PEKANBARU, Suara Muhammadiyah — Di bawah langit malam yang tenang, di halaman utama Universitas Muhammadiyah Riau (Umri), ribuan pasang mata menyaksikan lebih dari sekadar seremoni. Mereka menyaksikan sebuah perjalanan yang ditutup dengan rasa syukur, bangga, dan haru—puncak dari perjuangan mahasiswa-mahasiswa muda yang telah turun langsung ke tengah masyarakat dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Muhammadiyah-Aisyiyah (KKN MAs) 2025.
Malam itu, Rabu (10/9/2025) bukan hanya tentang pemberian penghargaan. Ia adalah momen reflektif bagi mereka yang telah mengabdikan diri selama lebih dari 40 hari di pelosok desa, membawa ilmu dari ruang kelas ke kehidupan nyata. Tak hanya mahasiswa dari Umri, namun dari 40 Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) se-Indonesia, dengan latar belakang budaya, sosial yang beragam—bahkan lintas agama—ikut menjadi bagian dari cerita besar ini.
“Terima kasih, kalian telah menjadi duta terbaik Muhammadiyah di tempat-tempat kalian mengabdi,” ujar Dr Saidul Amin MA, Rektor Umri, dengan suara mantap namun penuh kehangatan. Baginya, KKN bukan hanya praktik akademis, tapi juga ladang belajar kehidupan—tentang empati, kolaborasi, dan menjadi manusia yang utuh.
Setiap mahasiswa membawa cerita mulai dari membangun fasilitas desa, mengadakan edukasi kesehatan, hingga membantu ekonomi warga. Mereka datang bukan untuk menggurui, tapi untuk belajar yang dalam prosesnya, tumbuh bersama masyarakat yang menerima mereka.
Salah satu momen paling menggetarkan malam itu adalah ketika santunan diserahkan kepada keluarga Alm. Virgiandika Miransya, seorang mahasiswa peserta KKN MAs yang meninggal dunia dalam kecelakaan saat menjalankan tugas pengabdian. Temannya, Imam Omar Atala, yang juga menjadi korban dalam insiden tersebut, menerima bantuan langsung dari BPJS Ketenagakerjaan dan LAZISMU.
Tangis haru pecah. Virgiandika telah tiada, namun semangatnya abadi dalam ingatan semua yang hadir. Ia adalah pengingat bahwa pengabdian sejati seringkali menuntut keberanian dan kadang, pengorbanan.
KKN MAs tahun ini bukan hanya lokal. Umri membuka peluang lebih luas: KKN Internasional di Malaysia, KKN Reguler di Pekanbaru, hingga yang paling spesial, KKN Plus Umrah di Arab Saudi. Lima mahasiswa berkesempatan menjalani pengabdian sambil menunaikan ibadah umrah—sebuah pengalaman spiritual yang memperkaya nilai-nilai kemanusiaan mereka.
“InsyaAllah, tahun depan akan kita buka KKN MAs Internasional, sebagai tantangan baru yang lebih berdampak,” ujar Prof Ahmad Darmawan, Ketua Panitia Pusat KKN MAs 2025, penuh harap.
Prof Dr Ahmad Muttaqin, Sekretaris Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah, dalam sambutannya mengingatkan bahwa KKN adalah ajang mempraktikkan ilmu, tapi juga saatnya merefleksi diri. Di tengah gegap gempita, ia mengajak seluruh peserta beristighfar dan menutup masa pengabdian dengan ucapan syukur, “Alhamdulillah.”
Ia juga menyisipkan nasihat tegas: jangan menunda skripsi. Karena pasca-KKN, semangat bisa menurun. “Lawan rasa malas itu, selesaikan studi kalian,” katanya sambil tersenyum.
Malam itu ditutup dengan pemberian KKN MAs Award 2025, dalam berbagai kategori: dari Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) terbaik, kelompok KKN MAs paling eksis, video sinematik terbaik, hingga kelompok teknologi tepat guna. Namun lebih dari trofi dan sertifikat, semua peserta tahu: penghargaan sejati adalah senyum warga desa dan kenangan yang tak akan pernah hilang.
KKN MAs bukan hanya soal tugas akademis. Ia adalah panggilan untuk menyentuh sisi terdalam dari kemanusiaan—menjadi jembatan antara kampus dan desa, antara teori dan kenyataan, antara diri sendiri dan sesama. Dan malam itu, di bawah bintang-bintang di langit Pekanbaru, semua yang hadir tahu: mereka pulang tidak dengan tangan kosong. Mereka pulang dengan hati yang penuh syukur. (Nurwalida)