Konsep Jihad yang Benar (Bagian ke-1)

Publish

7 October 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
209
Doc. Istimewa

Doc. Istimewa

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Istilah "jihad" sering kali disalahpahami dan dikaitkan dengan kekerasan. Namun, dalam tradisi Islam, jihad memiliki makna yang jauh lebih luas dan mulia. Kata "jihad" berasal dari akar kata Arab "jahada" yang berarti "berjuang" atau "berusaha". Jadi, jihad pada hakikatnya adalah semangat untuk berjuang dan berusaha keras mencapai suatu tujuan, terutama tujuan yang baik dan bermanfaat.
Dalam konteks Islam, jihad mencakup berbagai dimensi perjuangan, baik pada tingkat individu maupun sosial. Jihad bisa berarti perjuangan melawan hawa nafsu, memperbaiki diri, menuntut ilmu, membantu sesama, atau bahkan membela kebenaran dan keadilan. Jihad adalah manifestasi dari semangat untuk terus berkembang dan berkontribusi positif bagi diri sendiri, masyarakat, dan dunia.

Jihad, dalam spektrumnya yang luas, mencakup berbagai bentuk perjuangan. Pada tingkat personal, jihad adalah perjuangan batin untuk menyucikan jiwa, melawan hawa nafsu, dan memperbaiki diri. Di tingkat sosial, jihad berarti berjuang untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, memberantas kemiskinan, penyakit, ketidakadilan, dan kejahatan. Bahkan kampanye "perang melawan narkoba" atau "perang melawan kejahatan" pun sejatinya adalah bentuk jihad, meski tidak menggunakan istilah Arab tersebut.

Namun, ada satu bentuk jihad yang seringkali disalahpahami dan disalahgunakan: jihad militer. Islam mengakui adanya jihad jenis ini, namun dengan catatan penting bahwa ia harus dilakukan sesuai dengan aturan, batasan, dan kondisi yang ketat. Jihad militer yang benar adalah jihad yang bertujuan untuk menegakkan keadilan dan melindungi yang lemah, bukan untuk menyebarkan kebencian atau kerusakan. Jihad yang dilakukan dengan benar akan mendatangkan ridha Allah, sedangkan jihad yang menyimpang dari prinsip-prinsip tersebut hanya akan mengundang murka-Nya.

Mari kita dalami makna jihad dalam konteks pribadi, yang bahkan disebut sebagai jihad terbesar dalam sebuah hadis. Jihad ini adalah perjuangan tanpa henti untuk memperbaiki diri, untuk menjadi manusia yang lebih baik di mata Allah. Setiap aspek kehidupan, dari merawat orang tua yang menua hingga mendidik anak-anak dengan nilai-nilai Islam, adalah medan perjuangan yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan pengorbanan. Jihad pribadi ini mengajarkan kita untuk tidak mudah menyerah pada godaan duniawi, untuk terus berusaha melawan hawa nafsu, dan untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama. Ia adalah perjuangan yang tak pernah usai, namun setiap langkah kecil yang kita ambil menuju kebaikan adalah kemenangan yang berharga.

Namun, jihad tidak berhenti pada tataran individu. Sebagai bagian dari masyarakat, kita juga memiliki tanggung jawab untuk berjuang menciptakan perubahan positif. Kita tidak bisa hanya menjadi penonton pasif yang membiarkan ketidakadilan dan keburukan merajalela. Kita harus berani bersuara, mengambil tindakan, dan berkontribusi untuk memperbaiki keadaan.
Jihad sosial ini menuntut kita untuk peduli pada sesama, untuk berjuang melawan kemiskinan, ketidaktahuan, dan segala bentuk penindasan. Ia mengajak kita untuk menjadi agen perubahan, bukan hanya sekadar pengamat yang acuh tak acuh. Inilah jihad sejati, perjuangan yang tak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia.

Sejauh mana pentingnya aspek militer dalam jihad? Bagaimana seharusnya kita memahami proporsi elemen militer dalam konsep jihad ini? Jika kita membayangkan jihad sebagai sebuah ide besar, berapa persen dari keseluruhan konsep ini yang bersifat militer? Harus dipahami bahwa aspek militer dalam jihad sebenarnya adalah jalan terakhir yang diambil ketika semua upaya lain telah gagal. 
Sebagaimana sebagian besar negara di dunia memiliki angkatan bersenjata untuk melindungi kedaulatan dan keamanan mereka, begitu pula pentingnya mempertimbangkan bahwa kekuatan militer, meski seringkali disebut sebagai "penjaga perdamaian" untuk mencerminkan semangat bangsa—seperti yang kita lakukan oleh TNI/Polri sebagai pasukan penjaga perdamaian—adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Pasukan ini menunjukkan bahwa terkadang perdamaian harus ditegakkan melalui kekuatan militer.

Namun, dengan memiliki unit militer, kita sebenarnya juga mengakui kenyataan pahit bahwa, dalam beberapa situasi, perdamaian harus dipertahankan melalui peperangan. Ini adalah pilihan terakhir, yang hanya diambil ketika semua upaya diplomatik telah gagal total. Tetapi justru solusi diplomatik itulah yang harus menjadi fokus utama kita, karena peperangan adalah sesuatu yang sedapat mungkin harus dihindari. Perang adalah opsi terakhir yang harus diambil hanya ketika segala upaya lain tidak membuahkan hasil. 

Dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah ayat 216 menegaskan bahwa "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu sesuatu yang kamu benci." Ayat ini menunjukkan pengakuan bahwa perang memang membawa sisi yang tidak menyenangkan dan penuh dengan konsekuensi yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mengupayakan perdamaian dengan cara-cara yang damai, dan hanya berperang ketika semua jalan lain telah tertutup.

Apakah Tuhan memberikan panduan tentang kapan tepatnya mengangkat senjata dalam jihad? Jika kita menyelami Al-Qur`an dengan penuh perhatian, kita akan menemukan bahwa ada beberapa keadaan yang membenarkan apa yang disebut sebagai "perang yang adil". Salah satu contohnya lebih dari 75 ayat yang berbicara tentang mustad`afin, yaitu mereka yang lemah dan tertindas, terutama perempuan dan anak-anak, yang memohon pertolongan untuk dibebaskan dari penindasan. 

Bayangkan sebuah rezim yang kejam, seorang diktator yang lalim, atau seorang tiran yang membawa penderitaan bagi rakyatnya. Jika satu-satunya cara untuk menghentikan kejahatan dan membawa kebaikan bagi banyak orang adalah melalui perjuangan bersenjata, maka Al-Qur`an memberikan pembenaran untuk melakukan jihad. 

Namun, penting untuk diingat bahwa jihad bukanlah tindakan yang gegabah atau didorong oleh emosi semata. Al-Qur`an menekankan pentingnya kebijaksanaan, keadilan, dan belas kasih, bahkan dalam situasi konflik. Jihad hanya boleh dilakukan sebagai upaya terakhir, setelah semua jalan damai telah ditempuh dan gagal. 

Selain itu, jihad harus dilakukan dengan niat yang tulus, yaitu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Pejuang jihad harus selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dan etika, serta menghindari tindakan yang dapat merugikan warga sipil atau merusak lingkungan. Dengan demikian, jihad dalam Islam bukanlah seruan untuk kekerasan tanpa pandang bulu, melainkan sebuah perjuangan yang suci dan mulia, yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

365 Hari Dilalui, 365 Hari Akan Kita Hadapi Oleh : Machnun Uzni, S.I.Kom, Wakil Sekertaris Pimpinan....

Suara Muhammadiyah

31 December 2023

Wawasan

Menguatkan Cabang dan Ranting Mengakselerasi Gerak Filantropi Oleh: Yandi, ketua PCM Ciawi Tasikmal....

Suara Muhammadiyah

9 December 2023

Wawasan

 Puasa Syawal, Amalan Pasca Ramadhan yang Hampir Terlewatkan  Oleh: Ika Sofia Rizqiani, S....

Suara Muhammadiyah

19 April 2024

Wawasan

Dahlan Menjawab Zamannya Oleh: Saidun Derani Dalam bukunya ”Politik Kaum Modernis: Perlawana....

Suara Muhammadiyah

23 May 2024

Wawasan

Sumber Foto Unsplash Difabel itu Normal, Catatan Film ”Jendela Seribu Sungai” Oleh: A....

Suara Muhammadiyah

24 July 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah