Merawat Tradisi Wakaf Literasi
Oleh: Khafid Sirotudin, MPKSDI PP Muhammadiyah
Bagi warga Muhammadiyah Weleri, tradisi literasi telah dilaksanakan sejak lama. Yaitu tatkala Bapelurzam (Badan Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah) PCM Weleri mulai melaksanakan gerakan Zakat Amwal pertama tahun 1979, setelah mendapatkan SK dari PP Muhammadiyah tentang kedudukan, status dan pedoman operasional Bapelurzam. Gagasan gerakan zakat amwal (bukan mal) melalui Bapelurzam PCM Weleri, diinisiasi oleh pak Shoim –panggilan akrab KH. Abdul Barie Shoim, BA.-- merupakan ijtihad yang sangat brilian dan aplikatif dalam upaya menegakkan dan menunaikan Rukun Islam ketiga. Pak Shoim menuangkan ide dan gagasan awal zakat amwal dengan menulis buku “Zakat Kita” sebagai panduan teologis, fikih zakat dan tata kelola gerakan zakat.
Bagi kami, murid-murid pak Shoim di SMA Muhammadiyah 1 Weleri, selain Beliau sebagai guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) juga seorang mujtahid institusionalisasi (pelembagaan) zakat pertama di persyarikatan (bahkan nasional). Beliau layak diberi gelar sebagai Bapak Zakat Indonesia. Terutama dalam memunculkan narasi Zakat Amwal, yaitu harta terpadu dari semua sumber pendapatan yang diperoleh seorang muslim dalam setahun (haul).
Saya masih ingat beberapa pernyataan beliau saat mengikuti puluhan kali Rapat Pentasyarufan Zakat Amwal Weleri maupun beberapa kali mengikuti kajian zakat yang diadakan PCM dan AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah) Weleri. Beberapa pernyataan pak Shoim yang masih saya ingat (meski tidak persis kalimatnya), diantaranya :
Pertama, “Orang cenderung menghindar dari kewajiban zakat jika memakai fikih zakat mal yang terkotak-kotak. Disamping terasa ada ketidakadilan dalam pengenaan besarnya zakat mal. Maka dasar penghitungan besarnya zakat amwal diberlakukan sama yaitu 2,5%”.
Seorang peternak yang memiliki kambing/domba 39 ekor dan belum mencapai haul (setahun), dimana beberapa ekor domba betina diantaranya sedang bunting. Dengan menjual beberapa ekor sambil memperkirakan jumlah “cempe” (anak domba) yang akan lahir, maka peternak itu terhindar dari kewajiban zakat mal karena belum mencapai nisab (batas minimal kena zakat 40 ekor) dan belum mencapai kurun waktu setahun (haul).
Seorang petani padi memiliki lahan 0,5 hektar dan menjadi sumber pendapatan satu-satunya. Sementara istrinya ibu rumah tangga tanpa penghasilan dan memiliki banyak anak usia sekolah.
Jika dikenakan zakat pertanian sebesar 5-10% setiap panen, bisa jadi anak-anaknya tidak bisa sekolah dan “keleleran” (terlantar). Yang paling mudah menghindar dari kewajiban zakat adalah kaum profesional (dokter spesialis/umum, banker/direktur/manager, dll.) yang memperoleh gaji besar namun ketentuan besaran zakat belum tersurat dalam fikih klasik zakat.
Kedua, “Forum rapat pentasyarufan zakat amwal dilakukan secara terbuka dengan melibatkan amil, muzakki, PDM, PCM, PRM dan ORTOM serta pejabat, toga (tokoh agama) dan tomas (tokoh masyarakat), kemudian dilaporkan secara tertulis kepada setiap muzakki dan struktur persyarikatan (PRM hingga PP Muhammadiyah)”.
Buku Laporan tentang jumlah pengumpulan, hasil rapat pentasyarufan dan penyampaian buku secara tertulis adalah tradisi literasi yang terjaga hingga saat ini.
Ketiga, “Nisab adalah garis batas kemiskinan. Di atas nisab adalah muzakki (orang yang berkewajiban zakat), di bawah nisab adalah mustahik (orang yang berhak menerima zakat)”.
Jika kita membaca Buku Laporan Pelaksanaan Zakat Amwal PCM Weleri, sejak awal mula dilaksanakan hingga tiga dasawarsa kemudian, kita akan menemukan besaran zakat amwal dari muzakki yang nilainya “terlihat kecil”. Ada zakat sebesar Rp 50.000, Rp 75.000 hingga 100.000 dari seorang tukang cukur di pasar, petani dan guru TK yang gajinya tidak seberapa. Maknanya kesadaran warga dalam menunaikan zakat amwal (Rukun Islam Ketiga) melalui Bapelurzam Weleri sangat tinggi, meskipun sisa penghasilan mereka dalam setahun hanya sebesar 2 hingga 4 juta Rupiah.
Jika membaca laporan pengumpulan Zakat oleh LAZISMU Jateng dalam 9 tahun terakhir, kita menjadi mengerti mengapa jumlah perolehan Zakat Amwal Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kendal selalu menduduki posisi yang tertinggi. Meskipun demikian faktanya, laporan LAZISMU Jateng selalu menggabungkan dengan Infaq dan Sedekah, sehingga perolehan ZIS PDM Kendal hanya menduduki 3 besar. Mengapa bisa demikian? karena zakat fitrah, infaq dan sedekah (termasuk sumbangan inatura, misalnya berbagi makanan minuman Jumat Berkat) di Muhammadiyah Cabang Weleri dan Daerah Kendal dilaksanakan dan dikelola secara langsung oleh takmir mushola/masjid dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah. Sedangkan gerakan Zakat Amwal sejak awal berbasiskan di Pimpinan Cabang Muhammadiyah.
Kembali ke judul tulisan ini, saya ingin menyampaikan bahwa tradisi literasi yang diajarkan pak Shoim menjadi inspirasi kami untuk melakukan gerakan Wakaf Literasi berbasis masjid. Buku Zakat Kita dan Buku Laporan Pengumpulan dan Pentasyarufan Zakat Amwal merupakan wujud wakaf literasi yang bisa kita baca dan pelajari hingga saat ini.
Buku Khotbah Sholat Id
Sejak tahun 1991, Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Weleri memulai gerakan literasi dengan cara mencetak buku khotbah shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Khatib shalat Id diwajibkan membuat naskah tertulis materi khotbahnya. Merubah dan membiasakan tradisi lisan menjadi tradisi tulisan dalam berkhotbah. Ide kreatif PCPM Weleri ini dimotori Sani Arrahman, seniman dan budayawan alumni Madrasah Muallimin Yogyakarta, yang juga Sutradara Kultumsinema Weleri. Rumah produksi Kultumsinema telah menghasilkan beberapa film, diantaranya : Boleh Koma Jangan Titik, PKO 1920 dan Titir. Buku dan film adalah tradisi literasi yang berkeadaban.
Yang menarik dari buku khotbah sholat Id yaitu adanya space atau halaman khusus untuk promosi dari berbagai AUM Pendidikan dan Kesehatan, beragam produk UMKM dan usaha dagang milik warga Muhammadiyah di Weleri dan Kabupaten Kendal. Dari perspektif marketing, jamaah rutin shalat Idul Fitri (5.000-7.000 orang) dan Idul Adha (3.000-4.000 orang) di lapangan Sambongsari Weleri merupakan sasaran market yang cukup besar.
Pada event menjelang pemilu, calon legislatif dan calon Kepala Daerah diperkenankan untuk memanfaatkan halaman buku khotbah shalat Id sebagai sarana sosialisasi diri dengan tetap mematuhi ketentuan dan syarat yang dibuat PCPM Weleri. Perolehan “infaq komplongan” (kotak amal) dan sumbangan berbagai sponsorship pada buku khotbah shalat Id 2 kali setahun, telah cukup untuk membiayai berbagai kegiatan dan aktivitas kreatif PCPM Weleri.
Tradisi literasi melalui buku Zakat Kita, buku Laporan Pengumpulan dan Pentasyarufan Zakat Amwal serta Buku Khotbah Sholat Idul Fitri dan Idul Adha ini yang mengilhami kami untuk mulai melakukan gerakan Wakaf Literasi berbasis masjid. Lebih tepatnya melalui An-Nur Publishing, Badan Usaha Milik Masjid (BUMM) An-Nur Weleri.
Wallahu’alam