PANGKEP, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Saad Ibrahim mengatakan, kemakmuran menjadi tekad besar bagi Muhammadiyah. Hal inilah yang kemudian diusung dalam tema Milad ke-112 dan Tanwir di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
“Muhammadiyah bertekad menjadikan negara kita al-balad al-makmur (negara yang makmur),” katanya saat Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah di Gedung Utama Auditorium PT Semen Tonasa 2, Bungoro, Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan, Ahad (22/12).
Tekad ini akan terus dijalankan oleh Muhammadiyah. Bahkan tidak hanya di Negara Indonesia, tetapi Muhammadiyah bertekad untuk menghadirkan kemakmuran hingga penjuru buana.
“Tugas Muhammadiyah menghadirkan kemakmuran bagi semuanya. Karena inilah tugas kita untuk imarah (memakmurkan),” tuturnya.
Kemakmuran yang akan dihadirkan oleh Muhammadiyah, kata Saad memiliki relevansi dengan Qs ath-Thur ayat 1 (Waṭ-ṭhụr). Kata thur di sini berarti sebuah bukit tempat Allah SwT berdialog secara langsung kepada Nabi Musa. Menukil Tafsir at-Thabari dikaitkan dengan Gunung Turisina.
“Maknanya kemakmuran yang dihubungkan dengan puncak-puncak. Bahwa puncak-puncak tertinggi yang dihadirkan Muhammadiyah dalam hal kemakmuran harus punya landasan keimanan (teologis),” ungkapnya.
Bersambung ke Qs ath-Thur ayat 2, Wa kitābim masṭụr. Artinya dan Kitab yang tertulis. Korelasi dengan konteks kemakmuran, jelas Saad, harus berpijak pada kitab Allah SwT.
“Kemakmuran itu harus i’timad bi kitabih, i’timad bi kilamih, dan i’timad bi diinih (harus berdasarkan kitab Allah. Berdasarkan kalam-Nya, dan agama-Nya),” jelasnya.
Pada Qs ath-Thur ayat 3, Fī raqqim mansyụr. Artinya kitab yang tertulis dalam lembaran yang banyak. Lembaran yang berlembar-lembar dan lembaran yang tersebar secara luas.
“Bangunlah kemauan yang setinggi-tingginya. Pegang Al-Urwatul Wutsqa, yaitu berpegang kepada Allah. Lalu secara riil berdasarkan kitab Allah dan agama Allah, lalu sebarkan semuanya itu baru berbicara al-baitil-ma'mụr (Qs ath-Thur ayat 4),” ujarnya.
Menurut Saad, kemakmuran yang dihadirkan oleh Muhammadiyah bersifat merata. Tidak setengah, sebagian, atau sebagian kecil. Melainkan juga ingin dilakukan secara berkelanjutan bersesuaian dengan landasan keimanan serta kitab dan agama Allah SwT.
“Tidak bisa tidak. Harus wajib didasarkan pada konteks agama ini dan keimanan kita. Keberlanjutan kemakmuran itu tersimpul dalam doa saput jagat (Qs al-Baqarah ayat 201). Inilah makmur yang berlanjut. Hanya ada satu jalan yakni dengan menerima Islam menjadi dasar kemakmuran,” tegasnya.
Indikasi terwujudnya kemakmuran mencakup empat hal yakni sejahtera, ketenangan batin, dinamika, dan bertahan lama. “Indikasi-indikasi inilah yang menunjukkan suatu bangsa itu makmur,” urainya. Tapi, tidak otomatis menunjukkan suatu bangsa merasakan kemakmuran pada kehidupan setelah di dunia.
“Makmur yang ingin didatangkan oleh Muhammadiyah adalah al-ma’mur al-islamiyyu. Yakni kemakmuran yang tidak hanya di dunia, akan tetapi kemakmuran yang berkelanjutan sampai akhirat nanti. Kemakmuran yang akan kita buat harus berbasis pada agama (tauhid). Tauhid harus melahirkan keadilan. Dengan keadilan itulah ketika kemakmuran terwujud, maka kemakmuran ada keberlanjutannya. Dan keberlanjutannya jauh lebih penting,” tandasnya. (Cris)