Kekerasan di Pesantren dan Peran Strategis Menteri Agama
Oleh: Abd Aziz, Advokat, Legal Consultant, Mediator Non Hakim, Lecture, dan CEO Firma Hukum PROGRESIF LAW. Kini, Sekjen DPP Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK)
Sekira medium 2011, penulis berkelindan (panel) dengan pakar terorisme, Profesor Jainuri dalam seminar nasional penanggulangan terorisme di sebuah hotel di Kota Malang.
Tiga belas tahun tak bersua, dipertemukan dalam suasana keakraban yang lekat. Tentu, sebelumnya bersepakat untuk diskusi terbatas tentang beberapa tema yang sedang hangat dibincangkan publik.
Akhirnya, berlangsung lah diskusi kebangsaan dengan Profesor Achmad Jainuri, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (23/4).
Banyak hal dibincangkan dengan guru besar UIN Sunan Ampel, Surabaya, yang juga Rektor kedua sejak Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA) berdiri, Periode 2006 hingga 2014, itu.
Mulai dari potensi meramaikan Pilkada (2024) akhir, situasi dan kondisi politik nasional terkini hingga bagaimana memajukan Pesantren dari bangunan paradigma ramah anak dan sistem pengawasan yang sejatinya diterapkan: dikupas secara ringan dan renyah.
Tulisan ini sengaja mengetengahkan pelbagai kisah pilu lima tahun terakhir yang terjadi di dunia Pesantren akibat tak adanya sistem pengawasan yang terencana, terukur, dan terprediksi menjadi topik pembuka (iftitah) pasca meneguk minuman yang tersaji di meja ruang tamu.
"Menteri Agama memiliki peran strategis dalam merespon dan melakukan ikhtiar pencegahan tindakan perundungan, yang membuat cidera atau bahkan terenggut-nya nyawa seorang santri," ungkap penulis pelan.
"Menteri Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, sudah waktunya menyusun sistem pengawasan yang serius guna diberlakukan secara nasional di Pondok Pesantren. Hadirkan para Pengasuh Pondok di suatu tempat, berikan pemahaman secara komprehensif tentang urgensinya sistem pengawasan, dan pemberlakuan sistem dimaksud di masing-masing Pesantren," urai penulis.
"Selain itu, terapkan sistem hukuman bagi Pesantren-Pesantren, yang setelah mengikuti pertemuan berkala dengan Menteri Agama yang bertujuan memberlakukan sistem pengawasan tetapi dengan sengaja tidak mengindahkan, maka dapat dipertimbangkan untuk mencabut izin pendirian Pesantren, khusunya bagi Pondok yang sudah pernah atau berulang terjadinya kasus perundungan yang membuat cidera, mengancam jiwa atau sampai hilangnya nyawa santri," tegas penulis.
"Benar, Mas. Ciri Pesantren yang maju adalah memiliki khas keterbukaan pada kemajuan dalam menyusun dan menerapkan sistem pengawasan yang terintegrasi. Salah satunya, keterlibatan Menteri Agama, baik langsung maupun tidak langsung dalam melakukan pembinaan, termasuk kebijakan pemasangan closed circuit television (CCTV) di ruang pembelajaran dan area Pondok Pesantren. Life monitoring itu mampu mengirimkan sinyal ke monitor, bahkan telepon genggam sekalipun," tandas Profesor Jainuri.
"Dengan demikian, gerak gerik santri yang mencurigakan, seperti berselisih paham dengan temannya dapat terpantau secara jelas, dan keamanan Pesantren pun dapat dengan segera mencegahnya sebelum terjadi hal-hal yang tak diinginkan," kata Profesor Jainuri meyakinkan.
"Monitoring secara digital yang tersambung langsung dengan telepon seluler Pengasuh Pondok, Kepala Sekolah dan tim keamanan merupakan support system yang penting karena menyajikan laporan terkini situasi dan kondisi santri, dan pencegahan dini akan terjadinya potensi penganiayaan maupun penyiksaan terhadap sesama santri," tandas penulis.
"Berita memilukan dari Pesantren yang dikenal sebagai penjara suci, tempat menempa diri, membentuk kepribadian, budi pekerti luhur, akhlak yang mulia, terungkap nyata di banyak media. Pihak yang berwenang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap Pesantren (Menteri Agama) harus segera mengambil langkah konkrit agar kepercayaan pada Pesantren tak berkurang, sedikitpun" harap Profesor Jainuri.
"Setuju, Profesor. Pesantren yang ramah anak, ketenangan belajar, sistem belajar dan mengajar yang kondusif, dan orang tua tidak was-was pada putra-putrinya yang ada di Pesantren, akan tercipta, dan harapan akan profil keluaran (lulusan) yang Profesor sebutkan di atas, potensial terwujud," tutup penulis mengakhiri diskusi.
Matahari beranjak sore. Kota delta tak secerah biasanya. Langit tampak mendung. Awan tebal pun menyelimuti Sidoarjo. Karena jadwal meeting di Kanwil Kemenag menanti, penulis berjabat tangan dan mohon undur diri. (*)