Membongkar Klaim Robert Spencer tentang Nabi Muhammad

Publish

7 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
394
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Membongkar Klaim Robert Spencer tentang Nabi Muhammad 

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Benarkah kaum Muslimin mengarang keberadaan Nabi Muhammad? Robert Spencer, dalam bukunya yang berjudul Did Muhammad Exist? An Inquiry into Islam's Obscure Origins (2012), mengklaim bahwa Nabi Muhammad hanyalah mitos belaka, sebuah rekayasa politik yang diciptakan untuk kepentingan ekspansi kerajaan Islam. Jika klaim Spencer benar, apa implikasinya bagi umat Islam? Apakah ini akan menggoyahkan fondasi keyakinan Islam?

Tentu saja, dampaknya akan sangat besar. Jika Nabi Muhammad SAW tidak pernah ada, maka tidak ada alasan untuk menjadi seorang Muslim. Al-Qur'an pun akan menjadi salah satu pemalsuan terbesar dalam sejarah literatur dunia. Namun, klaim Spencer tersebut tidaklah benar.

Pertama-tama, perlu ditegaskan bahwa setiap Muslim meyakini keberadaan Nabi Muhammad. Bahkan, keberadaan Nabi Muhammad sebagai pendiri agama Islam telah menjadi pengetahuan umum, baik di kalangan Muslim maupun non-Muslim. Lalu, mengapa Spencer berpendapat sebaliknya? Dan adakah pendapat senada yang mendukung klaimnya? Spencer mengaku bahwa argumennya didasarkan pada sumber-sumber ilmiah. Mari kita kaji lebih lanjut.

Dalam dunia akademik, terdapat kajian arus utama dan kajian pinggiran. Kajian arus utama tentang Islam mencakup baik penelitian oleh cendekiawan Muslim maupun non-Muslim. Para orientalis, sebutan bagi ilmuwan Barat yang mempelajari dunia Timur, telah meneliti Islam selama berabad-abad. Mereka telah mencapai sebuah konsensus tentang asal-usul dan perkembangan Islam.

Para orientalis pada umumnya sepakat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah tokoh historis yang nyata. Meskipun ada yang berpendapat bahwa umat Islam mengagungkan Nabi Muhammad lebih dari yang seharusnya dan mengarang berbagai riwayat tentang beliau, terutama dalam koleksi hadits.

Namun, ketika membahas Al-Qur'an, seorang orientalis bernama Theodore Nöldeke yang hidup lebih dari 100 tahun yang lalu, menyatakan bahwa kodifikasi Al-Qur'an pada masa Khalifah Utsman bin Affan adalah otentik. Berbagai bacaan Al-Qur'an yang ada saat ini dapat ditelusuri kembali ke mushaf Utsman yang dikompilasi dalam dua dekade setelah wafatnya Nabi Muhammad. Dengan demikian, keaslian Al-Qur'an sudah tidak diragukan lagi, meskipun tidak semua hadits memiliki tingkat keotentikan yang sama.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur'an bukanlah kitab yang ditulis di kemudian hari. Al-Qur'an memang berasal dari masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang diyakini umat Islam.

Pandangan ini sesuai dengan kajian arus utama, baik di kalangan cendekiawan Muslim maupun non-Muslim. Meskipun ada perbedaan pendapat tentang kapan persisnya Al-Qur'an dikumpulkan, semuanya sepakat bahwa Al-Qur'an yang ada saat ini bersumber dari para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Umat Islam meyakini bahwa Al-Qur'an telah dikumpulkan sejak masa Abu Bakar, dan kemudian disalin oleh Khalifah Utsman untuk disebarkan ke seluruh wilayah kekuasaan Islam. Namun, kajian orientalis menyebutkan bahwa kodifikasi Al-Qur'an dilakukan pada masa Khalifah Utsman.

Terlepas dari perbedaan tersebut, Al-Qur'an tetap dapat diandalkan karena bersumber dari para sahabat Nabi, seperti Utsman bin Affan dan Zaid bin Tsabit yang diketahui memimpin pengumpulan ayat-ayat Al-Qur'an. Proses kodifikasi ini disaksikan oleh banyak sahabat lainnya. Hal ini serupa dengan kitab suci agama lain, misalnya Alkitab yang ditulis oleh para murid Yesus. Para murid tersebut mencatat ajaran-ajaran Yesus berdasarkan ingatan dan kesaksian mereka.

Demikian pula halnya dengan Al-Qur'an. Para sahabat Nabi dengan cermat menjaga dan menuliskan wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Mereka menyusunnya menjadi sebuah kitab yang kini kita kenal sebagai Al-Qur'an.

Lalu, bagaimana catatan sejarah tentang Muhammad, Al-Qur'an, dan Islam berhubungan dengan catatan sejarah tentang tokoh agama lain atau peristiwa penting lainnya dalam sejarah? Jika kita kembali membahas tentang Yesus, mari kita cermati argumen Robert Spencer sendiri. Ia menulis tentang penyelidikan sejarah terhadap kehidupan Yesus, dan mempertanyakan mengapa hal yang sama tidak bisa dilakukan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW juga berhak untuk diteliti secara historis, sama seperti tokoh-tokoh penting lainnya, seperti Buddha, Yesus, ataupun Krishna. Rasa ingin tahu kita tentang sejarah menuntun kita untuk mengungkap siapa sesungguhnya mereka, di balik lapisan mitos dan legenda yang mungkin menyelimuti kisah mereka.

Sikap ingin tahu dan kritis dalam menelaah sejarah adalah hal yang positif. Namun, kita juga harus menyadari bahwa tidak semua hasil penelitian historis itu benar dan objektif. Terkadang, seorang peneliti memiliki kepentingan pribadi yang mempengaruhi arah dan kesimpulan penelitiannya. Hal inilah yang saya lihat dalam kasus Robert Spencer.

Pertanyaannya adalah, seberapa akuratkah informasi historis yang kita miliki tentang Nabi Muhammad SAW, dibandingkan dengan tokoh-tokoh sejarah lainnya? Faktanya, catatan sejarah tentang Nabi Muhammad SAW jauh lebih dapat diandalkan. Spencer sendiri mengakui dalam bukunya bahwa Injil, sumber utama informasi tentang Yesus, baru ditulis 40 hingga 60 tahun setelah penyaliban. Artinya, selama 40 tahun pertama, umat Kristen tidak memiliki catatan tertulis tentang Yesus. Lalu, bagaimana mereka menyampaikan ajaran Yesus dan menjaganya agar tetap otentik?

Para ahli berpendapat bahwa Injil yang ada saat ini tidak hanya mencatat perkataan Yesus, tetapi juga mencerminkan bagaimana umat Kristen pada masa itu memahami dan menginterpretasikan ajaran-ajaran tersebut. Berbeda dengan Al-Qur'an yang diturunkan secara bertahap dan langsung dihafal oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW. Mereka kemudian menuliskannya dan mengumpulkannya menjadi sebuah mushaf pada masa Khalifah Utsman bin Affan.

Tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa ada orang yang menghafal perkataan Yesus secara harfiah pada masa awal Kekristenan. Inilah mengapa terdapat perbedaan redaksi dalam menyampaikan pesan yang sama di antara keempat Injil, karena mereka lebih mengutamakan makna umum daripada kata-kata yang tepat.

Lalu, apa alasan Spencer meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah tokoh fiktif? Ia menunjukkan beberapa "bukti", seperti kurangnya informasi biografis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa awal Islam dan tidak adanya penyebutan nama beliau pada koin-koin kuno. Bagaimana Anda menanggapi hal ini?

Argumen Spencer sebenarnya bersandar pada kajian pinggiran yang ditolak oleh mayoritas sejarawan, baik Muslim maupun non-Muslim. Ia mengambil sebagian gagasan dari berbagai peneliti yang sudah ditinggalkan, bahkan oleh penggagasnya sendiri. Sebagai contoh, Spencer menyoroti bahwa pada koin-koin awal Dinasti Umayyah tidak terdapat nama Nabi Muhammad SAW. Hal ini memang benar, namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW tidak ada.

Seorang sejarawan bernama Heidermann, dalam bukunya The Quran in Context (2010), menjelaskan bahwa para Khalifah Umayyah pada awalnya tidak merasa perlu untuk mencetak koin baru. Mereka hanya menggunakan koin-koin yang sudah beredar dari Kekaisaran Romawi. Ketika mereka akhirnya mencetak koin sendiri, mereka menemukan bahwa koin emas tanpa lambang salib sulit diterima oleh masyarakat Kristen yang sudah terbiasa dengan koin Romawi. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk tetap menggunakan koin-koin yang sudah ada.

Spencer dan para pendukung "teori pinggiran" menginterpretasikan hal ini sebagai bukti bahwa Islam belum benar-benar eksis pada masa itu, dan bahwa Nabi Muhammad adalah tokoh rekaan belaka. Namun, interpretasi semacam ini sangat lemah dan menyesatkan. Mereka mengabaikan bukti-bukti sejarah lainnya dan membangun argumen berdasarkan asumsi yang tidak berdasar. Sejarah tidak bisa dipelajari dengan cara seperti itu.

Biografi lengkap Nabi Muhammad SAW yang paling awal, yaitu karya Ibnu Ishaq yang kemudian diedit oleh Ibnu Hisyam, ditulis sekitar 125 tahun setelah wafatnya beliau. Namun, sebelumnya sudah ada beberapa tulisan yang mengumpulkan informasi tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti catatan tentang ekspedisi-ekspedisi militer yang dipimpin beliau, misalnya karya Urwah bin Zubair.

Beberapa sejarawan modern, seperti Gregor Schoeler, telah meneliti tulisan-tulisan awal tersebut dan menemukan bahwa di dalamnya terdapat informasi yang dapat diandalkan. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengesampingkan semua biografi Nabi Muhammad SAW. Memang ada beberapa riwayat yang diragukan kebenarannya, namun bukan berarti kita harus menolak semua informasi di dalamnya.

William Montgomery Watt juga berpendapat bahwa ada banyak informasi otentik dalam biografi tersebut. Sebagai contoh, riwayat tentang para pejuang yang gugur dalam pertempuran dan keturunan mereka yang masih hidup hingga kini adalah fakta sejarah yang sulit untuk dibantah.

Sejarawan lain, seperti Michael Lecker dalam Cambridge Companion to Muhammad, juga menegaskan bahwa terdapat inti sejarah yang kuat dalam biografi Nabi Muhammad SAW.

Robert Spencer juga menyandarkan argumennya pada penelitian Michael Cook dan Patricia Crone yang tertuang dalam buku Hagarism (1977). Dalam buku tersebut, mereka menolak semua sumber Islam dan hanya menggunakan bukti-bukti tidak langsung, seperti koin dan prasasti. Mereka berpendapat bahwa Islam muncul belakangan dan Nabi Muhammad SAW adalah tokoh fiktif. Namun, ironisnya, Cook dan Crone sendiri telah mencabut pendapat mereka tersebut. Sekarang, Spencer justru menggunakan pendapat yang sudah ditolak oleh para penggagasnya sebagai dasar argumennya.

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Pada bulan Ramadhan, ada shalat....

Suara Muhammadiyah

13 March 2024

Wawasan

Kenapa Tidak Ada Pemisahan Agama dan Negara dalam Islam? Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu B....

Suara Muhammadiyah

27 July 2024

Wawasan

Berbangsa dan Bernegara dengan Menjunjung Hukum dan Etika Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Trok....

Suara Muhammadiyah

11 October 2024

Wawasan

Berdamai dengan Diri Sendiri Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta  Banyak orang menjala....

Suara Muhammadiyah

8 February 2025

Wawasan

Oleh: Alvin Qodri Lazuardy, M.Pd  Islam adalah agama yang mencakup berbagai ajaran dan prinsip....

Suara Muhammadiyah

26 October 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah