 70 judul buku insyaAllah siap saya berikan bagi UMB,” ujarnya.
Tak lupa ia pun memotivasi mahasiswa UMB khususnya Hukum untuk terus berkiprah di kancah nasional. Menurutnya, mesti ada gerakan diskusi yang melakukan kritik terhadap sesuatu yang tidak pas agar publik tercerahkan.