Mencari Dunia Tanpa Harus Melupakan Akhirat

Publish

25 January 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
245
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Mencari Dunia Tanpa Harus Melupakan Akhirat

Oleh: Suko Wahyudi,  PRM Timuran Yogyakarta 

Hidup di dunia ini sering kali penuh dengan gemerlap, kesenangan, dan jebakan yang membuat manusia lupa akan tujuan akhir kehidupannya. Manusia seringkali disibukkan dengan mengejar harta, jabatan, dan popularitas hingga lalai mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal. Terkait fenomena ini, Alquran telah memperingatkan tentang bahayanya tertipu dengan kehidupan dunia.

Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak-anak... (QS. Al-Hadid [57]: 20).

Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan hiburan belaka. Dan sungguh, negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti? (QS. Al-An'am [6]: 32)

Dunia hanyalah permainan. Kekayaan, kesenangan, bukanlah tujuan utama hidup, melainkan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun, seringkali manusia lupa bahwa semua yang dimiliki hanyalah titipan, dan yang namanya titipan pasti akan kembali kepada pemiliknya. 

Tidak ada satu pun yang benar-benar menjadi milik kita, karena semua itu dapat diambil kapan saja sesuai dengan kehendak-Nya.  Allah mengingatkan dalam firman-Nya:

Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nyalah kami kembali. (QS. Al-Baqarah [2]:156).

Ayat ini mengajarkan kita bahwa seluruh aspek kehidupan ini hanyalah bagian dari kehendak-Nya. Maka dari itu, alangkah baiknya jika kita merawat setiap titipan dengan penuh rasa syukur dan amanah sebagai bentuk pengabdian kita kepada-Nya.

Merawat titipan dengan amanah berarti menjalankan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya, tanpa merusak atau menyalahgunakannya. Rasa syukur akan mendorong kita untuk lebih menghargai apa yang ada, tidak mudah mengeluh, dan terus berusaha memperbaiki diri. Dengan demikian, kehidupan kita akan lebih bermakna dan membawa berkah, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Jika manusia memanfaatkan dunia dan menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka manusiaa akan memetik hasilnya di akhirat kelak. Adapun jika  menyibukkannya dengan syahwat, maka akan merugi, baik di dunia, apalagi di akhirat. Hal ini sebagaimana firman Allah SwT:

Rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (QS. Al-Hajj [22]: 11)

Orang-orang yang menyibukkan dunia dengan sesuatu yang akan bermanfaat untuknya kelak di sisi Allah Ta’ala, mereka adalah orang-orang yang beruntung, baik di dunia dan di akhirat. Dia beruntung di dunia karena menyibukkan diri dalam amal kebaikan. Demikian pula, dia beruntung di akhirat karena telah membekali diri dengan berbagai amal shalih. Allah berfirman:

Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu. (QS. Luqman [31]: 33)

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala melarang kita untuk terperdaya dengan kehidupan dunia. Dia tertipu dengan dunia, sehingga sia-sialah waktunya, terluput dari berbagai amal shalih, karena dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Dia habiskan dunia ini, siang dan malam, hanya untuk mengumpulkan harta saja atau hanya untuk berlomba-lomba dalam teknologi. Hal ini sebagaimana kondisi orang-orang kafir saat ini. Mereka habiskan dunia ini untuk sesuatu yang tidak abadi. Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang dunia menjadi tujuannya, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya dan menjadikan kefakiran di depan matanya, serta dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sebatas apa yang telah ditetapkan baginya. Tetapi barangsiapa yang akhirat menjadi niatnya, maka Allah akan menyatukan urusannya, menjadikan kekayaan dalam hatinya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk." (HR. Tirmidzi).

Bukan berarti seorang muslim tidak boleh memanfaatkan dunia ini dan kemajuan teknologi di dalamnya. Islam tidak melarang kita untuk menikmati dunia, tetapi menuntun kita agar tidak terjebak dalam kecintaan berlebihan terhadap dunia. Rasulullah SAW bersabda:

"Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang pengembara atau seorang musafir." (HR. Bukhari).

Dan dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-Jatsiyah [45]: 13)

Akan tetapi, hendaknya dia manfaatkan ini semua untuk membantu ketaatan kepada Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala menciptakan dunia ini dan apa yang ada di dalamnya untuk hamba-hambaNya yang beriman. Allah berfirman:

Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik?” Katakanlah, “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat."(QS. Al-A’raf [7]: 32)

Oleh karena itu, alangkah baiknya jika segala aktivitas  di dunia ini diarahkan untuk memperoleh ridha Allah. Dengan begitu, dunia menjadi ladang amal, bukan jebakan yang menjerumuskan manusia pada kesia-siaan.

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, Kami akan sempurnakan balasan amal mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia), serta sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Hud [11]: 15-16).

Dunia ini dicela bukan semata-mata karena dunia itu sendiri, akan tetapi dicela karena kesalahan kita dalam memanfaatkan dunia. Sebagaimana pisau, bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Namun, bisa juga digunakan untuk hal-hal yang merusak, seperti berbuat kejahatan. Demikianlah perumpamaan dunia, yaitu bagaimana kita memanfaatkannya.

Dunia ibarat alat, seperti pisau dalam sebuah analogi. Pisau sendiri netral, tidak memiliki niat baik atau buruk. Namun, penggunaan pisau yang menentukan nilainya apakah untuk tujuan yang bermanfaat seperti memotong makanan, atau untuk hal yang merusak seperti melukai orang lain. Demikian pula dunia, keberadaannya menjadi baik atau buruk tergantung pada cara manusia menggunakannya.

Dalam konteks ini, dunia diciptakan oleh Allah sebagai sarana untuk beribadah dan mempersiapkan bekal menuju akhirat. Allah berfirman:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia... (QS. Al-Qashash [28]: 77).

jika dunia digunakan untuk tujuan-tujuan mulia, maka dunia akan menjadi sarana kebaikan yang tak ternilai. Kekayaan yang dimiliki dapat menjadi jalan untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Ilmu pengetahuan yang dipelajari dan dikembangkan bisa menjadi sarana mencerdaskan umat manusia dan memperbaiki peradaban. Waktu yang dimiliki digunakan untuk beribadah, berbuat baik, dan menjaga keharmonisan kehidupan. Semua ini menjadikan dunia sebagai ladang amal yang membawa keberkahan.

Maka, kuncinya adalah bagaimana manusia memandang dunia dan menggunakannya. Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Dunia itu terlaknat dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya kecuali zikir kepada Allah dan apa yang mendekatkan kepada-Nya, orang alim, serta orang yang belajar." (HR. Tirmidzi).

Hadis ini menjelaskan bahwa yang membuat dunia bernilai adalah ketika ia digunakan untuk mengingat Allah dan menjalankan perintah-Nya. Dunia yang dimanfaatkan untuk mencari ridha Allah dan menebar kebaikan tidak akan menjadi sesuatu yang tercela, melainkan menjadi bagian dari jalan menuju surga.

Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam."

(QS. Al-An'am [6]: 162)

Sebagai renungan, mari kita bertanya pada diri sendiri: apakah kita memanfaatkan dunia untuk hal-hal yang bermanfaat, atau justru menyalahgunakannya? Apakah waktu, harta, ilmu, dan kesempatan yang kita miliki digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, atau malah menjauh dari-Nya? Jika dunia ini kita ibaratkan sebagai pisau, apakah kita menggunakannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, atau justru melukai diri sendiri dan orang lain?

Dunia bukanlah musuh yang harus dijauhi, melainkan teman perjalanan yang harus diperlakukan dengan bijak. Dengan memanfaatkan dunia sesuai tuntunan agama, kita dapat menjadikannya sebagai jembatan menuju kebahagiaan sejati di akhirat.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Refleksi 95 Tahun Sumpah Pemuda Rekonstruksi Kembali (Revisi) dalam Membangun Bangsa dan Negara Ha....

Suara Muhammadiyah

27 October 2023

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Artikel ini mencoba memahami ke....

Suara Muhammadiyah

27 May 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Allah berfirman, “Apabila....

Suara Muhammadiyah

26 January 2024

Wawasan

Disrupsi Perspektif Mental Sehat Generasi ke Generasi  Oleh: Dr. Amalia Irfani, M.Si, Dosen IA....

Suara Muhammadiyah

2 January 2025

Wawasan

Martir Hijab Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Saya ingin menuli....

Suara Muhammadiyah

29 July 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah