Kecemasan Zaman Now, Jawaban dari Al-Qur’an

Publish

11 April 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
114
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Kecemasan Zaman Now, Jawaban dari Al-Qur’an

Oleh: Baso Muh Wahidin, Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyah Shabran, Anggota Bidang KDI PP IPM

Akhir-akhir ini, banyak orang – terutama anak muda mulai terbuka soal kecemasan. Rasanya seperti gelisah terus, khawatir dengan hal-hal yang belum tentu terjadi, dan tidak jarang  muncul pikiran-pikiran negatif yang susah dikontrol. Meski dari luar nampaknya keliatan baik-baik saja, tapi dalam kepala sudah seperti keramaian yang ada di pasar. Mungkin kamu juga pernah atau sering merasakan hal yang sama?

Dalam beberapa tahun terakhir, pembicaraan mengenai kesehatan mental menjadi semakin terbuka. Banyak anak muda mulai menyadari bahwa perasaan gelisah, cemas, dan kehilangan semangat hidup bukanlah sesuatu hal yang sepele. Bahkan, perasaan tersebut kini menjadi bagian dari keseharian sebagian besar generasi muda, terutama di tengah tekanan akademik, sosial, dan ekspektasi yang tinggi dari berbagai arah.

Fenomena ini sering disebut sebagai anxiety of the modern age—kecemasan yang muncul karena hidup di era serba cepat dan penuh tuntutan. Kita hidup dalam dunia yang tak pernah berhenti bergerak, di mana semua hal bisa menjadi sumber kekhawatiran. Media sosial, misalnya, secara tidak langsung menciptakan budaya perbandingan yang membuat seseorang merasa tidak cukup atau selalu tertinggal. Dalam situasi ini, banyak orang mulai mencari pegangan yang lebih mendalam dan salah satu rujukan yang patut dikaji kembali adalah Al-Qur’an.

Kecemasan dalam Perspektif Al-Qur’an

Menariknya, Al-Qur’an tidak mengabaikan kenyataan bahwa manusia dapat merasa takut, cemas, atau bahkan tertekan. Dalam banyak ayat, Allah menggambarkan bahwa para nabi sekalipun tidak luput dari perasaan sedih dan kekhawatiran. Salah satu contohnya dapat ditemukan dalam surah Yusuf ayat 84, yang menggambarkan kesedihan mendalam Nabi Ya’qub: Al-Qur’an Sebagai Obat Hati

وَتَوَلّٰى عَنْهُمْ وَقَالَ يٰٓاَسَفٰى عَلٰى يُوْسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنٰهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيْمٌ ۝٨٤ 

“Dia (Ya‘qub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, “Alangkah kasihan Yusuf,” dan kedua matanya menjadi putih karena sedih. Dia adalah orang yang sungguh-sungguh menahan (amarah dan kepedihan).” 

Ayat ini menunjukkan bahwa kesedihan dan kecemasan adalah bagian dari fitrah manusia. Bahkan, seorang nabi yang dekat dengan Allah pun bisa mengalami duka yang mendalam. Hal ini mengisyaratkan bahwa perasaan tersebut bukan hal yang tabu, justru harus dihadapi dengan cara yang benar.

Salah satu fungsi utama Al-Qur’an yang sering diabaikan adalah perannya sebagai penyembuh. Dalam QS. Al-Isra ayat 82, Allah berfirman:


وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَا هُوَ شِفَاۤءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَۙ وَلَا يَزِيْدُ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا خَسَارًا ۝٨٢

“Dan kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin, sedangkan bagi orang-orang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.”

Kata syifa’ di sini mencakup penyembuhan, bukan hanya secara fisik, tetapi juga mental dan spiritual. Dalam tafsir Al-Maraghi, disebutkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an mampu menyembuhkan kebingungan, kegalauan, dan kegelisahan jiwa. Artinya, Al-Qur’an dapat menjadi pelipur lara dan panduan bagi mereka yang sedang mengalami kegoncangan batin.

Tokoh psikologi Islam, Prof. Malik Badri, dalam bukunya Contemplation: An Islamic Psychospiritual Study, menegaskan bahwa banyak persoalan psikologis yang dihadapi manusia modern bersumber dari keterasingan spiritual. Menurutnya, manusia yang terputus dari hubungan dengan Tuhan akan mudah merasa kosong dan cemas, sebab ia kehilangan arah hidup yang hakiki.

Mengingat Allah sebagai Sumber Ketenangan

Al-Qur’an secara eksplisit menyebutkan bahwa ketenangan hati berasal dari hubungan dengan Allah. Dalam QS. Ar-Ra’d ayat 28, disebutkan:

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ ۝٢٨

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.”

Kata tatma’innu dalam ayat ini menunjukkan bentuk ketenangan yang stabil dan mendalam. Artinya, ketika manusia benar-benar menghadirkan Allah dalam hidupnya melalui dzikir, doa, maupun perenungan terhadap ayat-ayatnya, maka hatinya akan lebih mudah tenang, bahkan ketika sedang menghadapi masalah besar.

Tawakal dan Husnuzan: Cara Islami Mengelola Kecemasan

Salah satu sumber kecemasan terbesar adalah rasa takut terhadap masa depan. Kekhawatiran bahwa segala usaha tidak akan berhasil, atau bahwa hidup tidak akan sesuai harapan. Dalam konteks ini, konsep tawakal dan husnuzan billah (berbaik sangka kepada Allah) menjadi sangat relevan.

Allah berfirman:

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ۝٣

“Dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.”

Tawakal bukan berarti tidak berusaha, melainkan berusaha sekuat mungkin sambil tetap menyerahkan hasilnya kepada Allah. Dalam hal ini, Islam menawarkan cara pandang yang seimbang, manusia diminta untuk berikhtiar, namun juga diajarkan untuk menerima takdir dengan lapang dada.

Menemukan Ruang Aman di Tengah Dunia yang Sibuk

Pada akhirnya, Al-Qur’an memberikan tempat aman bagi manusia yang seddang lelah. Ia tidak menyalhakan, tidak menghakimi, tetapi memberi jalan keluar dari setiap masalah yang kita alami. Dalam dunia yang penuh distraksi, ayat-ayat Al-Qur’an dapat menjadi ruang tenang yenag dapat membantu manusai untuk menata ulang pikirannya dan menumbuhkan harapan. 

Maka, di tengah gempuran informasi dan tekanan sosial yang tidak sedikit, kembali kepada Al-Qur’an bukan sekadar pilihan spiritual, tetapi juga langkah praktis untuk tetap menjaga kewarasan. Al-Qur’an hadir tidak hanya sebagai petunjuk hidup, tapi juga sebagai teman yang memanhami luka batin kita sebagai manusia.

Kecemasan di zaman sekarang bukan hal yang aneh dan tabu. Kita semua pernah mengalaminya. Namun, yang membedakan adalah bagaimana kita meresponnya. Al-Qur’an mengajarkan bahwa hati yang gelisah bisa kembali tenang dengan malalui kedekatan dengan Allah, pemahaman terhadap makna hidup, serta penerimaan terhadap segala hal yang tidak bisa kita kendalikan.

Dengan menghadapi dunia yang sering terasa melelahkan, semoga kita selalu ingat bahwa ketenangan tidak selalu datang dari luar. Tapi bisa kita temukan kembali dengan mentadabburi ayat-ayatnya.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Meneladani Empat Sifat Utama Dr. Masud HMN, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)....

Suara Muhammadiyah

29 May 2024

Wawasan

Oleh: Wildan dan Nucholid Umam Kurniawan "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu  Pemeri....

Suara Muhammadiyah

1 November 2023

Wawasan

Bersahabat dengan Kegagalan Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Tange....

Suara Muhammadiyah

16 July 2024

Wawasan

(Menulis 109 Tahun Suara Muhammadiyah 2) Oleh Mu’arif Siapakah pembaca Suara Muhammadiyah se....

Suara Muhammadiyah

19 August 2024

Wawasan

Menjalani Hidup dengan Tawakal Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta Tawakal adalah salah sat....

Suara Muhammadiyah

4 February 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah