Muhammadiyah Korektif-Bijaksana

Publish

24 January 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
297
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Muhammadiyah Korektif-Bijaksana

Oleh: Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si.

Siapa bilang Muhammadiyah tidak kritis terhadap pemerintah dan keadaan yang dipandang salah atau tidak baik. Lalu, dengan ekstrem disudutkan lebih baik menjadi lembaga pengajian. Pandangan yang demikian selain tidak faktual dan objektif juga menunjukkan sempitnya wawasan dalam memandang dan memposisikan Muhammadiyah dalam dinamika gerakan sepanjang zaman. 

Muhammadiyah selama ini melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dipandang bermasalah secara serius. Seperti tentang Peta Jalan Pendidikan Nasional, Peraturan Mendikbudristek tentang Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi, penolakan terhadap RUU Haluan Ideologi Negara (HIP) sampai batal diundangkan, UU Ownibuslaw, dan sebagainya. Masih didaftar melalui pernyataan-pernyataan anggota PP Muhammadiyah,  sebagai cara melakukan kritik dan koreksi sesuai takarannya. 

 Jadi tidak benar kalau Muhammadiyah tidak kritis, kalau ada yang mengatakan demikian, berarti tidak mengikuti perkembangan Muhammadiyah dengan seksama. Tapi bila yang dimaksudkan ialah kritik dengan cara-cara oposisi atau konfrontasi, terus menerus main kritik sehingga overdosis, serta asal bermain kritik, maka boleh jadi benar. Muhammadiyah memang memiliki pemahaman, pendekatan, dan cara sendiri dalam melakukan kritik dan dalam menyikapi kondisi politik sesuai koridor organisasi. Muhammadiyah tidak sembarangan melakukan kritik serta menghindari kritik  yang didorong oleh  hasrat, pikiran, sikap, dan orientasi pribadi-pribadi yang sifatnya subjektf.

Amar Makruf Nahi Munkar

 Muhammadiyah senantiasa menjalankan fungsi kritik atau koreksi dalam kehidupan sesuai misi dakwah “amar makruf nahi munkar” (al amr bi al-ma’ruf wa nahyu ‘an al-munkar) sebagaimana salah satu ciri dakwah dan kepribadian Muhammadiyah. Namun kritik Muhammadiyah dilakukan secara seimbang disertai apresiasi terhadap kondisi yang positif. Kritik atasnama  “dakwah amar makruf nahi munkar” harus dipahami utuh serta adil dan objektif sesuai dengan kadar masalahnya antara mengajak pada  yang makruf dan mencegah dari munkar. Jadi, bukan kritik asal kritik semata.

Dalam memahami dan mengimplementasikan dakwah “amar makruf nahi munkar” penting diletakkan dalam beberapa sudut pandang berikut. Pertama, dakwah “amar makruf nahi munkar” itu bukan satu-satunya ciri tetapi bagian dari ciri atau identitas Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah tentang identitas disebutkan “Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.”. Jadi  “amar makruf nahi munkar” bagian dari dakwah, bukan bagian yang berdiri sendiri. Selain bermisi dakwah “amar makruf nahi munkar”, identitas Muhammadiyah juga bercirikan “tajdid” atau pembaruan. Dengan kata lain sejatinya identitas atau kepribadian Muhammadiyah itu adalah “dakwah dan tajdid”, bukan amar makruf nahi munkar. Pemahaman yang ututuh tersebut penting agar tidak ada reduksi dalam menampilkan identitas Muhammadiyah.

Kedua, dakwah “amar makruf nahi munkar” dalam konteks Al-Quran yang menjadi inspirasi lahirnya Muhammadiyah (Al-Quran Surat Ali Imran 104 dan 110) tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan aspek dan proses “yad’u ila al-khair” (Ali Imran 104) dan “tu’minuna bi Allah” (Ali Imran 110). Terdapat unsur dan proses sublimasi dan transendensi dalam menanamkan keyakinan, pemahaman, dan pengamalan berislam atau beragama. Prof Kuntowijoyo menyebutnya proses humanisasi (amar makruf), liberasi (nahi munkar), dan transendensi (tu’minuna billah) dalam pemahaman tentang  Islam yang bersifat profetik atau fungsi kerisalahan. Nabi. Di situlah dakwah “amar makruf nahi munkar” tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan sary kesatuan dakwah yang utuh dan menyeluruh.

Ketiga, jangan mereduksi dakwah “amar makruf nahi munkar” menjadi “nahi munkar” sebagaimana sering terjadi dalam cara berpikir sebagian orang Muhammadiyah. Ketika menyebut dakwah “amar makruf nahi munkar” sering konteksnya mengkritik keadaan, yang berarti sekadar “nahi munkar”. Lebih-lebih dengan pemahaman yang subjektif, bahwa “amar makruf itu mudah, sedangkan nahi munkar itu sulit”. Padahal baik amar makruf maupun nahi munkar serta mengajak kepada al-khair seta beriman kepada Allah bersifat kompleks dari yang mudah, sedang, sampai berat sebagaimana hukum dinamika dakwah dan kehidupan.

Keempat, pendekatan dakwah apapun aspeknya termasuk amar makruf nahi munkar mesti dirujuk pada Al-Quran Surat An-Nahl 125 yakni bil-hikmah, mauidhatul hasanah, dan bermujadalah dengan cara  ihsan. Kritik atasnama amar makruf nahi munkar  harus disertai fikih dakwah yang mendalam dan luas. Fikih dakwah memberi dasar pemikiran yang mendalam dan luas dalam berdakwah serta memberi banyak alternatif sesuai keadaan dan sasaran dakwah, sehingga tidak hitam-putih, keras, konfrontasi, dan memvonis sebagaimana dilakukan oleh sebagian pihak dalam berdakwah.

Kelima, memahami al-Quran menurut Tarjih termasuk tentang “amar makruf nahi munkar” juga perlu pendekatan bayani, burhani, dan irfani yang luas. Jadi tidak asal mengkritik tanpa pemahaman yang mendalam serta pendekatan yang luas agar tidak terjadi reduksi atasnama amar makruf nahi munkar. Amar makruf nahi munkar jangan direduksi menjadi nahi munkar, nahi munkar pun direduksi dengan pendekatan serba konfrontatif dan penegasian segala hal. Pakailah fikih dakwah Ali Imran 104, Ali Imran 110, dan An-Nahl 125 yang utuh, mendalam, luas, dan komprehensif disertai kaidah fiqhiyah yang pertimbangan kemaslahatan dan kemudharatan secara seksama.

Keenam, dalam konteks Muhammadiyah, Amar makruf nahi munkar pun harus disertai keteladanan sebagaimana butir keenam Kepribadian Muhammadiyah, “Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik”. Jika amar makruf nahi munkar dimaksudkan melakukan kritik atau koreksi terhadap keadaan yang dipandang salah, maka berlaku poin kesepuluh Kepribadian Muhammadiyah, yakni “Bersikap adil dan korektif ke dalam dan keluar dengan bijakasna”.  Adil itu proporsional dan objektif meski terhadap pihak yang disukai atau tidak disukai. Bukan asal kritik, lebih-lebih mengedepankan kehendak sendiri yang disertai kemarahan atau ketidaksukaan. Bersikap adil dan bijaksana itu bukan lemah, tetapi menunjukkan kecendekiaan yang berbasis “ilmu wal  hikmah”.

Jika amar makruf nahi munkar dimaksudkan kritik, maka kritik Muhammadiyah tetap harus seksama dalam koridor dakwah dan organisasi kemasyarakatan disertai berbagai pertimbangan kemaslahatan dan mencegah kemudaratan. Kritik Muhammadiyah jangan didasarkan pada selera individu dengan mengatasnamakan apalagi merugikan organisasi. Di samping itu, kalau ada masalah kajilah terlebih dulu secara seksama dalam berbagai aspek dengan pandangan yang mendalam dan luas. Jangan dengan satu  sudut pandang yang sempit dan data yang terbatas sehingga terjebak pada reduksi masalah. Bila perlu cari pandangan yang berbeda agar ditemukan substansi masalah yang utuh dan komprehensif. Di antara ciri ulul-albab ialah ”Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.” (QS Az-Zumar: 18).

Kritik Muhammadiyah

Kritik itu penting dalam kehidupan, termasuk  dalam kehidupan bangsa yang luas dan kompleks. Hidup berbangsa tidak akan luput dari masalah. Namun masalah harus dipahami secara proporsional, mendalam, dan luas agar ditemukan esensi dan solusinya. Masalah bukan untuk terus dipermasalahkan terus, apalagi diperbesar dan dipolitisasi menjadi makin rumit. Masalah hadir untuk dicarikan jalan keluarnya, baik secara terbatas maupun maksimal sesuai kadarnya. Selain itu dalam berbangsa juga ada hal-hal positif, sehingga kehidupan kebangsaan dapat ditakar dan diletakkan secara proporsional antara masalah dan kemajuan.

Muhammadiyah dalam berbangsa dan bernegara  melakukan kritik bila ada masalah dan kesalahan sebagai bagian dari dakwah amar makruf nahi munkar. Tidak ada yang menghalangi Muhammadiyah untuk mengkritik kebijakan pemerintah dan keadaan sekitar. Tapi semuanya ada porsinya sesuai objek masalahnya secara objektif disertai solusi yang ditawarkan.  Kritik tersebut  niscaya sejalan dengan  posisi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang statusnya organisasi kemasyarakatan bermisi dakwah dan tajdid. Muhammadiyah tentu berbeda dengan  partai politik atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam menyampaikan kritik. 

Karenanya diperlukan sikap adil dalam memandang kehidupan. Adil itu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Barang baik harus dibilang baik dan jangan dibilang buruk, sebaliknya juga yang buruk. Lebih dari itu harus seksama dalam memandang kebaikan dan keburukan agar tidak terjadi pemutlakkan pandangan. Di situlah sikap adil diperlukan agar tidak berlebihan dalam menyikapi keadaan. Bila menemukan kebaikan tidak memuji dan senang berlebihan, sebaliknya bila menemukan keburukan tidak berlebihan dalam menyikapinya. Khairul umur ausathaha, sebaik-baik urusan yang tengahan, di situlah letak adil atau proporsional. Tidak perlu memposisikan diri paling memiliki kebenaran dan apalagi glorifikasi pandangan dalam menghadapi persoalan muamalah duniawiyah, termasuk dalam menyikapi masalah kebangsaan.

Hindari sikap ekstrem dalam memandang dan menyikapi kehidupan. Hatta dalam beragama dilarang ekstrem (ghuluw), lebih-lebih dalam urusan keduniaan. Bersikap adillah ketika melakukan kritik atasnama nahyu munkar. Bukankah sikap adil itu utama? Tuhan bahkan mengajarkan dalam Al-Quran, bersikaplah adil meskipun terhadap orang yang dibenci (QS Al-Maidah: 8).  Apalagi jika adil disertai ihsan (QS An-Nahl: 90), sehingga melahirkan khzanah pemikiran, sikap, dan tindakan yang luhur dan utama sebagai cermin dari orang yang diberi “ilmu dan hikmah”.  Ilmu saja tidak cukup, diperlukan kearifan berbasis ihsan dan irfan agar manusia tidak menjadi robot atau “algojo” bagi kehidupan orang lain dan sekitarnya.

Muhammadiyah tidak perlu diposisikan seolah sebagai satu-satunya organisasi yang harus bertanggungjawab terhadap seluruh masalah bangsa. Muhammadiyah itu organisasi yang sangat besar, jangan dipertaruhkan secara sembarangan dengan melakukan kritik yang overdosis dan cara yang tidak sejalan Kepribadian Muhammadiyah. Ibarat pesawat, Muhammadiyah itu  pesawat berpenumpang besar, bukan pesawat tempur yang boleh bermanuver sekehendaknya. Muhammadiyah harus dijaga keberadaan dan kelanjutannya ke depan. Muhammadiyah jangan mengambil semua masalah bangsa sebagai tanggungjawabnya. Menurut kaidah ushuliyah, taqdim al-aham min al-muhim, utamakan yang terpenting dari yang penting. 

Kritik Muhammadiyah harus terukur dan berkadar yang proporsional. Sekali melakukan kritik, tidak terus berkelanjutan.  Kritik harus adil, berdasarkan proporsi dan takarannya. Lagi pula,  bila Muhammadiyah melakukan kritik terhadap satu masalah, maka kita jangan larut dan terus mengangkat masalah itu secara overdosis. Pada saat yang sama  Muhammadiyah harus terus berbuat hal-hal yang positif melalui misi dakwah dan amal usaha kita, jangan berhenti karena ada masalah. Selesaikan dan hadapi masalah di tempatnya, tidak perlu diperlebar ke berbagai hal, sehingga terjadi perluasan dan politisasi masalah dalam berbangsa. Bersamaan dengan itu, ketika mengkritik pihak lain maka tidak berarti harus bermusuhan dan tidak boleh berinteraksi sebagaimana lazimnya hidup bermasyarakat dan berbangsa, apalagi sampai harus menghentikan kegiatan Muhammadiyah. Jadi, Muhammadiyah dalam melakukan kritik atau koreksi ke dalam dan keluar haruslah bijaksana sebagaimana ciri Kepribadian Muhammadiyah!

Sumber: Majalah SM Edisi 21 Tahun 2023


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Editorial

SURVIVAL SEKOLAH MUHAMMADIYAH Sekolah menengah pertama Yumoto di Prefektur Fukushima adalah salah s....

Suara Muhammadiyah

29 June 2024

Editorial

Cerdas-Seksama Menjaga Muhammadiyah Indonesia sedang menggelar kontestasi politik untuk Pemilu tang....

Suara Muhammadiyah

10 January 2024

Editorial

Agenda Strategis Umat Islam  Oleh: Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si Umat Islam Indonesia sungguh....

Suara Muhammadiyah

28 November 2024

Editorial

IKHTIAR MENYELAMATKAN SEMESTA Apa jadinya jika negara-negara sponsor Hak-hak Asasi Manusia (HAM) du....

Suara Muhammadiyah

21 December 2023

Editorial

GEMBIRA BERSAMA CABANG, RATING, DAN MASJID  ”Dilihat dari kehidupan organisasi, sekarang....

Suara Muhammadiyah

11 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah