Menelusuri Kiprah Muhammadiyah Ponorogo: Dari Masjid hingga Kemandirian Ekonomi Umat

Publish

18 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
84
Foto Muhammadiyah Ponorogo

Foto Muhammadiyah Ponorogo

Menelusuri Kiprah Muhammadiyah Ponorogo: Dari Masjid hingga Kemandirian Ekonomi Umat

Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Wakil Sekretaris LPCRPM PP Muhammadiyah

Pernahkah Anda mengamati geliat Muhammadiyah di Ponorogo? Jika suatu saat Anda berkesempatan berkunjung ke kota ini, cobalah tengok lebih dekat: bagaimana para penggerak Muhammadiyah di tingkat Ranting, Cabang, hingga Daerah bekerja tanpa lelah. Mereka bergandengan tangan, saling menopang dalam semangat kolektif, menghidupkan denyut nadi Persyarikatan dari akar rumput hingga lembaga besar.

Selama empat hari saya berada di Ponorogo, saya menyaksikan berbagai praktik baik yang menginspirasi. Ada semangat yang kuat dan tulus dalam menggerakkan Muhammadiyah, menjadikannya bukan sekadar organisasi, tapi kekuatan sosial yang nyata. Dampaknya pun tidak terbatas pada internal warga Muhammadiyah saja—ia menjalar lebih luas, menyentuh masyarakat lintas batas agama, suku, ras, dan afiliasi organisasi keagamaan, bahkan hingga ke wilayah Mataraman: Madiun, Ngawi, Magetan, dan Pacitan.

Lembaga Keuangan Syariah: Pilar Kemandirian yang Tumbuh dari Umat

Salah satu wajah kemandirian yang nyata tampak dalam sektor ekonomi. Muhammadiyah mendirikan PT BPR Syariah Mitra Mentari Sejahtera, sebuah bank syariah yang sepenuhnya dimiliki oleh Persyarikatan. Dengan komposisi saham 88% oleh PT Daya Matahari Utama (milik PWM Jatim) dan 12% oleh para kader dari PCM-PCM di bawah PDM Ponorogo, bank ini menjadi wujud konkret Amal Usaha Muhammadiyah yang inklusif.

Sejak mengantongi izin prinsip dari OJK pada 2015, bank ini telah mendukung berbagai Amal Usaha Muhammadiyah: Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO), RSUM, RSUA, koperasi, lembaga pendidikan dari PAUD hingga SMA, bahkan para pelaku UMKM binaan Muhammadiyah. Ini bukan sekadar lembaga keuangan—ia adalah ekosistem dukungan untuk pertumbuhan ekonomi umat.

Tak berhenti di situ, Muhammadiyah Ponorogo juga melahirkan Bank Ziska, yang dikelola oleh Lazismu. Bank ini menjadi jawaban atas praktik rentenir yang masih menjerat masyarakat kecil. Melalui skema zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya, Bank Ziska menyalurkan pembiayaan ke 13 klaster usaha mikro, dengan total distribusi dana mencapai Rp3,3 miliar. Di sinilah nilai keadilan sosial Islam menemukan bentuknya—bukan sekadar retorika, tapi langkah nyata yang memberdayakan.

SuryaMart: Toko Kelontong Rasa Modern

Berbeda dengan banyak daerah lain yang nyaris dikuasai minimarket berjaringan dan modal usaha sangat kuat, PDM Ponorogo justru menunjukkan alternatif yang membanggakan: SuryaMart. Jaringan toko kelontong modern ini sudah memiliki hampir 200 gerai yang tersebar di Ponorogo dan sekitarnya. SuryaMart adalah cerminan dari konsolidasi kekuatan umat: bahwa dengan semangat kolektif, umat Islam bisa membangun jaringan distribusi ekonomi sendiri tanpa bergantung pada sistem yang menjauh dari nilai-nilai keumatan.

PDM Ponorogo juga menunjukkan komitmennya dalam bidang pendidikan. Berbagai lembaga—dari perguruan tinggi, rumah sakit pendidikan, hingga sekolah dasar dan PAUD—dikelola dengan prinsip profesionalisme. Persebarannya merata, menjangkau hingga pelosok, memastikan akses pendidikan berkualitas dapat dirasakan oleh sebanyak mungkin warga.

Masjid Baitul Mukhlisin: Dari Tempat Ibadah ke Pusat Peradaban

Namun dari semua yang saya temui, satu yang paling menggetarkan hati adalah Masjid Baitul Mukhlisin, yang berdiri megah namun hangat di Jalan Lawu, Kota Ponorogo. Masjid ini tidak pernah sepi. Bahkan di siang hari yang terik, saya melihat para pedagang kaki lima, ojek online, hingga kurir logistik singgah di sana—beristirahat, bercengkerama, menikmati teh dan kopi dalam suasana yang teduh dan nyaman.

Dikelola oleh Bapak H. Soewardi, Mas Khaerul Anwar dan Kawan-kawan lainnya, masjid ini menjadi pusat kegiatan sosial. Program seperti; Subuh Ceria, Jumat Berkah, pengajian rutin, bazar sembako murah, olahraga bersama, hingga pemeriksaan kesehatan, semuanya berjalan rutin dan profesional. Tak main-main, masjid ini bahkan mampu menyantuni 13 RT di sekitarnya dengan dana Rp11 juta setiap bulan—Rp1 juta untuk operasional RT, dan Rp10 juta sisanya untuk program masyarakat.

Dari mana datangnya dana sebesar itu? Jawabannya terletak pada satu kata kunci: kepercayaan. Pengelolaan dana secara jujur, terbuka, dan profesional membuat donasi mengalir tanpa henti. Dana tersebut kemudian dikelola dalam unit usaha seperti SuryaMart dan RestoMU, menciptakan siklus ekonomi yang berkelanjutan.

Menggerakkan SDM Masjid: Lahirnya “Abdi Dalem” yang Modern

Salah satu hal unik adalah bagaimana masjid ini menggerakkan partisipasi warga. Selain Imam Masjid, ada kelompok bernama "Abdi Dalem Masjid"—yang bisa melakukan tugas apa saja hingga menjadi pengatur shaf salat Jumat. Tak sembarangan orang bisa duduk sesuka hati saat Jumat; semua rapi dan tertib. Dan selepas salat, ratusan jamaah bisa menikmati makan siang gratis—hari itu menunya adalah gulai dan sate kambing. Luar biasa! Para jamaah juga dididik untuk selalu meletakkan piring dan sendok serta membuang sisa makan pada tempat yang telah disediakan.

Dalam obrolan santai bersama pengurus, Pak Soewardi dan Mas Khaerul Anwar bercerita bahwa semua capaian yang diraih ini tidak hadir seketika. Salah satu kiatnya adalah berani bersikap teguh menjalankan prinsip yang diyakini baik dan bersikap dewasa dalam menghadapi perbedaan. Gagasan baru, meski ia baik menurut satu pihak, belum tentu sama baiknya di mata pengurus lain. Untuk itu, bersikap dewasa dalam memusyawarahkan setiap perbedaan menjadi salah satu kunci keberhasilan.

Pada akhir obrolan, saya mengusulkan dua ide: pertama, penggunaan panel surya untuk mendukung energi bersih (karena masjid ini menggunakan 12 unit AC aktif), serta pengelolaan sampah makanan dan botol plastik sebagai sumber dana tambahan dan langkah keberlanjutan lingkungan.

Muhammadiyah Ponorogo bukan hanya berada di tengah kota budaya. Ia telah berkontribusi dalam upaya membangun peradaban menjadi kota dakwah—yang bukan sekadar diucapkan di mimbar, tapi diwujudkan dalam bentuk nyata. Di kota ini, Muhammadiyah menunjukkan bahwa Islam bisa tampil progresif, memberdayakan, dan membumi, tanpa kehilangan jati dirinya.

Masjid yang hidup, ekonomi yang tangguh, pendidikan yang merata—semua ini adalah jejak-jejak dakwah yang menyentuh hati. Muhammadiyah Ponorogo telah mengajarkan kepada kita bahwa dakwah sejati adalah tentang karya nyata, tentang menghadirkan nilai Islam dalam seluruh aspek kehidupan, dan tentang membangun peradaban dari bawah, bersama umat. Sebuah gerakan yang bukan hanya berjalan—tetapi menanam, menumbuhkan, dan menuai manfaat bagi semesta.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Kenaikan Isa dalam Al-Qur'an Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas M....

Suara Muhammadiyah

28 August 2024

Wawasan

Menakar (Baik-Buruk) Pemimpin Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso,....

Suara Muhammadiyah

2 January 2025

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Baru-baru ini Menko PMK Muhadjir Effendy mewacanakan larangan haji lebih dari s....

Suara Muhammadiyah

15 September 2023

Wawasan

Nilai Keharusan Intelektualitas dalam Islam Oleh: Moch. Muzaki, Kader IMM IMM adalah organisasi i....

Suara Muhammadiyah

2 September 2024

Wawasan

111 Tahun Muhammadiyah: Bergerak Nyata, Berkontribusi untuk Indonesia dan Dunia Oleh: Asyraf Al Far....

Suara Muhammadiyah

18 November 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah