Oleh: Jindar Wahyudi, Alumni Pondok Shabran UMS
اَلْحَمْدُ ِلله ِالَّذِى اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ اْلحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلىَ الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفاَ بِاللهِ شَهِيْدًا اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَلَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ الله أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah
Sebagaimana tersebut dalam Surat Ali-'Imran ayat 130 – 133 yang menegaskan akan seruan Allah bagi orang yang beriman, yaitu seruan untuk tidak memakan riba, bertakwa kepada Allah agar mendapat keberuntungan, memelihara diri dari siksa neraka yang disediakan untuk orang-orang kafir, taat kepada Allah dan Rasulnya agar mendapat rahmat, serta seruan untuk segera meraih ampunan Allah dan surga yang luasnya seluas antara langit dan bumi.
Kelima seruan Allah itu merupakan satu kesatuan untuk membentuk karakter dan kepribadian manusia menjadi baik dan mulia (muhsinin). Di samping sangat dicintai oleh Allah mereka juga dijanjikan akan mendapatkan ampunan dan Surga. Mereka itu adalah orang-orang yang bertakwa.
Firman Allah:
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
(Orang yang bertaqwa adalah) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Ali Imran : 134).
Kepribadian mulia orang-orang bertakwa sebagaimana dalam surat Ali Imran: 134 tersebut jika dicermati merupakan pilar utama yang memungkinkan seseorang bisa membangun dan berinteraski sosial dengan baik di masyarakat, yaitu:
1. Selalu mengeluarkan infaq
Orang yang bertakwa itu orang yang baik (muhsin) hal ini ditandai dengan selalu berbagi dan peduli dengan orang lain seraya mengeluarkan infaq tanpa harus menunggu dirinya memiliki kelonggaran secara ekonomi. Tetapi dalam keadaan berkekuranganpun tetap mengeluarkan infaq walaupun tentunya porsi jumlahnya disesuaikan dengan kondisi kemampuan ekonomi yang dimilikinya. Berbeda dengan mengeluarkan zakat dengan ketentuan orang yang memiliki kecukupan secara ekonomi atau memenuhi nisabnya kalau itu zakat maal.
Itulah komitmen dan kesadaran diri sebagai orang yang bertakwa bahwa infaq adalahah sebuah kewajiban syar’i untuk menunjukan sebuah kebaikan dan kemuliaan yang sempurna.
Kesadaran untuk mengeluarkan infaq ini juga wujud dari sikap peduli dan simpati kepada sesama umat manusia terutama bagi mereka yang membutuhkan bantuan. Sikap saling peduli dan simpati ini merupakan pilar utama untuk hidup saling tolong menolong sehingga dapat terbangun kehidupan sosial dalam masyarakat yang baik dan harmonis.
Dalam membangun kehidupan bermasyarakat agar tetap baik ini maka pada budaya masyarakat Jawa terdapat kebiasaan untuk saling memberi (memunjung) satu dengan yang lain. Maka ada pepatah Jawa “pager mangkok luwih kuat tinimbangane pager tembok” (pagar dalam bentuk memberi satu piring makanan itu lebih kuat dari pada pagar tembok yang mengelilingi rumah). Rasulullah saw juga telah mengajarkan kepada kita ketika memasak daging diperbanyak kuahnya agar sebagiaan bisa dibagikan kepada tetangga. .
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah
2. Mengendalikan diri ketika marah
Setiap orang yang lahir di dunia ini punya potensi untuk bisa marah untuk kepentingan kelangsungan hidupnya. Tetapi marah juga bisa menimbulkan masalah jika kemarahan yang terjadi tidak terkendali pada diri seseorang seperti; wajah nampak menjadi tidak indah, jantung berdetak sangat kencang sehingga bisa berakibat sakit jantung bahkan mati mendadak, pikiran menjadi tidak sehat, ucapannya menjadi kacau, buruk, tidak terkontrol.dan sebagainya.
Kemarahan yang tidak terkontrol dan tidak terkendali dengan baik tidak saja akan merugikan diri sendiri tetapi juga bisa menimbulkan masalah sosial. Harapan suasana rukun, damai dan harmonis dalam kehidupan masyarakat tentu akan sulit terwujud jika diantara anggota masyarakatnya mudah marah yang tidak terkendali dan bertemperamen tinggi. Disamping itu tentu hal ini sangat disukai oleh syetan yang memang tidak meginginkan kehidupan masyarakat dalam keadaan kebaikan.
Oleh karena itu apapun penysebabnya marah merupakan pangkal dari ketidak harmonisan dalam kehidupan sosial. Maka ketika (terpaksa) kita harus marah maka kita harus mampu mengendalikannya agar akal selalu sehat dan nafsu tetap terkendali dengan baik. Tentu hal ini tidah gampang kecuali orang yang memiliki pribadi yang dewasa dan kuat.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah
3. Memiliki Sifat Pemaaf .
Dalam berinteraksi sosial sehari-hari kita juga tidak bisa lepas dari berbuat salah dan keliru dengan orang lain begitu juga sebaliknya. Namun sayangnya tidak semua orang mau dan mampu secara tulus memberi maaf dan melupakan kesalahan orang lain bahkan sampai membekas di dalam hati sampai menimbulkan rasa dendam yang berkepanjangan. Padahal dendam yang dipelihara di dalam hati akan bisa mengganggu kesehatan badan. Ibarat racun yang bisa menimbulkan berbagai macam penyakit baik penyakit jasmani maupun penyakit rahani yang secra otomatis juga akan menimbulkan berbagai macam penyakit sosial.
Oleh karena itu rasa dendam dan benci yang menyelinap di dalam hati sanubari harus kita hapuskan dan dibuang jauh-jauh agar pergaualan dengan sesamanya tidak terganggu yang pada gilirannya kehidupan sosial masyarakatpun bisa berjalan dengan baik, rukun dan harmonis. Rasa dendam digantinya dengan rasa maklum dan maaf itulah pribadi yang mulia (muhsinin) yang dimiliki orang-orang yang bertakwa.
Hadirin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Untuk mengakhiri hutbah Jumat ini kami sampaikan bahwa kalau kita menginginkan kehidupan sosial di masyarakat bisa berjalan dengan baik, rukun dan harmonis tanpa memandang status sosial, agama dan golongan maka harus kita mulai dari diri kita sendiri dengan membangun karakter dan kepribadian yang baik dengan peduli, suka memberi (infaq), menahan emosi kemarahan dan memaafkan kesalahan orang lain.
Di lihat dari sisi psikologi sosial maka suka memberi (infaq), menahan kemarahan ketika akan marah dan suka memaafkan orang lain sebagai karakter orang yang cerdas secara emosi dan spiritual. Yaitu sebagai pilar utama seseorang bisa sukses dan berhasil dalam meniti kehidupan. Sebagai orang yang bertakwa tentu mampu dan memenuhi syarat untuk bisa mewujudkannya.
بَارَكَ الله ُلِى وَلَكُمْ فِي اْلقُرْاَنِ اْلعَظِيمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَالذِّكْرِاْلحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ الله ُمِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَهُ هُوَالسَّمِيْعُ اْلعَلِيْمِ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَنَا وَاِيَّكُمْ عِبَادِهِ الْمُتَّقِيْنَ وَاَدَّبَنَا بِالْقُرْاَنِ الْكَرِيْمِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ الَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. َاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ : فَيَا اَيُّهَا النَّا سُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَقَالَ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَمَلاَءِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِي يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا, اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَا بِهِ اَجْمَعِيْنَ, وَارْضَى عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُوءْمِنِيْنَ وَالْمُوءْمِنَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ ِانَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ ِاذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ِانَّكَ اَنْتَ الْوَهَّاب. رَبِّى اغْفِرْلِى وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيْرًا. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَ خِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبّى اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَالسَّلاَمُ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ