Leluhur Genealogis vs Genetik: Rekonsiliasi Sains dan Agama dalam Buku The Genealogical Adam and Eve
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Saya akan mengulas buku karya Joshua Swamidass yang berjudul The Genealogical Adam and Eve: The Surprising Science of Universal Ancestry (2019). Swamidass, seorang ilmuwan, dokter, dan profesor di Universitas Washington di St. Louis, menggunakan kecerdasan buatan untuk meneliti bidang kedokteran, biologi, dan kimia. Kredibilitasnya sebagai ilmuwan medis dan genomik menjadikan buku ini sangat penting.
Menariknya, buku ini banyak diperbincangkan, terutama di kalangan Kristen, baik oleh ilmuwan maupun non-ilmuwan. Lalu, apa istimewanya buku ini? Swamidass menawarkan perspektif baru tentang asal-usul manusia dengan membedakan antara leluhur genealogis dan leluhur genetik. Sebelum membahas detail bukunya, saya akan menjelaskan dulu perbedaan penting kedua jenis leluhur tersebut.
Ilmuwan telah membuktikan bahwa semua manusia modern mewarisi gen dari populasi manusia purba yang jumlahnya tidak pernah kurang dari 7.000 hingga 10.000 orang. Lebih jauh lagi, gen kita menunjukkan bahwa kita memiliki nenek moyang yang sama dengan simpanse, gorila, dan orangutan. Artinya, evolusi yang menghasilkan manusia modern berakar dari masa lalu yang sangat jauh.
Namun, para ahli genetika tidak mendukung narasi kitab suci, baik Alkitab maupun Al-Qur`an, yang menyebutkan bahwa manusia berasal dari satu pasangan, yaitu Adam dan Hawa. Studi genetika modern justru menimbulkan keraguan pada kepercayaan bahwa semua manusia berasal dari satu pasangan.
Temuan genetika ini menjadi tantangan tersendiri bagi umat Kristen karena bertentangan dengan kisah penciptaan yang sangat detail dalam Kitab Kejadian 1 dan 2. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa Tuhan menciptakan manusia pada hari keenam. Kejadian 2 menguraikan proses penciptaan Adam dari debu tanah dan Hawa dari tulang rusuk Adam. Adam kemudian menamai Hawa yang artinya "ibu dari semua yang hidup".
Narasi ini memberikan kesan bahwa Adam adalah manusia pertama dan Hawa adalah ibu dari seluruh umat manusia. Pemahaman ini juga didukung oleh ayat-ayat Alkitab lainnya yang menegaskan posisi Adam sebagai manusia pertama. Namun, para ahli genetika menolak gagasan tersebut. Penemuan mereka yang menunjukkan asal-usul manusia dari populasi yang besar mendorong sebagian umat Kristen untuk mencari jalan tengah antara teori evolusi dan keyakinan mereka dengan mengabaikan narasi Adam sebagai manusia pertama.
Di sinilah Swamidass muncul dengan gagasan baru. Ia membedakan antara "leluhur genetik" yang telah kita bahas, yaitu pewarisan gen dari sejumlah besar leluhur di masa lalu, dengan "leluhur genealogis". Apa perbedaannya? Swamidass menjelaskan bahwa meski kita memiliki banyak leluhur genetik, tidak semua leluhur tersebut mewariskan gen kepada kita. Sebagai contoh, kita memiliki dua orang tua, empat kakek-nenek, delapan kakek buyut, dan seterusnya. Semakin jauh generasinya, semakin kecil jumlah gen yang diwariskan. Bahkan, ada leluhur yang meski terhubung secara silsilah, tetapi tidak mewariskan gen apa pun kepada kita. Mereka adalah leluhur genealogis, bukan leluhur genetik.
Swamidass juga menunjukkan bahwa virus yang menginfeksi genom manusia di masa lalu secara teknis dapat dianggap sebagai nenek moyang genetik kita. Meskipun terdengar aneh, hal ini menunjukkan perbedaan antara pewarisan genetik dan leluhur genealogis.
Fokus Swamidass pada leluhur genealogis sejalan dengan penekanan Alkitab pada silsilah, seperti yang terlihat pada bagan silsilah Yesus. Alkitab tidak membahas genom atau gen, melainkan menelusuri garis keturunan dari ayah ke anak. Melalui pendekatan ini, Swamidass berpendapat bahwa ada kemungkinan semua manusia modern berasal dari satu pasangan yang hidup sekitar 6.000 hingga 10.000 tahun yang lalu. Meskipun terdengar mustahil, Swamidass menawarkan penjelasan ilmiah yang masuk akal.
Buku ini sangat penting karena menawarkan perspektif baru tentang Adam dan Hawa, yang relevan tidak hanya bagi orang Kristen, tetapi juga Yahudi dan Muslim. Swamidass tidak menafikan adanya ribuan leluhur genetik dan kemungkinan adanya manusia lain di luar Adam dan Hawa. Ia menggunakan istilah "di luar taman" untuk menyebut mereka yang hidup berdampingan dengan keturunan Adam dan Hawa, tetapi akhirnya tidak memiliki keturunan yang bertahan hingga saat ini. Dengan demikian, semua manusia modern saat ini secara teoritis merupakan keturunan dari Adam dan Hawa yang hidup di Timur Tengah ribuan tahun lalu.
Tesis Swamidass ini tentu saja menarik perhatian dan memicu perdebatan, terutama di kalangan umat Kristen. Ada yang mencoba menyanggahnya, ada pula yang menerima aspek ilmiahnya namun mempertanyakan implikasi teologisnya. Hal inilah yang akan kita bahas lebih lanjut.
Buku ini sendiri cukup tebal, dengan 100 halaman pertama membahas sains dan bagaimana menjelaskan kemungkinan semua manusia berasal dari satu pasangan. Swamidass memulai dengan fakta bahwa kita memiliki dua orang tua, empat kakek-nenek, delapan kakek buyut, dan seterusnya. Jika ditelusuri terus menerus, jumlah leluhur di masa lalu akan sangat banyak.
Namun, ada solusinya: kita memiliki nenek moyang yang sama. Artinya, di titik tertentu dalam silsilah, garis keturunan kita bertemu. Jika tidak, jumlah populasi di masa lalu justru akan lebih besar daripada populasi saat ini, dan hal ini mustahil. Jadi, populasi di masa lalu sebenarnya lebih kecil, dan dari populasi kecil itulah manusia berkembang biak.
Dengan menelusuri garis keturunan ke belakang, kita bisa menemukan nenek moyang yang sama itu. Perhitungan statistik telah dilakukan oleh para ilmuwan sebelum Swamidass, misalnya Joshua Chang. Mereka menyimpulkan bahwa kita memiliki nenek moyang yang sama yang hidup beberapa ratus tahun yang lalu. Namun, Swamidass menyempurnakan perhitungan tersebut dengan mempertimbangkan berbagai skenario nyata dalam kehidupan manusia. Ia menyimpulkan bahwa nenek moyang yang sama itu mungkin hidup sekitar 3.000 hingga 6.000 tahun yang lalu.
Lebih lanjut, Swamidass menghitung kemungkinan Adam dan Hawa hidup sekitar 6.000 tahun yang lalu, atau 4.000 tahun sebelum Masehi, bahkan mungkin hingga 10.000 tahun yang lalu. Ia memilih abad pertama Masehi sebagai titik acuan karena berkaitan dengan kehidupan Yesus dan penulisan Perjanjian Baru. Namun, Swamidass tidak berpatokan pada tanggal-tanggal tersebut. Ia menyadari bahwa jika kita menelusuri garis keturunan cukup jauh, kita akan menemukan nenek moyang universal, dan nenek moyang itu bukanlah satu-satunya. Nenek moyang universal itu bisa disebut sebagai nenek moyang bersama terbaru.
Sebelum mencapai nenek moyang bersama terbaru itu, ada suatu titik di masa lalu di mana setiap individu yang hidup pada masa tersebut akan menjadi nenek moyang dari semua orang yang hidup saat ini, atau bukan nenek moyang siapa pun. Sebagai ilustrasi, jika kita menelusuri silsilah hingga ke seseorang di masa lalu, maka orang tersebut dan semua leluhurnya juga merupakan nenek moyang kita. Dengan kata lain, Adam dan Hawa bisa jadi hidup di masa itu, dan ada banyak kemungkinan siapa Adam dan Hawa tersebut.
Bagaimana pendapat saya tentang buku ini? Swamidass berusaha keras menjelaskan penemuannya dalam kerangka teologi Kristen dan menghubungkannya dengan Alkitab. Namun, menurut saya, gagasan Swamidass justru lebih sesuai dengan narasi Al-Qur`an dan teologi Islam.