(Seni) Rupa Muhammadiyah

Publish

1 December 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
234
Haedar Nashir dalam Pameran Liter(art)si Milad 109 SM

Haedar Nashir dalam Pameran Liter(art)si Milad 109 SM

(Seni) Rupa Muhammadiyah

Suherman, Dosen Pendidikan Seni (Rupa) Universitas Muhammadiyah Enrekang / Alumni Pendidikan Seni Rupa Universitas Muhammadiyah Makassar

Sejarah panjang peradaban Islam menunjukkan bagaimana seni rupa telah bersinergi dengan Islam, menghasilkan nilai dan makna spiritual-religius yang tinggi sebagai cerminan umat manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlakul karimah. Muhammadiyah, sebagai gerakan dakwah Islam terkemuka di Indonesia, perlu mengintegrasikan seni rupa ke dalam gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

Sekilas tentang Seni Rupa dalam Tradisi Islam

Islam dan seni rupa merupakan dua hal yang kadang sulit dipisahkan, keduanya saling mendukung dan saling membutuhkan satu sama lain. Dalam sejarah peradaban Islam (tradisi Islam), seni rupa sering kali menjadi unsur yang memainkan peran penting terutama dalam rangka penyebaran dan pembudayaan ajaran Islam, karena kekuatannya yang mampu ‘memelukisakan secara indah’ nilai-nilai, prinsip, dan atau aqidah Islamiyah.

Kaligrafi Islam misalnya, yang merupakan salah satu jenis seni rupa yang paling menonjol dalam tradisi Islam. Dalam catatannya, Sanjaya (2023) menyatakan bahwa “kaligrafi Islam memainkan peran penting dalam penyebaran Islam sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat (sekitar abad ke-7 Masehi), seperti menghias Al-Quran, Hadits, masjid, dan ruang-ruang publik lainnya.” Di sisi lain, Nasr (1987) dalam bukunya Islamic Art and Spirituality, mengatakan bahwa “kaligrafi yang bersumber dari dari Al-Qur'an dan Hadist merupakan salah satu kesenian seni rupa yang berkembang dalam kebudayaan Islam di Persia, sebuah kebudayaan Islam yang dianggap sebagai ‘pemilik’ peradaban masa lalu yang paing gemilang.”

Kemudian ada juga seni bangunan (arsitektur), seperti Masjidil Haram di Makkah yang merupakan mesjid tertua di dunia, atau masjid lain seperti Masjid Alhambra di Spanyol atau Taj Mahal di India. Estetika visual dari bentuk arsitektural masjid-masjid tersebut pun menunjukkan bahwa seni rupa dalam sejararah peradaban Islam (tradisi Islam) sudah sejak awal telah menjadi refleksi kesatuan, harmoni, dan keindahan yang mencerminkan nilai-nilai Ilahiyah.

Penting digaris bawahi di sini, bahwa seni rupa dalam tradisi Islam memiliki karakteristik yang khas, yang dapat dicermati dari “Estetika” nya. Dalam hal ini, kita sebut “Estetika Islam”, yang berkaitan dengan penghayatan keindahan yang mendalam, yang tidak hanya melihat karya seni rupa secara fisik, tetapi lebih dari itu, juga mencerminkan pengalaman emosional-spiritual manusia tentang sifat-sifat Allah SWT—Estetika yang membawa manusia pada kesadaran akan kehadiran Sang Ilahi Allah SWT. Landasan utamanya adalah Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi “Sesungguhnya Allah itu Maha indah dan mencintai keindahan” (HR. Muslim). Dimensi “keindahan” atau “Estetika” tersebut terejawantah dalam wudud atau bentuk visual (seni rupa).

Seni Rupa dalam konteks Dakwah Muhammadiyah

Seni rupa yang sudah sejak awal melekat kuat dalam tradisi Islam dengan semangat Estetika sebagai ‘ruh’nya, seharusnya dijadikan sebagai sarana efektif dalam dakwah Muhammadiyah. Akan tetapi sampai saat ini, masih sering muncul perdebatan ‘ekstrim’ terkait “boleh” atau “tidak boleh” seni rupa hadir dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Bahkan terkadang masih ada kader yang ‘tidak mengindahkan’ seni rupa dalam Muhamadiyah. Ini memang problem yang dilematis, yang perlu dicermati secara mendalam.

Oleh karena itu, sebagai bahan refleksi, sekilas kita telisik beberapa ‘narasi’ berikut. Paling tidak, dapat dijadikan bahan pewacanaan untuk menggali dan memperkuat landasan seni rupa dalam konteks dakwah Muahammadiyah.

Pertama, dalam sambutan pembukaan Rakernas Bersama LSB dan LPO tahun 2023 di UMY, Haedar Nashir selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan dan menegaskan bahwa seni, budaya, dan olahraga merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, yang seklaigus memiliki penting dalam dakwah sebagai wadah inklusif. Dalam kesempatan yang sama, Irwan Akib selaku Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Pendidikan, Kebudayaan, dan Olahraga, juga menyampaikan dan menegaskan bahwa seni sering kali dikesampingkan dalam dakwah Muhammadiyah, padahal seni sudah ada dan hadir dalam Persyarikatan Muhammadiyah sejak awal. Ia lalu menegaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh fikih yang terlalu ketat, yang dipahami oleh sebagian warga Muhammadiyah terlalu ketat (lihat Aanardianto, 2023 & Cris, 2023).

Kedua, dalam acara Konsolidasi Majelis Lembaga dan Biro PP Muhammadiyah tahun 2023, Abdul Mu’ti sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah / Mendikdasmen Kabinet Merah Putih, menanggapi terkait masih adanya perdebatan tentang penerimaan seni dan budaya dalam lingkup Persyarikatan Muhammadiyah. Abdul Mu’ti juga menegaskan bahwa seni dan budaya dalam kehidupan manusia merupakan instrumen yang tidak dapat dipisahkan, dan oleh karena itu, untuk menyikapi perdebatan tersebut tentunya harus merujuk pada Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah (lihat juga Aanardianto, 2023).

Ketiga, dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Bagian Ketiga: Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah, sub poin Kehidupan dalam Seni dan Budaya, nomor 3 dan 4, secara jelas disebutkan bahwa “Berdasarkan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995 ditetapkan bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkankan fasad (kerusakan), dlarar (bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba'id anillah (terjauhkan dari Allah); maka pengembangan kehidupan seni dan budaya di kalangan Muhammadiyah harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam sebagaimana dituntunkan Tarjih tersebut … Seni rupa yang objeknya makhluq bernyawa seperti patung hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran, ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila mengandung unsur yang membawa isyyan (kedurhakaan) dan kemusyrikan.”

Selain dari tiga ‘narasi’ tersebut, mungkin perlu juga sedikit menelisik dua seniman terkenal Indonesia, yang notabene juga merupakan ‘kader’ Muhammadiyah. Kedua seniman tersebut adalah Ahmad Sadali (1924-1987) dan Achmad Noe'man (1925-2016), yang merupakan anak dari H.M Djamhari (tokoh pendiri Muhammadiyah di Garut, Jawa Barat). Ahmad Sadali bergerak di bidang seni lukis yang kemudian membuatnya dikenal sebagai “Bapak seni lukis abstrak modern Indonesia”, sementara saudaranya, Achmad Noe'man bergerak di bidang arsitektur yang dikenal sebagai “Maestro Arsitektur Masjid di Indonesia” sekaligus dianggap sebagai “Arsitek Seribu Masjid”. Keduanya konsisten berkesenian dan menghasilkan karya-karya seni rupa (lukisan dan arsitektur) yang kaya akan tanda dan simbol-simbol nonfiguratif sebagai bagian dari kristalisasi perenungan nilai-nilai Islamiyah.

Sampai di sini, sepertinya memang perlu untuk memandang seni rupa sebagai bukan hanya sekadar “karya visual estetik” semata, melainkan, juga harus dilihat dari perspektif yang lebih luas dan dalam, termasuk dari segi “Estetika” sebagai ‘ruh’nya, serta maslahat atau kebermanfaatannya selama ia tidak bertentangan dengan prinsip tauhid. Artinya, peran dan posisi seni rupa dalam konteks dakwah Muhammandiyah perlu dipertimbangkan sebagai sesuatu yang Ma'ruf.

Seni Rupa sebagai Sarana Dakwah Muhammadiyah

Muhammadiyah yang menyuarakan Islam berkemajuan (din al-hadlarah) perlu mengintegrasikan seni rupa ke dalam gerakan dakwahnya. Dalam konteks ini, seni rupa memiliki potensi dan potensi strategis untuk mendukung semangat pencerahan, emansipasi, dan humanisasi yang berlandaskan pada nilai-nilai Islamiyah yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, yang diusung oleh gerakan dakwah Muhammaidiyah—seni rupa dapat menjadi sarana dalam gerakan dakwah Islam Muhammadiyah. 

Melalui lembaga-lembaga pendidikannya yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara, Muhammadiyah dengan prinsip tajdid-nya, perlu memberikan ruang bagi seni rupa untuk berkembang, dengan syarat tetap sejalan dengan nilai-nilai tauhid dan kemaslahatan umat. Hal ini seklaigus mengejawantahkan prinsip morderasi dalam ajaran Islam, yang dalam suatu forum juga pernah disampaikan Abdul Mu’ti bahwa, “moderasi menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara kreativitas artistik-estetik dengan nilai-nilai Islamiyah, yang sejalan dengan firman Allah yakni ummatan wasathan (Ali ‘Imran ayat 110).” 

Singkatnya, seni rupa merupakan sarana efektif dalam gerakan dakwah Islam Muhammadiyah. Posisi dan potensinya sangat strategis dalam rangka menanamkan nilai-nilai emosional-spiritual Islam kepada umat manusia, yang pada akhirnya melahirkan “insan-insan kamil” yang berkarakter, bernafaskan aqidah Islamiyah. Wallahu a'lam bishawab.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Cristoffer Veron Purnomo, Reporter Suara Muhammadiyah Betapa cepatnya kilatan waktu berlalu, ....

Suara Muhammadiyah

31 December 2023

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Kita sedang membahas pelajaran....

Suara Muhammadiyah

6 September 2024

Wawasan

Kemerdekaan dan Kebhinekaan Oleh: Teguh Pamungkas, Pengkaji masalah sosial kultural Upacara HUT ke....

Suara Muhammadiyah

23 August 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Peristiwa Isra` dan Mi'raj meru....

Suara Muhammadiyah

7 February 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan  Sebelum Abu Bakar wafat, ia menominasikan penasihat militernya, Umar bin ....

Suara Muhammadiyah

24 July 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah