YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Seringkali ibadah sunnah satu ini menuai perdebatan di masyarakat. Mengundang banyak pertanyaan hingga membuat antara kita berselisih paham. Khususnya tentang berapa bilangan rakaat yang harus ditunaikan. Tak jarang juga menimbulkan mempertanyakan yang cukup mendasar, terkait dalil apa yang digunakan. Dari perdebatan tersebut, membuat siapa saja terseret dalam diskusi yang mendalam. Ini tidak lain adalah tentang sholat tarawih. Ibadah sunnah yang umumnya dilakukan pada bulan suci Ramadan.
Di agenda Bincang Buku Ramadhan edisi ketiga yang berlangsung di Angkringan SM Tower Malioboro (22/3), Suara Muhammadiyah membedah sebuah buku yang ditulis oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syamsul Anwar dengan judul Salat Tarawih, Tinjauan Usul Fikih, Sejarah, dan Fikih.
Buku ini memiliki beberapa keistimewaan karena membahas tentang sunnah tarkiyah, yaitu sunnah yang tidak dilakukan oleh Nabi tapi beliau ingin Sunnah ini tetap dilaksanakan umatnya. Ditinjau dari aspek kesejarahan, istilah salat tarawih tidak ada di zaman Nabi. Istilah ini muncul setelah Rasulullah wafat. Di zaman Nabi ibadah sunnah ini lebih dikenal dengan qiyamul ramadhan.
Buku ini juga menelusuri akar kesejarahan salat tarawih. Memaparkan perkembangan salat tarawih dari abad kea bad di Masjid Nabawi di Madinah. Dibedah secara komprehensif dan mendalam oleh Niki Alma Febriana Fauzi, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, akan membawa anda pada wawasan yang lebih lengkap tentang bagaimana salat Tarawih dilaksankana. Selengkapnya dapat Anda saksikan di program Bincang Buku yang disiarkan di youtube SM Tv melalui link berikut ini. (diko)
https://www.youtube.com/watch?v=G_vqLUq84j0