Kebijakan Afirmasi

Publish

12 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
42
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Kebijakan Afirmasi

Oleh: Iu Rusliana, Penulis adalah Dosen Program Magister Manajemen Uhamka Jakarta, Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat

Dilema melanda ketika Anda sebagai pimpinan tertinggi di organisasi, permintaan tolong datang untuk suatu keputusan yang kita sendiri menandatanganinya. Tidak dapat mengelak, acuh, dan tak peduli. Namun, jika menerima, akan merusak kesepakatan yang telah dirapatkan. Harus bagaimana? Bisakah kita berbuat adil dengan kaku, taat pada regulasi? Bolehkah longgar agar dapat memberi ruang bagi aspirasi anggota organisasi?

Mesti diingat, di atas regulasi ada kebijaksanaan. Mari mencari titik kompromi. Tidak semua keputusan itu harus murni, sediakan ruang afirmasi. Tapi, afirmasinya jangan suka-suka. Misalnya, paling banyak dua puluh atau tiga puluh persen. Buatlah kriterianya yang tegas. Hanya untuk anggota organisasi yang terikat keluarga langsung (anak, istri, suami). Diberikan kepada warga sekitar organisasi. Masyarakat tidak mampu, memenuhi aspirasi dari pimpinan di atas kita atau kelompok strategis lainnya. 

Pastikan regulasi itu ada aturan tertulisnya berupa surat keputusan. Bisa juga dalam bentuk pedoman, aturan, atau prosedur operasional dan standar. Dokumen itu menjadi acuan dan kita meninggalkan sistem yang baik untuk diwariskan. Ketika regenerasi berjalan, pelanjut tak bisa ugal-ugalan. Patuh pada kesepakatan bersama agar semuanya dapat diberikan kesempatan dan terpuaskan. Segalanya jelas dan terang, tidak lagi kasak-kusuk, di bawah meja. Dibahas sepenuhnya di atas meja dalam rapat resmi sehingga semua merasa diberi kesempatan.

Hati-hati dalam implementasi. Orang terdekat dan staf di bawah kita yang culas biasanya bermain untuk kepentingan pribadi atas nama afirmasi. Monitoring dan evaluasi menjadi kunci. Pastikan tetap awas agar tak kecolongan. Harapannya, mereka yang sering menghadapi hambatan, mendapatkan samanya kesempatan.

Afirmasi adalah bentuk negosiasi ego dan ragam kepentingan yang dibatasi dengan kesepakatan aturan. Bentuk kompromi yang tak tunduk pada tekanan dan lobi-lobi, tetapi memberi ruang untuk yang perlu diadvokasi. Grade-nya saja yang perlu diturunkan, tanpa harus kehilangan kualitas sepenuhnya. Jika di jalur non-afirmasi, grade-nya, minimal delapan, maka di jalur afirmasi, toleransi minimal di angka enam memungkinkan. Jangan juga merusak sistem dengan toleransi ke angka terendah demi afirmasi. Proporsional saja dan persiapan segera upaya agar mereka yang masuk jalur tersebut bisa segera mengikuti irama, bukannya tertinggal, tak sanggup mengikuti budaya organisasi, teralienasikan. 

Dalam praktiknya, lakukan diskusi di antara lini manajer, kepala divisi, dan staf paling bawah sekalipun. Dengarkan pandangan mereka yang memberikan kita masukan terbaik. Jangan merasa sok jadi pemimpin. Anak buah culas, Anda bisa dijatuhkan. Boleh jadi pandangannya terdengar tidak mengenakkan, tetapi itulah cara mereka melindungi kita dari keliru mengambil Keputusan.

Kalau Anda mau bertahan dalam posisi pimpinan, jangan alergi dengan kritik. Ibarat obat, itu menyehatkan. Sakit sih, mana ada bos mau dikritik. Dibantah atau direspons dengan lambat saja tidak suka. Itulah ego yang mengendalikan kita. Maka biasakan rendah hati dan mengabaikan segala fasilitas, agar tak terus dininabobokan penghormatan bak ke raja. Ingat, posisi itu tidak lama, paling juga sepuluh tahun. Setelah jadi bawahan, bisa kena post power syndrome.

Manajer tentu harus taat aturan. Administratif dan cenderung memakai kacamata kuda. Sudah harus demikian. Itulah rem agar tak ada kebijakan yang kebablasan. Tapi, rem terus juga tidak akan maju. Perlahan tetapi pasti, akan menghilangkan spirit inovasi. Sementara itu, layanan kepada pemangku kepentingan harus sepenuh hati ditunaikan. Layanan paripurna itu mudah dikatakan, sulit direalisasikan. Sistem, budaya, dan daya dukung kepemimpinan menjadi pilar untuk memastikan pemangku kepentingan terpuaskan. 

Sebagai pimpinan harus melihat situasi ke depan, perspektif keseluruhan dengan kacamata kebijaksanaan. Lagi-lagi, prinsipnya proporsional, jangan diobral. Berhati-hati agar tidak disalahgunakan. Tidak semua niat dan rencana baik akan berproses baik. Agar tak ada penumpang gelap, sertakan sistem dan budaya taat regulasi. Maka Anda akan dikenang sebagai pemimpin yang adil, bijaksana, dan punya hati. Wallaahu’alam. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Mohammad Nur Rianto Al Arif Ketua PD Muhammadiyah Jakarta Timur Dakwah kultural menjadi top....

Suara Muhammadiyah

19 March 2024

Wawasan

Berdakwah dengan Santun Oleh: Suko Wahyudi. PRM Timuran Yogyakarta  Dakwah merupakan manifest....

Suara Muhammadiyah

17 July 2025

Wawasan

Membangun Badan Usaha Koperasi  Oleh Dr.Ir. Armen Mara, M.Si, Ketua Majlis Ekonomi dan Bisnis ....

Suara Muhammadiyah

9 July 2024

Wawasan

Mengenal Nilai-Nilai Islam dalam Kehidupan Masyarakat Jepang Oleh: Lady Nubailah Wahdah/Kader ....

Suara Muhammadiyah

14 April 2025

Wawasan

 Meminimalisir Dampak Buruk Gawai Oleh: Amalia Irfani, Dosen IAIN Pontianak/Sekretaris LPP PWM....

Suara Muhammadiyah

5 February 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah