Ketika Punakawan Harus Ikut Cacut Tali Wanda

Publish

12 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
166
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Ketika Punakawan Harus Ikut Cacut Tali Wanda

Oleh: Rumini Zulfikar

Dalam pewayangan, kita mengenal Punakawan yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong. Mereka adalah abdi kerajaan yang membantu sang raja dengan ketajaman, kecerdikan, ketelitian, kepedulian, dan empati dalam melihat kondisi di sekitarnya. Ketika Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong melihat Adipati Kedungkelang mengalami beban berat dan tanggungan dalam menyelesaikan pembangunan yang belum kelar, mereka pun berinisiatif untuk membantu meringankan bebannya.

Suatu hari, Raja Amarta sedang melakukan kunjungan ke Kadipaten Kedungkelang. Ia melihat kondisi masyarakat dan wilayah tersebut, termasuk sebidang tanah yang nampak kumuh karena digunakan sebagai tempat pembuangan sampah. Dalam kunjungan itu, sang raja berbincang dengan Adipati dan menyampaikan rencana untuk membangun Taman Maerokoco serta sebuah bangunan di lokasi tersebut. Sang Adipati pun merasa bingung.

Tiba-tiba, istri Adipati menemui Semar yang sedang berada di halaman rumah.

Istri Adipati: "Bopo Semar, nyuwun tulung mangnemani Adipati untuk menemui sang raja, Bopo."

Semar: "Lha, akan pun wonten Adipati tho, Bu?"

Istri Adipati: "Masalahnya, yang tahu soal pembangunan Taman Maerokoco kan Bopo Semar dan Petruk."

Semar: "Njih, sebentar saya ke sana, Bu. Nyuwun tulung, Bagong, manghubungi."

Istri Adipati: "Njih, Pak."

Selang beberapa waktu, Semar tiba di lokasi dan menyapa sang raja serta Adipati Kedungkelang. Tidak lama kemudian, Bagong juga tiba di lokasi calon taman tersebut. Terjadilah perbincangan di antara mereka.

Sang Raja: "Semar, ini lokasi bangunan yang mana?"

Semar: "Nyuwun pangapunten, Raja. Sewaktu kami mengajukan program untuk Kadipaten Kedungkelang, Taman Maerokoco termasuk di dalamnya."

Petruk: "Leres, Raja! Sewaktu memangku tugas, yang kami ajukan adalah pembangunan Taman Maerokoco."

Sang Raja: "Taman Maerokoco sudah masuk program, dan ini ada tambahan. Jika tidak diterima, dana akan dikembalikan ke kas Kerajaan Amarta."

Semar: "Monggo, Adipati Kedungkelang, pripun?"

Adipati Kedungkelang: "Ya, Raja. Nanti saya tawarkan kepada rakyat kami," jawab sang Adipati.

Keesokan harinya, Adipati mengumpulkan rakyatnya dalam sebuah persamuan. Akhirnya, mereka sepakat untuk menerima tawaran sang raja. Keesokan harinya, dilakukan gugur gunung alias gotong royong oleh seluruh rakyat Kadipaten Kedungkelang. Dalam waktu dua minggu, tembok bangunan sudah selesai, tetapi dana yang tersedia tidak mencukupi untuk pemasangan atap.

Sang raja pun meminta Adipati untuk mencari swadaya masyarakat. Selang beberapa waktu, raja mengirimkan galvalum untuk atap bangunan, tetapi masih ada kekurangan pada kerangkanya.

Suatu sore, sang raja menghubungi Semar dan meminta bantuannya agar pembangunan atap dapat segera diselesaikan. Semar pun mengambil sikap dengan memanggil Adipati Kedungkelang. Beberapa pekan berlalu tanpa tindakan, hingga suatu malam, Semar berbincang dengan Gareng.

Semar: "Apakah Kadipaten masih punya kas?"

Gareng: "Masih punya, Bopo."

Semar: "Kalau 90 persen dana itu digunakan untuk pembangunan, bagaimana?"

Gareng: "Nderek."

Tembayatan (Musyawarah dan Gotong Royong)

Pertemuan maraton pun digelar untuk mematangkan strategi dan pembagian tugas. Semar meminta Petruk mengundang pasukan pendem atau "Wali Qutub" yang berjumlah sembilan orang. Tepat pada malam Jumat Kliwon, pertemuan diadakan di Padepokan Semar.

Dalam pertemuan tersebut, Semar memandu diskusi dan menjelaskan kronologi permasalahan. Sang raja terus menanyakan progres pembangunan, terutama atap bangunan. Akhirnya, diputuskan untuk menggunakan kas Kadipaten, yang langsung diserahkan kepada tiga punggawa Kadipaten untuk membeli kerangka bangunan. Sementara itu, Adipati Kedungkelang bertugas menggerakkan rakyatnya untuk bergotong royong.

Rakyat pun bekerja sama dengan semangat. Mereka bahu-membahu dalam pengerjaan atap dan pembersihan lahan untuk pembangunan Taman Maerokoco. Tidak lama lagi, taman ini akan menjadi ikon di Kadipaten Kedungkelang.

Dalam hati, Semar merasa terharu dan bahagia melihat rakyatnya hidup rukun dan saling membantu.

Dari gambaran di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa untuk mencapai kemajuan, diperlukan semangat jer basuki mawa bea serta pentingnya tembayatan—musyawarah dan gotong royong. Saling bahu-membahu tanpa saling mencela, serta memiliki rasa memiliki (handarbeni) terhadap lingkungan adalah kunci kebersamaan. Baik sebagai pemangku kepentingan maupun rakyat, kita harus menempatkan diri sesuai peran masing-masing.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Ambillah Tuah Pada yang Menang dan Ambil Pelajaran pada yang Sudah Oleh Dr Masud HMN Karena tuah (....

Suara Muhammadiyah

6 November 2023

Wawasan

Pro Kontra MBG  Oleh: Amalia Irfani, Dosen IAIN Pontianak/Sekretaris LPP PWM Kalbar ....

Suara Muhammadiyah

6 February 2025

Wawasan

Mengarungi Kecenderungan Tafsir Klasik Al-Qur`an (2) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Buday....

Suara Muhammadiyah

29 May 2024

Wawasan

Pemberdayaan Ekonomi Sektor Perunggasan Yang Berkemajuan Oleh: Drh H Baskoro Tri Caroko, LPCRPM PP ....

Suara Muhammadiyah

16 August 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Peristiwa Isra` dan Mi'raj meru....

Suara Muhammadiyah

7 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah