YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Mendapatkan berita ihwal kemenangan gugatan masyarakat Pulau Mendol terhadap Gugatan PT Tri Usaha Mandiri (TUM), Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah terus memberikan dukungan pasca dicabutnya HGU PT TUM.
Pada 31 Agustus 2023 lalu, Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta, melalui putusan nomor 89/G/2023/PTUN.JKT, menolak gugatan PT TUM dan mencabut izin HGU perusahaan tersebut di Pulau Mendol, Kabupaten Pelalawan, Riau. Dalam putusan disebut PTUN Jakarta menolak permohonan penggugat, menyatakan eksepsi gugatan tidak diterima, sehingga PTUN menolak keseluruhan gugatan.
LHKP PP Muhammadiyah yang ikut terlibat menyusun Amicus Curiae berdiri bersama masyarakat di Pulau Mendol, mengucapkan selamat bagi masyarakat di Pulau Mendol dan seluruh pihak yang terlibat dalam perjuangan ini. Ini merupakan kemenangan rakyat, kemenangan Indonesia. Semua pihak harus merayakan kemenangan ini.
Sekilas Fakta kasus di Pulau Mendol
Di dalam laporan investigasi berjudul HGU tidak aktif pemicu konflik di Pulau Mendol: menagih janji Reforma Agraria dari ruang penyelesaian Konflik, yang diterbitkan oleh WALHI Riau, disebutkan sejumlah permasalahan yang dilakukan oleh PT TUM, diantaranya:
Pertama, PT TUM melakukan aktivitas pembukaan kanal. Menurut informasi dari warga, kegiatan pembukaan kanal dilakukan pada bulan Juni 2022. Kanal yang dibangun mempunyai panjang 950 meter dengan kedalaman 2 meter lebih;
kedua, PT TUM melakukan pembangunan kanal hingga bibir pantai. Ujung kanal yang dibangun hanya berjarak sektar ±5 meter dari laut;
Keyiga, Hasil olah citra satelit tutupan hutan memperlihatkan kerapatannya mencapai >30%. Lokasi tutupan hutan ini berada di Desa Teluk Dalam. Seharusnya lokasi ini kembali ditetapkan menjadi kawasan hutan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium Kelapa Sawit);
Keempat, HGU diterbitkan di atas 9,96 ha fungsi lindung ekosistem gambut non kubah gambut dan 5.679,53 ha fungsi lindung ekosistem gambut kubah gambut. Hanya 419,07 ha yang berada di fungsi budidaya;
Kelima, Hasil pemantauan lapangan memperlihatkan bahwa benar areal HGU bertumpang tindih dengan pemukiman dan kebun masyarakat;
Keenam, adanya informasi telah terjadi jual beli tanah antara PT TUM dan masyarakat; dan
Ketujuh, lokasi HGU juga merupakan habitat bagi beberapa satwa khas Pulau Mendol, seperti Biawak, Mawas atau Monyet Besar, Pelanduk dan Rusa.
Sikap dan Desakan LHKP PP Muhammadiyah
Dalam beberapa kali regional meeting, isu sumber daya alam (SDA) menjadi isu sangat penting dan menjadi perhatian LHKP di wilayah kawasan Indonesia timur, Kalimantan, dan Sumatera. Ketua PP Muhammadiyah, Dr Busyro Muqoddas memberikan amanah agar kader Muhammadiyah serius memberikan perhatian pada proyek yang banyak menimbulkan peminggiran hak, ancaman bagi HAM dan lingkungan hidup.
Senada dengan itu, sekretaris LHKP PP Muhammadiyah David Efendi mengungkapkan bahwa Muhammadiyah perlu lebih sensitif dan kerja keras untuk membela kelestarian lingkungan dan sumber daya alam.
“Dalam isu strategis yang masuk sebagai tantangan Muhammadiyah pada Tanwir jelang Muktamar ke-44 Tahun 2000 adalah gerakan penyelamatan sumber daya alam. LHKP punya komitmen itu dengan bidang politik sumber daya alam,” ungkap David yang juga dosen Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Lebih jauh, LHKP PP Muhammadiyah mendesak negara supaya pada masa yang akan datang tidak memberikan beban ekologis skala besar seperti perkebunan, pertambangan, infrastruktur raksasa, dan proyek lainnya yang akan melanggengkan kehancuran lingkungan, khususnya pulau-pulau kecil, seperti Pulau Mendol, serta beragam proyek Pembangunan yang mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil sekaligus memperburuk kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, pembangunan di pulau-pulau kecil harus mengutamakan pemulihan lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.
“Pasca HGU PT TUM seluas 6.055,77 hektar dicabut, lahan seluas itu wajib diserahkan kepada masyarakat yang menjadi pemilik wilayah tersebut, sebagai implementasi dari reforma agraria,” pungkas David Effendi. (Rpd)