Menghayati Kebesaran dan Kasih Sayang Allah SWT

Publish

13 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
128
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Menghayati Kebesaran dan Kasih Sayang Allah SWT

Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta

Di antara samudra kebesaran dan kilau kesempurnaan-Nya, Allah SWT menciptakan manusia dari ketiadaan, lalu melimpahkan kepadanya anugerah yang tak terhingga. Bukan sekadar menghadiahkan kehidupan, tetapi juga menganugerahinya akal yang menalar, perasaan yang merasakan, serta segala sarana yang menuntunnya meniti perjalanan di hamparan dunia.

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur."  (An-Nahl [16]: 78).

Setiap detik yang berlalu, manusia tenggelam dalam samudra nikmat-Nya, baik yang tampak nyata maupun yang terselubung dalam keheningan. Dari udara yang mengisi paru-paru tanpa diminta, air yang mengalir menyejukkan dahaga, hingga kesehatan yang setia menjaga raga tetap tegak dalam harmoni kehidupan.

"Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (Ibrahim [14]: 34)

"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (An-Nahl [16]: 18).

"Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untuk (kepentingan)mu, dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu, baik yang lahir maupun yang batin? Tetapi di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab yang memberi penerangan." (Luqman [31]: 20).

Lebih dari itu, di setiap kesulitan yang menghimpit, Allah SWT selalu menghadirkan celah cahaya, membuka jalan yang tersembunyi, dan melenyapkan beban dengan cara-cara yang kerap melampaui nalar manusia. Segala pertolongan-Nya datang bak embun di padang gersang, menyejukkan jiwa yang resah. Sungguh, di balik setiap ujian, terpahat bukti kasih sayang-Nya yang tiada bertepi Dia-lah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Seorang yang fitrahnya masih jernih dan akalnya tetap terjaga tentu akan menyadari bahwa mencintai serta mensyukuri Dzat yang telah melimpahkan segala kebaikan adalah keharusan yang mengalir alami dari hati yang bening. Sebab, bagaimana mungkin jiwa yang merasakan kelembutan kasih-Nya tak bergetar dalam cinta, dan bagaimana mungkin hati yang dibanjiri nikmat-Nya tak larut dalam syukur?

"Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengambil selain Allah sebagai tandingan. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah." (Al-Baqarah [2]: 165).

Fitrah manusia sejatinya selalu condong pada kebaikan dan mengakui keberadaan Dzat Yang Maha Mencipta. Saat seorang insan merenungi asal-usulnya bagaimana ia tercipta dari ketiadaan, bagaimana kehidupan dianugerahkan kepadanya, kesehatan dijaga tanpa ia meminta, serta rezeki mengalir tanpa diminta, maka akal yang jernih akan menuntunnya pada satu kesadaran bahwa segala nikmat itu bersumber dari Allah SWT.

Maka, kebutuhan seorang hamba untuk mengenal Rabbnya jauh melampaui kebutuhannya akan makanan dan minuman. Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah pernah berkata:

"Kebutuhan hati untuk mengenal Allah dan menyembah-Nya adalah kebutuhan yang tidak ada bandingannya. Karena hati tidak akan pernah merasa cukup tanpa Allah, sebagaimana tubuh tidak akan bisa bertahan hidup tanpa makanan dan minuman. Bahkan kebutuhan hati kepada Allah lebih besar daripada kebutuhan jasad terhadap makanan dan minuman." (Majmu' Fatawa, 10/40).

Senada dengan Ibnu Taimiyah Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan: Ibnul Qayyim berkata:

"Sesungguhnya kebutuhan seorang hamba untuk mengenal Rabb-nya lebih besar daripada kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Sebab, makanan dan minuman hanyalah untuk kehidupan jasadnya, sedangkan mengenal Allah adalah kehidupan hati dan ruhnya. Kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan hati, dan kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan mengenal Allah." (Madarij As-Salikin, 3/198).

Makan dan minum sekadar menjaga jasad tetap bernyawa, namun mengenal Allah SWT adalah cahaya yang menerangi hati dan ruh, menjaganya dari kehampaan serta kesesatan. Tanpa mengenal-Nya, manusia bagaikan musafir yang tersesat di padang gersang, kehilangan arah, terombang-ambing dalam gelombang dunia yang fana, mencari makna namun tak pernah menemukannya.

Hanya dengan mengenal Allah SWT, mencintai-Nya sepenuh jiwa, serta beribadah kepada-Nya dengan tulus ikhlas, seseorang akan menemukan kebahagiaan yang sejati, bukan hanya di dunia yang sementara, tetapi juga di keabadian akhirat.

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik."  (Al-Hashr [59]: 19).

"Maka apakah orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itulah yang berada dalam kesesatan yang nyata." (Az-Zumar [39]: 23).

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (Thaha [20]: 124).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Hati manusia itu seperti kapal di lautan. Jika tidak ada petunjuk dari Allah, maka kapal itu akan tersesat dan akhirnya tenggelam dalam gelombang hawa nafsu dan syahwat dunia." (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, Juz 10, hlm. 40, Dar al-Wafa, 2005).

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata: "Barangsiapa mengenal Allah, maka ia akan mencintai-Nya, dan barangsiapa mencintai-Nya, maka ia akan lebih mengutamakan-Nya daripada segala sesuatu. Dan barangsiapa lebih mengutamakan-Nya, maka dunia tidak akan berarti baginya." (Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hlm. 136).

Mereka yang paling mengenal Allah SWT adalah mereka yang paling mengagungkan-Nya, yang hatinya dipenuhi rasa takut sekaligus cinta, dan yang ketaatannya tumbuh subur dalam tanah ketakwaan. Sebab, iman yang bersemayam di relung jiwa akan melahirkan amal yang indah, dan semakin dalam seseorang mengenal Rabbnya, semakin kokoh pula langkahnya di jalan ketaatan.

Dalam perjalanan menuju Allah SWT, hati memegang peranan yang amat mulia sebab ia adalah taman tempat benih iman bertunas, sumber cahaya yang membimbing amal, dan cermin yang memantulkan ketulusan seorang hamba dalam mengabdi kepada-Nya. Rasulullah SAW bersabda:

Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim). 

Hati yang dipenuhi cahaya keimanan akan senantiasa membimbing langkah menuju kebaikan, laksana lentera yang tak padam di tengah gulita. Sebaliknya, hati yang lalai dari mengenal Allah SWT mudah terperangkap dalam kelamnya hawa nafsu, tersesat di persimpangan godaan dunia, bagaikan perahu tanpa kemudi yang dihanyutkan ombak tanpa arah.

"Maka apakah orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itulah yang berada dalam kesesatan yang nyata." (Az-Zumar [39]: 22).

"Dan sungguh, Kami jadikan untuk (isi neraka) Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka memiliki mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kebesaran Allah), dan mereka memiliki telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (kebenaran). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah." (Al-A'raf [7]: 179).

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berulang kali menggugah akal manusia untuk merenungi jejak kebesaran-Nya yang terhampar di langit dan bumi. Langit yang membentang tanpa tiang, bintang-bintang yang beredar dalam keteraturan sempurna, gunung-gunung yang tegak kokoh, lautan yang menghampar luas, hingga pergantian siang dan malam yang tiada pernah luput dari ketetapan-Nya dimana semua itu adalah ayat-ayat yang berbisik tentang keagungan-Nya. Allah SWT mengajak manusia untuk membuka mata hati, merenung, dan menyelami hikmah di balik setiap ciptaan-Nya, agar keimanan semakin berakar, dan jiwa kian tunduk dalam ketakwaan. Sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Ali ‘Imran [3]: 190-191).

Ayat ini menggambarkan bagaimana Allah SWT mengajarkan manusia untuk berpikir, merenung, dan menyelami jejak kekuasaan-Nya. Semakin dalam seseorang memahami tanda-tanda kebesaran-Nya, semakin kuat pula iman yang bersemayam di hatinya. Sebab, ketika ia menatap cakrawala luas, menyelami keajaiban yang tersembunyi dalam dirinya, atau menelusuri jejak sejarah yang penuh hikmah, ia akan mendapati bahwa segala sesuatu mengisyaratkan keagungan dan kesempurnaan-Nya.

Dari pemahaman itu, lahirlah kekaguman yang mengguncang jiwa dan ketundukan yang mengakar dalam hati membawa seorang hamba semakin dekat kepada Rabbnya, semakin kukuh dalam keimanan, dan semakin tulus dalam penghambaan.

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik." (Al-Mu’minun [23]: 12-14).

Semakin seseorang menyelami tanda-tanda kebesaran Allah SWT, semakin dalam pula akar keimanannya menghunjam. Sebab, setiap lembaran alam semesta, setiap denyut kehidupan dalam diri manusia, hingga jejak sejarah umat yang terhampar luas adalah saksi bisu atas keagungan dan kekuasaan-Nya.

Allah SWT mencipta segala sesuatu dengan tujuan yang luhur dan keseimbangan yang sempurna. Dan bagi siapa yang merenunginya dengan hati yang jernih, ia akan mendapati cahaya keyakinan kian terang, membawa dirinya pada keteguhan iman, serta kesadaran mendalam akan keberadaan dan keesaan-Nya.

Maka, selayaknya manusia merenungi setiap nikmat yang telah Allah SWT limpahkan, mensyukurinya dengan penuh kesadaran, dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan keimanan yang teguh. Sebab, hanya dengan mengenal dan mencintai-Nya, hati akan menemukan ketenangan yang sejati, kehidupan akan bersinar dengan makna, dan perjalanan di dunia ini akan berujung pada kebahagiaan yang abadi.

Semoga kita senantiasa termasuk dalam barisan hamba yang bersyukur, yang hatinya disinari cahaya petunjuk-Nya, dan langkahnya senantiasa tertuntun menuju ridha-Nya.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Melinda Ayu P, Kader Nasyiatul Aisyiyah Lamongan Ekofeminisme adalah sebuah istilah baru yang....

Suara Muhammadiyah

27 March 2024

Wawasan

Falsafah ‘Menjadi’ Manusia Oleh: Rahmatullah, M.A, Sekretaris LDK PWM Kaltim, Dosen Ilm....

Suara Muhammadiyah

30 December 2024

Wawasan

Resesi dalam Kehidupan Dalam kehidupan di dunia ini tidaklah semulus jalan tol dan secepat pesawat,....

Suara Muhammadiyah

20 October 2023

Wawasan

Muhammadiyah dan Indonesia Emas 2045 Oleh: Amrullah, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahl....

Suara Muhammadiyah

21 May 2024

Wawasan

Oleh : Drs M Jindar Wahyudi, MAg  Perjalanan hidup manusia tak ubahnya perjalanan waktu yang b....

Suara Muhammadiyah

19 September 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah