BANJARMASIN, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Saad Ibrahim mengatakan, Nabi Muhammad Saw membangun peradaban tinggi berlandaskan pada ajaran agama Islam. Pembangunan itu berorientasikan untuk menciptakan kemakmuran yang dirasakan bersama oleh umat manusia.
“Tentu dengan Islam-lah, Nabi Muhammad Saw meletakkan dasar penting bagi peradaban. Dan dasar penting itu terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadis). Dengan singkat terdapat di dalam nushus (teks agama),” ujarnya saat Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah Wilayah Kalimantan Selatan di Gedung Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Ahad (27/12/2024).
Peradaban Islam yang dibangun Nabi Muhammad Saw mengalami masa-masa kejayaan. Karena itu, disebut sebagai The Golden Age of Moslem History. Masa ini berlangsung pada abad 3 sampai 8 hijriah (500 tahun). Bahkan, kata Saad, ada yang menyebut sampai pada abad 11 hijriah (800 tahun).
“Peradaban ini lahir berbasiskan pada dimensi teologis dan penghormatan pada sesama manusia. Berbasis pada pemanfaatan tanpa melakukan kerusakan untuk lingkungan,” urainya.
Di sini, Saad melihat inspirasi membangun peradaban sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dapat ditinjau dari usaha Kiai Haji Ahmad Dahlan dengan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah (1912). Selain itu, Ahmad Surkati Al-Anshori juga mendirikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (1914).
Lalu, ada Mohamad Zamzam dan Muhammad Yunus mendirikan Persatuan Islam (Persis) (1924). Berikutnya, Hasyim Asy’ari juga mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) (1926). Serta beberapa organisasi Islam lainnya.
“Saya berkeyakinan bahwa Allah telah menebar benih-benih The Golden Age of Moslem History itu di Indonesia melalui Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, NU, dewan dakwah, dan seterusnya. Maknanya benih ini harus kita rawat bersama-sama. Tidak boleh satu dengan yang lain menegasikan, mengolok-olok. Tidak boleh ada pertentangan-pertentengan menghancurkan satu sama lain,” tegasnya.
Termasuk di kawasan Timur Tengah juga lahir gerakan-gerakan Islam. Seperti gerakan modernisme Islam (inisiasi Muhammad Abduh), mengembangkan gagasan gerakan modernisme Islam (inisiasi Rasyid Ridha), gerakan Pan-Islamisme (inisiasi Jamaluddin Al-Afghani), dan sebagainya.
“Gerakan mereka merupakan al-harakah al-fikriyah (gerakan pemikiran). Tapi Kiai Haji Ahmad Dahlan dan seterusnya tadi tentu juga ada dimensi yang sama. Lebih dari pada itu juga al-harakah at-tathbiqiyyah (melakukan secara tekstual). Untuk apa? Tentu untuk kemaslahatan umat manausia, bangsa, dan kemanusiaan universal,” jelasnya.
Dalam konteks Muhammadiyah, kiprah yang dilakukan dengan memberikan benih-benih kemakmuran untuk semua, khususnya yang berada di posisi marginal. Merujuk redaksi Qs al-Maun menjadi inspirasi Kiai Haji Ahmad Dahlan menggerakan etos sosial.
“Surah ini diajarkan sampai 3 bulan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan. Kemudian melahirkan panti asuhan anak yatim, rumah sakit, sekolah, pondok pesantren, dan perguruan tinggi,” katanya.
Itulah wujud kemakmuran untuk semua yang diaktualisasikan oleh Muhammadiyah. “Sehingga di peringatan Milad ke-112 ini, Muhammadiyah telah, sedang, dan akan terus memberikan kemakmuran untuk bangsa, umat, bahkan kemanusiaan universal,” tandasnya. (Cris)