Oleh: Bobi Hidayat
Beranjak dari kota jogiakarta yang terkenal dengan kota Pendidikan, sempat singgah beberapa hari dalam sebuah perjalanan. Dan juga diberi kesempatan singgah singkat di Universitas Negeri kebanggaan Yogyakarta (UNY), membawa kesan tersendiri. Satu kata yang masih terngiang dan terus menempel diingatan yaitu kata “humanis”. Sebuah kata yang menarik penulis hingga saat ini, hingga bermimpi ingin membangun sebuah kampus yang humanis di tempat asal penulis. Berkolaborasi dengan salah satu visi kampus penulis universitas Muhammadiyah metro, yaitu kampus yang profetik.
Banyak beranggapan bahwa antara dosen dan mahasiswa di kampus harus memiliki Batasan-batasan yang lambat laun seperti membentuk tembok yang tebal. Kesan dosen “menangan” seperti sudah tertanam dari generasi ke generasi di kampus. Hal ini menjadi tantangan tersendiri pada aspek hubungan sosial antara dosen dan mahasiswa. Bukan bermaksut menggurui, namun perlu kita sama-sama tinjau kembali bagaimana sebaiknya hubungan yang dibangun antara dosen dan mahasiswa dalam dunia perkampusan. Tidak hanya sekedar mahasiswa dengan dosen, mahasiswa dengan tendik juga seperti mengalami hal yang sama. Kalau budaya seperti telah terbangun dan tertanam lama di kampus, memang sulit untuk dirubah. Akan tetapi, tidak menutup kemugkinan untuk dirubah agar lebih profetik dan humanis sehingga dapat menciptakan kampus yang ramah, ibarat sekolah dengan sloganya yaitu “sekolah ramah anak”.
Profetik dan humanis penulis artikan pada tataran implementatif adalah tercermin pada sikap berinteraksi sosial dalam dunia kampus. Hal ini tidak terlepas dari makna secara akademis dan konseptual. Dunia kampus yang cenderung mengarah pada tataran konsep-konsep, ada celah untuk berlatih pada tataran implementatif. Profetik yang mengacu pada empat sifat Nabi (Sidiq, Amanah, Tablig dan Fathonah) dapat terlihat dalam prilaku dan sikap Masyarakat kampus. Sedangkan humanis yang menganggap bahwa hubungan sesama manusia itu dapat terjalin dengan baik apabila saling memperhatikan sifat dasar manusia itu sendiri yang saling dipahami. Sifat-sifat dasar manusia menjadi perhatian dalam berinteraksi sehingga dapat memunculkan interaksi yang sehat, saling hormat-menghormati sehingga minim terjadinya konflik. Hal ini yang menurut padangan penulis perlu dibangun dalam dunia kampus yang profetik dan humanis.
Telah sama-sama kita sadari bahwa Interaksi yang terbangun selama ini masih mengedepankan ego masing-masing, dan belum sepenuhnya memperhatikan kondisi satu dengan yang lainya. Apakah sudah memperhatikan dan sesuai dengan sifat dasar manusia atau belum. Sehingga yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menanamkan dalam diri anggota masyarakat kampus saling hormat dan menghormati satu dengan yang lainya. Tidak perlu mengedepankan ego pribadi. Karena pada dasarnya dosen dan tenaga pendidikan berada dalam posisi sebagai pelayan sehingga harus melayani dengan baik dan sepenuh hati. Memang perlu terus berlatih, karena kompetensi psikomotorik dan afektif untuk diinternalisasikan dalam diri manusia adalah dengan banyak berlatih.
Kampus yang profetik dengan pelayanan yang humanis tidak akan merendahkan dosen dan tenaga pendidikan dihadapan mahasiswa. Bahkan sikap ini dapat memunculkan keseganan mahasiswa terhadap dosen dan tenaga Pendidikan, begitu juga sebaliknya. Kondisi seperti Ini yang diharapkan hadir dalam dunia kampus. Memberikan kenyamanan Masyarakat kampus dengan kesan humanisnya yang merupakan pengejawantahan dari visi profetik dalam kehidupan. Dengan adanya sikap yang humanis dapat dijadikan lahan promosi kampus, yang notabene kampus swasta di Kota kecil, Kota Metro.
Membangun kampus yang profetik dan humanis dapat dilakukan mulai dari hal yang dianggap sepele dan kecil semisal kebersihan segala aspek sarana kampus hingga tutur kata dan sikap antar sesama Masyarakat kampus. Tidak hanya sebatas itu, pelayanan akademik maupun non akademik juga dapat dilakukan dengan standar profetik dan humanis yang telah dibuat dan tentu masih banyak hal lain yang muaranya pada implementatif profetik dan humanis dalam kehidupan di kampus.
Membangun kampus yang profetik dan humanis namun tetap elegan harus dilakukan oleh seluruh Masyarakat kampus. Mulai dari yang bertugas di depan pintu gerbang hingga didalam kampus juga memberikan kesan yang nyaman dan ramah. Profetik dan humanis tidak sekedar pada tataran konseptual yang sering didiskusikan akan tetapi minim aksi, namun Profetik dan humanis sampai pada tataran implementatif. Perlu kebersamaan, berlatih dan saling mengingatkan sehingga akan menjadi budaya yang baik karena sudah terinternalisasi dalam diri seluruh masyarakat kampus.
Di akhir tulisan ini, kita semua berharap dapat membangun kampus yang profetik dan humanis namun tetap elegan hingga dapat menjadi kampus yang ramah terhadap mahasiswa. Menjadi kampus yang berkemajuan, terus berkembang dan dapat memberikan kontribusi yang lebih luas. Amiin.
Bobi Hidayat, Dosen FKIP UM Metro