Reformasi dan Digitalisasi Menuju Organisasi Profesional, Maju dan Modern
Oleh: Dodok Sartono (Sekretaris PWM Jateng)
“Di bawah bayangan saya, Muhammadiyah merupakan kunci karenanya Indonesia menjadi satu-satunya negara yang berhasil menjalankan amal sosial dan amal agamis yang boleh diamati sebagai model untuk seluruh dunia, tidak untuk organisasi muslim saja, tapi juga orang lain di negara-negara lain,” (Robert Hefner).
Apa yang disampaikan Profesor Antropologi sekaligus pengamat Islam asal Boston University Amerika, itu merupakan gambaran betapa hebatnya Muhammadiyah sebagai role model organisasi Islam tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia. Bahkan James L. Peacock sampai berani mengatakan bahwa Muhammmadiyah adalah ormas islam terbesar di dunia dari sisi Amal Usaha yang dimiliki.
Dengan label itulah Muhammadiyah terus berkomitmen untuk terus melakukan inovasi dan tranformasi sistem gerakan yang Maju, Profesional dan modern serta mengakar kuat dalam gerakan diera globalisasi dan revolusi informasi teknologi. Komitmen tersebut dituangkan dalam salah satu program prioritas Muhammadiyah diperiode muktamar 48 yaitu, "Reformasi organisasi dan digitalisasi yang tersistem sehingga keberadaan dan gerak Muhammadiyah semakin Profesional, Maju dan Modern (PMM)".
Sebagai bentuk kesungguhan untuk mewukudkan prioritas tersebut Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) saat ini secara bertahap menjalankan pelatihan untuk para sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) di seluruh Indonesia. Yang rencana menurut Pak Dr. Muh. Sayuti akan berlanjut sampai pada PDM, PCM Bahkan PRM. Pelatihan ini dirancang agar para pimpinan Muhammadiyah mampu menjadi penggerak Persyarikatan di setiap tingkatan, mulai dari Pimpinan Pusat sampai Ranting. Yang menarik, pelatihan ini berstandar Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), sebuah langkah maju untuk memastikan profesionalitas.
Namun, upaya menuju profesionalisme ini juga memunculkan diskusi kritis. Peran sekretaris dan anggota pimpinan di Muhammadiyah, seperti halnya dalam organisasi lain, seringkali bersifat sementara, mirip dengan jabatan politik yang berganti hampir setiap 5 tahun. Jabatan ini juga bukan merupakan profesi yang mendapat imbalan layaknya pekerja penuh waktu. Maka, muncul pertanyaan: Apakah pelatihan profesi dengan standar BNSP relevan untuk jabatan sekretaris dan anggota pimpinan di Muhammadiyah?
Tantangan Profesionalisme di Muhammadiyah
Dalam dunia profesional, terdapat tiga indikator utama yang menentukan suatu pekerjaan dianggap sebagai profesi: keahlian (expertise), keterlibatan penuh waktu, dan tanggung jawab penuh. Ketika kriteria ini diaplikasikan pada posisi sekretaris atau anggota pimpinan di Muhammadiyah, tampak bahwa jabatan tersebut tidak sepenuhnya memenuhi syarat sebagai profesi yang dilakukan secara profesional. Jabatan tersebut lebih bersifat sukarela dan bersifat pergantian, yang membuat pelatihan profesi standar BNSP mungkin kurang tepat jika diterapkan langsung kepada para pimpinan.
Sebagai solusinya, Muhammadiyah perlu mengembangkan tim sekretariat atau eksekutif yang bekerja secara penuh waktu, memiliki keahlian di bidangnya, dan didedikasikan untuk mendukung pimpinan. Tim inilah yang sejatinya perlu dilatih secara profesional dan bahkan layak menerima imbalan setara dengan profesional. Dalam konteks Muhammadiyah, model serupa bisa dilihat pada LAZISMU, di mana ada Badan Pengurus (BP) sebagai pengambil keputusan, serta eksekutif yang bekerja secara profesional sebagai amil. Dengan dukungan sistem yang modern, tim eksekutif mampu melaksanakan tugas amil dengan standar tinggi.
Reformasi Struktur untuk Muhammadiyah yang Lebih MPM
Untuk mencapai visi MPM, reformasi struktur dalam organisasi Muhammadiyah juga perlu dipertimbangkan. Berikut adalah beberapa gagasan reformasi yang dapat mendukung terciptanya Persyarikatan yang lebih profesional dan modern:
1. Penghapusan Jabatan Bendahara: Dalam struktur pimpinan, jabatan bendahara sebaiknya dihapuskan. Fungsi keuangan bisa diambil alih oleh tim sekretariat yang ahli dan bekerja penuh waktu. Dengan demikian, data keuangan dapat disajikan secara transparan, akuntabel, sesuai dengan standar PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), dan dapat diaudit kapan saja.
2. Kepemimpinan Kolektif Kolegial: Kepemimpinan di Muhammadiyah dapat dilakukan secara kolektif oleh ketua, sekretaris, dan anggota. Pola ini telah diterapkan dengan sukses di berbagai organisasi seperti LAZISMU, Baznas, hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kepemimpinan kolektif ini akan didukung oleh tim sekretariat yang memiliki standar profesional sesuai sertifikasi BNSP.
Dengan reformasi ini, Muhammadiyah dapat meningkatkan kinerja organisasinya dan siap menghadapi tantangan modernitas. Langkah ini juga akan membantu Muhammadiyah dalam menjalankan amanat besar untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa dan umat, dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip keislaman yang menjadi pondasi organisasi ini.
Menuju Muhammadiyah yang Lebih Modern
Muhammadiyah telah menempuh langkah besar dalam upaya menjadi organisasi yang lebih modern dan profesional. Dengan pelatihan berstandar BNSP, Muhammadiyah menunjukkan keseriusannya dalam meningkatkan kapasitas para pemimpinnya. Namun, perlu dicatat bahwa transformasi ini membutuhkan dukungan yang kuat dari semua elemen, termasuk tim eksekutif yang mampu bekerja secara penuh waktu dan profesional.
Reformasi struktur organisasi akan menjadi kunci bagi Muhammadiyah untuk terus maju. Penghapusan jabatan bendahara dan penerapan sistem kepemimpinan kolektif kolegial, serta dukungan tim sekretariat yang profesional, akan membuka jalan bagi Muhammadiyah untuk menjadi organisasi yang tidak hanya relevan di masa kini, tetapi juga siap menghadapi masa depan.
Muhammadiyah yang Maju, Profesional, dan Modern bukan hanya sebuah visi, tetapi sebuah kenyataan yang dapat dicapai dengan kerja keras, inovasi, dan komitmen yang terus-menerus.
Wallahu a'lam bish shawab