Nabi dan Pendidikan Seksual
Oleh: Muhammad Hasnan Nahar, Dosen Program Studi Ilmu Hadits Fak. Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنْ الضَّحَّاكِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ أَخْبَرَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ (رواه مسلم)
Telah bercerita pada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, bercerita pada kami Zaid bin Hubab dari Dhahak bin Utsman, bercerita pada kami Zaid bin Aslam dari Abdirrahman bin Abu Said Al-Khudriy dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Dan seorang laki-laki tidak boleh tidur bersama laki-laki lain dalam satu selimut, dan seorang perempuan tidak boleh tidur bersama perempuan lain dalam satu selimut” (HR. Muslim)
Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya, bab tahrim nadzari ilal ‘aurat (keharaman melihat aurat) no. 512; Abu Dawud dalam Sunan-nya no. 3502, at-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 2717, Ibnu Majah dalam Sunan-nya no. 653, dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya no. 9399, 11.173, 14.307, 14.651.
Bentuk Pendidikan Seksual
Pembicaraan tentang masalah seks masih dianggap tabu oleh banyak pihak, hingga acapkali orang tua tergagap ketika anaknya bertanya mengenai hal itu. Sedang di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, sex education menjadi hal yang primer untuk diajarkan kepada anak, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan pendidikan formal seperti sekolah.
Tidak diajarkannya pendidikan seksual kepada anak, menjadikan mereka berpotensi menjadi korban hingga pelaku kekerasan seksual. Data tahun 2019 dari Komnas Perempuan menunjukan keprihatinan dimana para korban dan pelaku kekerasan seksual dilakukan oleh anak berusia di bawah 18 tahun. Korban sebanyak 2.262 kasus (rentang usia 13-18 tahun); 653 kasus (rentang usia 6-12 tahun); dan 129 kasus untuk usia di bawah 5 tahun. Lalu 652 kasus tindak kekerasan seksual dilakukan oleh anak usia 13-18 tahun dan 83 kasus (pelaku usia 6-12 tahun).
Masa kanak-kanak ditandai dengan adanya rasa ingin tahu yang sangat tinggi, mudah dan cepat meniru apa yang dilihatnya dari orang lain, baik orang tua di rumah atau guru di sekolah dan teman sebaya dalam pergaulan, termasuk apa yang ditonton di televisi dan handphone-gadget, dengan konten yang bahkan berbau pornografi. Oleh karena itu, untuk mencegah seorang anak menjadi korban dan pelaku kekerasan seksual, orang tua sepatutnya memberikan pendidikan seksual kepada anak-anaknya.
Apa itu pendidikan seksual? Adalah pendidikan yang bertujuan memberi pengetahuan tentang seks, fungsi biologis alat vital, hingga kehamilan yang dapat dilakukan dalam beberapa bentuk: Pertama, mengenalkan pada anak mengenai anatomi tubuh, termasuk bagian alat vital dan fungsinya. Menjelaskan fase menuju dewasa, dimana pada seorang laki-laki akan mengalami mimpi basah, tumbuh rambut pada area tertentu dan munculnya jakun. Pada seorang perempuan yang akan mengalami haid, perubahan fisik dan suara, dimana bisa dikaitkan dalam konteks thaharah (bersuci), ghusl (mandi junub-besar).
Kedua, mengajarkan batasan "boleh dan tidak boleh" melakukan sentuhan terhadap tubuh anak. Boleh dilakukan seperti bersalaman, merangkul, dan tidak boleh dilakukan seperti menyentuh alat vital serta mencium bibir. Juga tentang cara membersihkan diri setelah buang air kecil dan besar, yang tentu saja melibatkan langsung peran orang tuanya sendiri.
Ketiga, seperti dalam Hadits di atas, yaitu mengajarkan pada anak bagaimana adab berinteraksi pada sesama, baik antar sesama maupun beda jenis kelamin (seks).
لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain.”
Penggalan pertama matan-isi Hadits ini bermakna, laki-laki dan perempuan sama-sama harus menjaga pandangannya dan menggunakan pakaian yang dapat menutup auratnya masing-masing. Tidak hanya berlaku antara laki-laki dengan perempuan saja, tapi berlaku juga antara laki-laki dengan laki-laki, dan antara perempuan dengan perempuan. Merujuk pengertian aurat secara bahasa, yaitu segala sesuatu yang harus ditutupi dan yang menjadikan malu apabila dilihat. Makna lainnya adalah anggota badan manusia yang wajib ditutupi dan haram dilihat oleh orang lain, kecuali kepada orang-orang yang diperbolehkan (QS. An-Nur: 31).
Kemudian penggalan matan dilanjutkan dengan kalimat,
وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ
“Dan seorang laki-laki tidak boleh tidur bersama laki-laki lain dalam satu selimut, dan seorang perempuan tidak boleh tidur bersama perempuan lain dalam satu selimut.”
Dapat dipahami bahwa larangan untuk tidur dalam satu selimut dimaksudkan karena adanya kemungkinan untuk saling melihat aurat masing-masing. Jika tidur atau berbaring menggunakan pakaian yang lengkap, dan sangat kecil kemungkinan saling melihat aurat, maka tidak dilarang. Larangan dalam Hadits ini berfungsi sebagai sadd al-dzari’ah, mencegah suatu perbuatan untuk menghindari mafsadah (keburukan) dan mencari maslahat (kebaikan). Dan larangan tidur dalam satu selimut ini, tidak berlaku bagi anak laki-laki dengan ibunya.
لَا يُبَاشِرُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ وَلَا الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ إِلَّا الْوَلَدُ وَالْوَالِدَةُ (رواه احمد)
"Tidak boleh tidur dalam satu selimut seorang laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, kecuali anak laki-laki dengan ibunya." (HR. Ahmad)
Keempat, membangun kesadaran anak tentang ruang-wilayah pribadi, dimana dapat kita lihat dalam penggalan Hadits berikut,
وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المَضَاجِعِ (رواه ابو داود)
“Pisahkan mereka (anak-anak) di tempat tidur.” (HR. Abu Daud)
Matan Hadits di atas merupakan salah satu bentuk upaya orangtua untuk melakukan pembiasaan kepada anak agar sadar dan memahami akan ruang pribadi. Sebab kamar (di rumah misalnya) adalah tempat dimana seseorang melakukan hal yang bersifat pribadi dan tidak etis dipertunjuk-tontonkan ke orang lain, seperti mengganti baju. Dengan pembiasaan ini, diharapkan suatu ketika ada pihak yang berupaya menyentuh hal yang sifatnya pribadi si anak, maka ia akan memiliki refleks untuk mempertahankannya. Dalam konteks pendidikan seksual, kesadaran ruang pribadi merupakan bentuk self defense (pertahanan diri) seorang anak agar dapat merespon kekerasan seksual yang sedang mengancamnya.
Selain itu, Hadits ini memberikan penekanan kepada para orang tua akan betapa pentingnya pendidikan seksual pada anak, yang meliputi ruang lingkup seputar pengenalan alat reproduksi dan fungsinya, batasan “boleh-tidak boleh” melakukan sentuhan terhadap tubuh anak, adab berinteraksi kepada lawan jenis atau sejenis hingga membangun kesadaran ruang pribadi. Pendidikan seksual ini sebaiknya dilakukan secara berkala menyesuaikan dengan perkembangan usia anak.
Sumber: Majalah SM No 18 Tahun 2020