Kezaliman terhadap Lingkungan
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Hujan deras tanpa jeda pada 24-27 November 2025 mengakibatkan banjir luar biasa dahsyatnya di provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Kejadian itu di luar kamampuan prediksi petugas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan mesin canggih ciptaan manusia sehingga tidak ada peringatan dini yang mampu mengamankan, baik manusia maupun hewan apalagi benda mati seperti kayu, mobil, dan rumah.
Akibatnya, korban manusia meninggal dunia akibat banjir di Sumatera sampai 4 Desember mencapai 836 orang yang meninggal dunia, 509 jiwa masih hilang, dan lebih dari 2.700 orang terluka.
(Sumber data: Suara Muhammadiayah on line, 4 Desember 2025)
Banjir bandang itu menimbulkan korban hewan ternak, rumah, mobil, dan harta lain yang sangat banyak juga. Pendek kata, terjadi kerusakan lingkungan yang sangat parah.
Ulah Manusia
Sesungguhnya, jika kita mau jujur, kerusakan Lingkungan terjadi karena perbuatan manusia yang zalim. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an misalnya pada surat Surat ar-Rum (30):41
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Hal yang sangat memprihatinkan adalah manakala manusia yang berulah yang mengakibatkan kerusakan Lingkungan justru penguasa. Melalui kebijakannya, mereka abai terhadap pemeliharaan dan pelestarian lingkungan.
Keadaan makin parah karena orang-orang yang berilmu tidak peduli atau sengaja memilih zona aman. Mereka diam, padahal mengetahui dampak buruknya sangat luas. Bertambah parah lagi ketika penguasa akan membuat kebijakan, ada kajian akademis, tetapi dilakukan oleh “pakar bayaran”. Pasti kajian itu dilakukan secara abal-abal.
Orang Saleh pun Terdampak
Dampak banjir bandang di Sumatra dahsyat sekali. Tidak hanya orang zalim yang terdampak, tetapi juga orang-orang saleh. Tentu kita berharap bahwa banjir bandar itu merupakan teguran, bukan siksaan sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat al-Anfal (8):25,
وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لَّا تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْt خَاۤصَّةًۚ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.”
Di dalam Al-Qur’an dijelaskan siksaan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kaum Nabi Hud, Nabi Luth, Nabi Nuh, dan Nabi Saleh karena durhaka pada Nabinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sikap kaum ‘Ad kepada Nabi Hud sebagaimana terdapat dalam surat Hud (11):53,
قَالُوْا يٰهُوْدُ مَاجِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَّمَا نَحْنُ بِتَارِكِيْٓ اٰلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِيْنَ
“Kaum Ad berkata, "Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu.”
Nabi Hud terus berusaha menyadarkannya, tetapi mereka tetap saja membangkang. Sebagai pembelajaran bagi umat manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengazabnya sebagaimana dijelaskan pada ayat 58 dan 59,
وَلَمَّا جَاۤءَ اَمْرُنَا نَجَّيْنَا هُوْدًا وَّالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ بِرَحْمَةٍ مِّنَّاۚ وَنَجَّيْنٰهُمْ مِّنْ عَذَابٍ غَلِيْظٍ
وَتِلْكَ عَادٌۖ جَحَدُوْا بِاٰيٰتِ رَبِّهِمْ وَعَصَوْا رُسُلَهٗ وَاتَّبَعُوْٓا اَمْرَ كُلِّ جَبَّارٍ عَنِيْدٍ
“Ketika keputusan (azab) Kami datang, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat Kami. Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang dahsyat. Itulah (kisah) kaum ‘Ad. Mereka mengingkari tanda-tanda (kekuasaan) Tuhan, mendurhakai rasul-rasul-Nya, dan menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi keras kepala.”
Bagaimana halnya kaum Luth? Kaum Nabi Nuh dan sesudahnya? Mereka yang tidak mematuhinya pun diazab.
Di dalam surat al-Israk (17):16, Allah Suhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَاِذَآ اَرَدْنَآ اَنْ نُّهْلِكَ قَرْيَةً اَمَرْنَا مُتْرَفِيْهَا فَفَسَقُوْا فِيْهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنٰهَا تَدْمِيْرً
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
Di dalam Tafsir Al-Azhar, Hamka menjelaskan bahwa ayat 16 berisi contoh nyata betapa kekayaan dan kemewahan dapat meruntuhkan sebuah negeri. Orang-orang yang berkuasa di dalam satu negeri mendapat kesempatan yang amat luas dengan sebab kekuasaannya itu.
Allah membuka kesempatan bagi mereka seluas-luasnya dengan kekuasaan yang ada padanya. Namun, sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap orang banyak, terhadap negeri yang mereka diami, orang-orang yang terkemuka dan berkuasa itu diperintah. Artinya kepada merekalah terlebih dahulu perintah itu datang supaya mereka yang menghormati undang-undang. Mereka yang memelopori mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk. Namun, perintah itu sering diabaikannya.
Kekuasaan itu membuat manusia menjadi mabuk. Itulah yang dinamakan mabuk kekuasaan. Jiwa mereka tidak lagi terkendali oleh iman. Lalu, berbuat fasiklah mereka! Berbuat maksiat dan memelopori pendurhakaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka mengakui dengan mulut bahwa mereka bermaksud hendak mengerjakan perbaikan, padahal bekas dari perbuatannya bukanlah perbaikan, melainkan perusakan.
Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan pada ujung ayat 16 tersebut, “Lantaran itu, patutlah turun ke atas mereka azab, maka Kami hancurkan sehancur-hancurnya.”
Di dalam ayat 17 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَكَمْ اَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُوْنِ مِنْۢ بَعْدِ نُوْحٍۗ وَكَفٰى بِرَبِّكَ بِذُنُوْبِ عِبَادِهٖ خَبِيْرًا ۢ بَصِيْرً
“Banyak generasi setelah Nuh yang telah Kami binasakan. Cukuplah Tuhanmu sebagai Dzat Yang Maha Teliti lagi Maha Melihat dosa-dosa hamba-Nya.”
Ayat berisi peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada penduduk negeri Mekkah yang menantang Nabi dan pemimpin-pemimpinnya yang berkuasa karena mereka kebanyakan kaya dan mewah, bahwa banyak negeri sesudah Nabi Nuh yang telah dihancurkan kerena kefasikan penguasa-penguasanya. Ayat tersebut pun menjadi peringatan bagi umat manusia selanjutnya (termasuk generasi kita dan generasi selanjutnya) bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala sewaktu-waktu dapat berbuat demikian.
Ancaman-ancaman seperti itu kadang-kadang ditantang oleh kafir Quraisy. Penolakan dengan kesombongan orang Quraisy itu kita dapati juga pada orang-orang yang tidak mau percaya pada masa sekarang. Mereka meminta dicepatkan azab yang menghancurkan itu “kalau memang ada.” Mereka berani berkata demikian karena memang tidak mau percaya.
Agar terhindar dari siksaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menimpa tidak hanya pada orang-orang zalim, tetapi juga menimpa orang-orang saleh, kita harus beramar makruf nahi mungkar.
Saatnya Berkontemplasi
Taufiq Ismail melalui puisinya berikut ini mengajak kita untuk melakukan kontemplasi tentang kerusakan Lingkungan.
Membaca Tanda-Tanda
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas
dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merasakannya
Kita saksikan udara
abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau
yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil
tak lagi berkicau pagi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam
didesak asam arang
dan karbon dioksid itu
menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir membawa air
Air
Mata
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca
Seribu tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas
dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
Tapi kini kami
Mulai
Merindukannya
*


