Oleh: Ahmad Fatoni
Dosen Pendidikan Bahasa Arab FAI-UMM
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Hadirin Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia
Adalah seorang ulama asal Mesir, Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Ash-Shahwat al-Islamiyah bain al-Juhûd wa at-Tatharruf (1402 H) menyebutkan, ada kalangan umat Islam yang menjalankan agama secara ekstrem. Contohnya, hal yang sunnah menjadi terkesan wajib dan yang wajib justru diabaikan, soal cabang (furu') seolah merupakan hal pokok (ushul). Menurut al-Qardhawi, ekstremitas keberagamaan ialah suatu sikap yang melampaui batas (berlebih-lebihan) dalam beragama.
Fakta di lapangan, agama sering benar dibajak kelompok ektremis untuk melakukan tindak kekerasan. Bahkan, aneka wajah kekerasan yang bertopeng agama kerap diterjemahkan sebagai legal doctrine yang wajib diamalkan. Berbagai kasus kekerasan bernuansa agama menunjukkan bahwa ektremisme yang menjadi akar kekerasan benar-benar nyata dan masih hadir di tengah masyarakat. Kaum ektremis bertopeng agama akan terus-menerus menebar teror melalui aksi kekerasan.
Pertanyaannya, mengapa paham ekstremisme digandrungi orang-orang yang mengaku diri mereka sebagai pembela agama? Ini terjadi karena pemahaman yang salah kaprah, sempit, dan tidak manusiawi. Para ekstemis tersebut sama sekali tidak menghargai harkat dan martabat orang lain yang memiliki paham keagamaan yang berbeda. Pastinya, pemahaman keagamaan yang membabi buta ujung-ujungnya akan menimbulkan tindak kekerasan.
Hadirin Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia
Kekerasan atas nama pemahaman agama tidak saja mengambil bentuk secara fisik, namun adakalanya melibatkan tekanan non fisik yang mengandung muatan politis, sosiologis, dan antropologis. Di sini kiranya perlu mempertegas kembali paham keagamaan jalan tengah. Kita dorong umat Islam ke posisi pertengahan antara kedua kutub pemahaman keagamaan yang ekstrem: liberalisme dan radikalisme.
Sementara kaum ekstremis sering terjebak dalam praktik keberagamaan atas nama agama seraya mengenyampingkan aspek kemanusiaan. Orang yang beragama semacam ini terkadang rela melecehkan kehormatan sesama manusia “atas nama agama”. Padahal, menjaga nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama. Demi menengahi serta mengajak kedua kelompok ekstremitas, moderasi keberagamaan dengan prinsip keadilan dan keberimbangan menjadi keniscayaan.
Bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara tepat. Adapun sikap berimbang yaitu selalu berada di tengah di antara dua kelompok yang berlebihan. Pemahaman dan pengamalan keagamaan bisa dinilai berlebihan jika ia melanggar tiga hal; Pertama, nilai kemanusiaan. Kedua, kesepakatan bersama. Ketiga, ketertiban umum.
Prinsip tersebut ingin mempertegas bahwa moderasi beragama berarti menyeimbangkan kebaikan yang berhubungan dengan Allah dengan kemaslahatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Dalam hal ibadah, misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Allah SWT dalam bentuk menjalankan syariat-Nya yang bertujuan pada upaya memuliakan sesama manusia.
Hadirin Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia
Kunci utama moderasi keberagamaan ialah tidak berlebih-lebihan atau pertengahan. Posisi jalan tengah ini sekaligus mempertegas komitmen Islam sebagai agama yang memotivasi paham keagamaan yang inklusif, mendukung dialog daalm perbedaan, serta menggiatkan berbagai aktivitas sosial tanpa memandang kelompok agama dan golongan.
Dengan begitu, sikap moderatisme dalam beragama keberagamaan akan senantiasa memosisikan seseorang di tengah, berhati-hati dalam bertindak, melirik ke kiri dan ke kanan, dan selalu mempertimbangkan baik buruk setiap gerakannya. Konsistensi di jalan tengah bukan berarti diam belaka, melainkan terus bergerak dalam merespon gejala keberagamaan dengan adil dan berimbang.
Beragama dengan memilih jalan tengah bukan tanpa alasan, melainkan sebuah pilihan yang berlandaskan QS. Al-Baqarah ayat 143 dan hadis-hadis seperti misalnya, ad-dînu yusrun (Islam itu mudah), dan hadis ahabb ad-dîn ilâ al-Allâh al-hanafiyyatu as-samhatu (agama yang paling dicintai Allah adalah yang bercirikan lurus dan lapang), serta ungkapan populer, khair al-umûri awsathuhâ (sebaik-baik perkara ialah yang pertengahan).
Ikhtiar memilih jalan tengah keberagamaan diharapkan dapat mengukuhkan pemahaman dan praktik keberagamaan yang selaras dengan inti ajaran Islam, yakni menjaga harkat, martabat, dan peradaban manusia, bukan sebaliknya. Agama tidak boleh diperalat untuk hal-hal yang justru akan merusak peradaban. Walhasil, moderasi keberagamaan sangat relevan untuk membangun peradaban yang berkemajuan serta mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.Top of Form.
بارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ لَيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ الْأَمِيْنُ، اللّهُمَّ فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ.
فَأُوْصِيْنِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ، إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا، اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ أَنْتَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، اللّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ، اللّهُمَّ أَمِتْنَا عَلَى الْإِسْلَامِ وَالْإِيْمَانِ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَقِيْمُوا الصَّلَاةَ!