Muslim Mukmin yang Mengikuti Peraturan dan Undang-Undang

Publish

5 November 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
109
Sumber Foto: Pixabay

Sumber Foto: Pixabay

Muslim Mukmin yang Mengikuti Peraturan dan Undang-Undang

Oleh: Mohammad Fakhrudin

Di dalam artikel “Muslim Mukmin yang Berpartisipasi dalam Organisasi Kemasyarakatan dan Keagamaan” yang telah dipublikasi di Suara Muhammadiyah online edisi 1 November 2025 telah dikemukakan bahwa dengan berorganisasi, warga Muhammadiyah dapat memberikan manfaat kepada masyarakat lebih optimal. Ada hal penting yang perlu diberi penekanan kembali dalam hubungannya dengan manfaat berorganisasi. Sesederhana apa pun organisasi pasti bermanfaat bagi aktivisnya. 

Sekurang-kurangnya dengan berorganisasi, aktivis dapat berdiskusi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan usaha mencapai tujuan organisasi itu, kendala yang dihadapinya, dan solusi penyelesaiannya. Dengan  demikian, aktivis pasti dikondisikan (1) cerdas, (2) objektif, (3) menghargai pendapat sesama aktivis, dan (4) bermental tangguh.

Di dalam artikel ini diuraikan topik “Muslim Mukmin yang Mengikuti Peraturan dan Undang-Undang” yang merupakan pengembangan butir ke-6 atau butir terakhir dari perilaku hidup bermasyarakat yang terdapat di dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 (hlm.458).  

Ketaatan kepada Ululamri

Di dalam bahasa Indonesia ululamri berarti pemimpin. Setiap muslim mukmin, lebih-lebih warga Muhammadiyah, wajib taat pada ululamri. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa (4):59:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًاࣖ

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).”

Pada saat memberikan pengajian di Universitas Muhammadiyah Purworejo Yunahar Ilyas (semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa merahmatinya) menjelaskan pengertian ululamri. Beliau memberikan contoh ululamri di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat seperti keamanan dan ketertiban lalu lintas adalah kapolri. 

Dari contoh itu dapat kita pahami bahwa ululamri bangsa Indonesia adalah presiden. Ululamri di bidang pendidikan adalah menteri pendidikan. Ululamri universitas adalah rektor. Ululamri yang diberi amanah memimpin tentara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara adalah panglima TNI.

Beliau menjelaskan juga ululamri di bidang agama. Menurut beliau, ululamri di bidang agama (seharusnya) adalah menteri agama. Beliau menambah kata “seharusnya” karena di Indonesia jabatan menteri agama lebih bernuansa politis. Orang yang diberi amanah sebagai menteri agama tidak selalu mencerminkan bahwa dia benar-benar memahami agama. Berbeda halnya dengan mufti di negara Islam.

Ketaatan pada Peraturan dan Undang-Undang

Ketaatan masyarakat terhadap peraturan dan undang-undang apa pun memerlukan keteladanan dari ululamri.  Keteladanannya menjadi rujukan praktik baik bagi masyarakat. 

Agar dapat menjadi teladan, ululamri harus mempunyai literasi yang andal. Dengan bekal itu, mereka dapat mencerdasarkan, mencerahkan, dan memajukan masyarakat.

Peraturan dan undang-undang apa pun pasti dibuat sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan berpayung hukum. Oleh karena itu, setiap muslim mukmin, lebih-lebih warga Muhammadiyah, wajib taat pada semua peraturan dan undang-undang.

Sabda Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam terkait dengan kewajiban muslim mukmin taat pada peraturan dan undang-undang terdapat di dalam HR Abu Daud dan HR Turmuzi, 

وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حراما

“Setiap muslim harus memenuhi setiap aturan yang mereka sepakati, kecuali kesepakatan dalam rangka menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” 

Di dalam hadis tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharuskan kita untuk memenuhi setiap aturan yang disepakati. Peraturan dan undang-undang lalu lintas misalnya jika dibuat oleh orang-orang yang berkompeten, amanah, dan orang-orang yang secara representatif mewakili masyarakat umum, berarti bahwa peraturan dan undang-undang itu telah kita sepakati. 

Peraturan dan undang-undang lalu lintas yang demikian hakikatnya merupakan kesepakatan yang dibuat tidak dalam rangka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dengan kata lain, peraturan dan undang-undang itu tidak termasuk maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. 

Berkenaan dengan itu, setiap warga negara Indonesia, lebih-lebih muslim mukmin, berkewajiban menaatinya. Namun, di dalam kenyataan, tidak demikian halnya. Muslim mukmin banyak juga yang melanggarnya dimulai dari kepemilikan surat izin mengemudi (SIM).

Dari data di aplikasi E-Tilang Korlantas Polri yang diakses pada Senin, 20 Mei 2024, dapat diketahui, sebanyak 52.846 pengendara berusia di bawah 17 tahun, karena tidak mempunyai SIM, terjaring razia pelanggaran lalu lintas di seluruh wilayah Indonesia. Dari sumber itu dapat kita ketahui pula jumlah anak-anak yang terjaring razia pelanggaran lalu lintas, yaitu di Polda Metro Jaya (14.988 anak), di Polda Jawa Tengah (9.398 anak), dan di Polda Sumatra Utara (5.105 anak). Sementara jumlah total pelanggar lalu lintas dari berbagai usia adalah 564.838 orang (sumber: Pusiknas POLRI https://pusiknas.polri.go.id › pulu.., diakses 3 November 2025).

Sementara itu, dari Direktorat Penegakan Hukum Korps Lau Lintas Polri (Ditgakkum Korlantas Polri) tanggal: 01/01/2025 hingga 29/10/2025 dapat kita ketahui pula pelanggaran peraturan lalu lintas. Berikut ini dikemukakan pelanggaran yang terjadi di empat provinsi berdasarkan kelompok usia pelakunya sebagai contoh.

1. Polda Metro Jaya
       < 17 tahun= 13,900 
       17-25 tahun=  7,809 
       26-45 tahun= 25,579 
       46-65 tahun= 4,121

2. Polda Jatim 
       < 17 tahun=22,315 
       17-25 tahun =47,262 
       26-45 tahun=115,265 
       46-65 tahun=24, 555 

3. Polda Jateng
       < 17 tahun=8,880 
       17-25 tahun=18,488 
       26-45=33,916 
       46-65=10,876 

4. Polda Sumut 
       <17 tahun=6,244 
      17-25 tahun=15,326 
      26-45 tahun= 22,432 
      46-65 tahun=3,476 

Dari angka-angka tersebut, kita ketahui bahwa pelanggaran yang terbanyak justru dilakukan oleh orang berusia 26-45 tahun (197.192), sedangkan peringkat kedua adalah orang berusia 17-25 tahun (88.885). Hal itu tentu sangat memprihatinkan. Orang berusia 26-45 semestinya sudah lebih menyadari kewajibannya dalam hal mematuhi peraturan lalu lintas. 

Ada gejala yang memprihatinkan. Cukup banyak rang tua yang bangga jika anak dan/atau cucunya yang baru berusia 12 tahun sudah dapat naik sepeda motor. Bahkan, mereka menyuruhnya pergi ke warung untuk membeli sesuatu. 

Sikap orang tua yang demikian lebih banyak berakibat buruk pada anak. Ketika nyalinya bertambah, mereka naik sepeda motor tanpa helm, tanpa SIM, dan satu sepeda motor dinaiki oleh tiga orang anak tidak hanya pergi ke warung yang dekat. 

Pada usia 15 tahun, makin bertambah nyalinya dan mereka mengadakan balapan liar! Nah, pelanggarannya makin bertambah.

Di antara orang tua tentu ada yang tetap rajin mengontrol anaknya. Tambahan lagi, anaknya mau dinasihati. Dengan demikian, pelanggaran dapat diminimalkan.

Di samping kedua kelompok orang tua tersebut, ada orang tua yang sangat ketat. Mereka sama sekali tidak mengizinkan anaknya naik sepeda motor sebelum memenuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku. Sikap ini dapat menzerokan pelanggaran. 

Tidak Menyiasati Peraturan dan Undang-Undang

Jika akan mengikuti suatu aktivitas misalnya kompetisi, tetapi kita, saudara kita, atau anak kita tidak dapat memenuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku, bukannya peraturan dan undang-undang itu yang diubah agar dapat mengikutinya. Jika mengubahnya, apakah tidak berarti bahwa kita melakukan kezaliman dan tidak berarti jugakah maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? 

Bagi setiap muslim mukmin, lebih-lebih warga Muhammadiyah, ketaatan terhadap peraturan dan undang-undang merupakan kewajiban selama peraturan dan undang-undang itu tidak termasuk maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketentuan itu berlaku secara umum. Namun, jika peraturan dan undang-undang itu menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, dibuat oleh orang-orang yang tidak amanah, dan dengan cara melanggar mekanisme yang benar, kita justru wajib mengkritisinya. Bahkan, dalam usaha beramar makruf nahi mungkar, kita wajib menolaknya.

Bismillah! (hanan)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Alvin Qodri Lazuardy Delapan puluh tahun Indonesia merdeka bukanlah angka yang kecil. Ia ada....

Suara Muhammadiyah

21 August 2025

Wawasan

Menjaga Kepribadian Muhammadiyah di Era Perubahan Oleh: Rusydi Umar, S.T. M.T., Ph.D., Anggota MPI ....

Suara Muhammadiyah

3 February 2025

Wawasan

Bullying, Perusak Mental Generasi Oleh: Amalia Irfani, Sekretaris LPP PWM Kalbar Fenomena bullying....

Suara Muhammadiyah

5 August 2025

Wawasan

Pandangan Masyarakat Sekitar “Kisruh” Muhammadiyah Vs BSI Oleh: Muhammad Akhyar Adnan, ....

Suara Muhammadiyah

10 July 2024

Wawasan

Harta dan Perempuan: Melampaui Bias Klasik Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Uni....

Suara Muhammadiyah

21 March 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah