YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sekretaris Pimpinan Pusat Aisyiyah Atiyatul Ulya mengatakan, menjaga keluarga merupakan sebuah kewajiban yang mesti diejawantahkan. Menurutnya hal demikian telah diperingatkan di dalam Al-Qur’an yaitu Qs at-Tahrim [66] ayat 6.
Atiyatul menyebut, secara redaksional ayat ini mengandung pemaknaan sangat mendalam. Terutama menyangkut mengenai keharusan manusia untuk melindungi diri sendiri berikut serta dengan keluarganya dari percikan api neraka.
“Neraka yang dimaksud pada QS at-Taḥrīm (66): 6 tidak hanya neraka di alam akhirat tetapi juga neraka dalam bentuk ketidaknyamanan di dunia ini. Oleh karena itu, seluruh anggota keluarga harus dilindungi dari penelantaran, eksploitasi, perundungan, diskriminasi, penyalahgunaan narkoba, perzinaan, dan hal-hal buruk lainnya,” terangnya saat Pengajian Ramadhan 1446 H PP Aisyiyah, Sabtu (15/3) secara daring.
Merujuk pada Tanfidz Keputusan Muktamar ke-48 Muhammadiyah Tahun 2022, dipertegaskan bahwa memperkuat ketahanan keluarga menjadi salah satu isu strategis kebangsaan yang harus diperhatikan secara saksama.
“Keluarga merupakan pranata sosial, pendidikan, dan agama yang sangat penting. Keluarga adalah lembaga di mana anak-anak memahami nilai-nilai budaya, agama, pengetahuan, dan akhlak yang utama. Kekuatan dan ketahanan keluarga menentukan kekuatan, kemajuan, kesejahteraan, dan masa depan umat dan bangsa,” jelasnya mengutip Tanfidz tersebut.
Pada saat ini, kata Atiyatul, kedudukan dan fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan sosial, pendidikan, dan agama mengalami pergeseran dan pelemahan. Terdapat gejala di mana sebagian anggota masyarakat memilih tidak berkeluarga. Karena berbagai faktor maka sistem dan struktur keluarga berubah dari extended family menjadi nuclear family.
“Angka perceraian cenderung meningkat, khususnya di kalangan keluarga muda. Kekerasan dalam rumah tangga juga semakin sering terjadi. Persoalan pernikahan dini dan pernikahan tidak tercatat (di KUA) juga menjadi fenomena di masyarakat dan minim jangkauan pendidikan dan pencerdasan, sehingga memunculkan masalah baru baik ekonomi maupun kesehatan,” ujarnya.
Di situlah peran Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Islam berkemajuan. Aisyiyah hendak mendekonstruksi keluarga menuju keluarga yang religius, berkualitas, sehingga diharapkan dapat mewujudkan keluarga yang diharapkan, yaitu keluarga sakinah.
“Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah dan tercatat di KUA, yang didasarkan pada kondisi mawaddah warahmah, sehingga mampu memenuhi kehidupan spiritual dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan,” tegasnya.
Atiyatul menjelaskan, asas keluarga sakinah terdari dari lima asas. Asas tersebut meliputi asas karamah insaniyah, asas hubungan kesetaraan, asas keadilan, asas kasih sayang, dan asas pemenuhan kebutuhan dasar.
Disimpulkan Atiyatul, untuk mengimplementasikan keluarga sakinah, lebih-lebih di era digital, perlu melakukan sosialisasi Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah secara terus menerus kepada keluarga Muhammadiyah ‘Aisyiyah dan masyarakat luas.
“Misalnya mensosialisasikan tentang pencatatan pernikahan sebagai persyaratan dalam membentuk keluarga sakinah, prinsip-prinsip dasar keluarga sakinah dan lain-lain,” katanya.
Selain itu, menerjemahkan dalam program kegiatan konsep keluarga sakinah pada masing-masing majelis/lembaga di seluruh tingkatan. Melakukan sinergi dengan seluruh ortom dan amal usaha Muhammadiyah/’Aisyiyah. “Dan membangun jejaring dengan berbagai lembaga maupun instansi pemerintah,” tandasnya. (Cris)