YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Muhammadiyah yang lahir sejak tahun 1912 sampai sekarang dikenal luas sebagai organisasi modern Islam terbesar dan tertua di Republik ini. Hal ini kemudian menjadi hal niscaya kebesaran Muhammadiyah dengan segala capaian-capaian yang ditorehkan, termasuk mampu menyemai kebermanfaatannya kepada masyarakat.
"Reputasi Muhammadiyah sudah dikenal bagus, baik secara nasional maupun internasional. Muhammadiyah tidak fenomenal lokal, tapi juga fenomenal nasional, juga mengglobal. Kehadiran Muhammadiyah ada di berbagai benua," terang Bachtiar Dwi Kurniawan saat Pengajian Ramadhan 1446 H PWM DIY, Sabtu (8/3) di Ampitarium Lantai 9 Kampus 4 UAD Yogyakarta.
Bagi Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu, jaringan organisasi Muhammadiyah tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Muhammadiyah ada di mana-mana, yang menunjukkan betapa kuatnya peran dan kontribusi organisasi ini dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
“Muhammadiyah bisa tumbuh di mana saja. Di kelompok Muslim tumbuh, kelompok Abangan tumbuh, kelompok minoritas juga tumbuh. Muhammadiyah itu seperti cikal pohon kelapa. Di tanam di mana pun pohon kelapa bisa tumbuh. Nah, Muhammadiyah seperti itu, sehingga ekstabilitas Muhammadiyah sangat bagus di mana pun, sangat akomodatif,” katanya.
Apalagi, perkembangan amal usaha dan organisasi Muhammadiyah juga tidak kalah bagusnya. Semakin besar, kuat, dan mandiri. “Tanpa akselerasi dengan pemerintah pun, Muhammadiyah dengan ta’awunnya sudah bisa mengakselerasi menguatkan satu dengan yang lain. Ini tentu hal yang menggembirakan,” ucapnya.
Bahkan, ungkap Gus Bach, pihak lain memperhitungkan kebesaran Muhammadiyah. “Bahkan menempatkan Muhammadiyah sebagai modal moral dan modal sosial bagi bangsa,” bebernya.
Namun demikian, realita masih menunjukkan di tengah Muhammadiyah kian gigantik, lantas kemudian tidak membuat jumlah anggotanya jadi lebih banyak. Gus Bach menyebut, jumlah anggota pengikut atau followers Muhammadiyah kurang menggembirakan dari sisi jumlah.
“Ini menjadi tantangan kita. Amal usaha melayani banyak sekali. UAD misalnya, melayani 8000 mahasiswa. UMY 6000 mahasiswa, UNISA 3000-4000 mahasiswa. Tetapi, apakah hal itu bisa menjadi kader Muhammadiyah? Jadi ini perlu kita evaluasi,” tegasnya.
Sebab, masa depan Muhammadiyah ditentukan oleh kader masa kini. "Keberadaan kader sangat strategis dan menentukan bagi kemajuan organisasi," tambahnya.
Sementara, Iwan Setiawan, Wakil Ketua PWM DIY menuturkan, kehadiran kader Muhammadiyah sebagai tenaga inti yang bergerak dalam Persyarikatan. Ini berkelindan dengan Sistem Pendidikan Kader Muhammadiyah (SPM). “Kader Muhammadiyah berperan dalam dakwah dan membangun peradaban kemanusiaan,” sebutnya.
Namun sering kali, ketika berbicara mengulas kader, sangat variatif. Menukil pandangan Abdul Munir Mulkan, dibentangkan menjadi beberapa bagian. Yaitu Al-Ikhlas yang merujuk pada tradisi puritan yang fundamentalis, kedua KH Ahmad Dahlan yang merujuk pada islam inklusif, ketiga MUNU (Muhammadiyah- NU, yaitu organisasinya Muhammadiyah, tradisinya Nahdotul Ulama (Neo-tradisionalis) sedangkan keempat, Marmud (Marhaenisme Muhammadiyah) yang mendekati abangan yang sebagian besar dari kalangan agraris dan petani.
“Kalau sekarang juga masih banyak lagi, setelah reformasi ada kader Muhammadiyah yang Muhti (Muhammadiyah-HTI), KrisMuha (Kristen-Muhammadiyah), sehingga ketika berbicara berkaitan dinamika kaderisasi di Muhammadiyah, kita memang banyak variasi,” ujarnya.
Ditambahkan Iwan, bahwa pada saat ini banyak kader Muhammadiyah yang berdiaspora di berbagai sektor dan duduk di pemerintahan. Menurutnya, ini akan berpengaruh pada Muhammadiyah di 5 - 10 tahun mendatang.
“Diaspora kader itu bisa berpengaruh pada kelangsungan Muhammadiyah hari ini. Bagaimana terjadi diaspora ini, Muhammadiyah juga memiliki dampak yang signifikan,” tandasnya. (Cris)