Pelajaran Berharga dari Kisah Para Nabi: Tinjauan Buku Lessons from the Stories of the Quran
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Mari kita ulas buku menarik lainnya, yaitu Lessons from the Stories of the Quran (1997) karya Ali Musa Raza Muhajir dengan kata pengantar dari Dr. M. Hamidullah. Buku ini bukan hanya sekadar koleksi cerita, tetapi merupakan karya yang mendalam dan penuh wawasan yang sudah lama saya miliki. Bahkan di tangan saya buku ini tampak usang karena sering saya gunakan, bukti bahwa isinya begitu bernilai. Buku ini menyajikan kisah-kisah para Nabi yang diceritakan dalam Al-Qur'an, mulai dari Nabi Adam AS hingga Nabi Isa AS, mengupas perjalanan hidup mereka dengan cara yang menginspirasi dan menggugah hati.
Yang membuat buku ini istimewa bukan hanya karena narasi kisahnya, tetapi juga karena penulisnya berhasil menggali pelajaran-pelajaran moral dan spiritual dari setiap cerita. Pelajaran ini relevan dan aplikatif, tidak hanya bagi umat Muslim, tetapi juga bagi siapa pun yang mencari hikmah dari kisah-kisah para Nabi. Lebih menarik lagi, buku ini membandingkan penggambaran para Nabi dalam Al-Qur'an dengan versi dalam Alkitab, sehingga kita bisa melihat perbedaan cara kedua kitab ini menyampaikan cerita dan pesan moral.
Sebagai contoh, coba kita perhatikan kisah Nabi Nuh AS. Dalam Al-Qur'an, diceritakan dengan jelas bahwa Nabi Nuh menghabiskan bertahun-tahun berdakwah dengan sabar kepada kaumnya, mengajak mereka untuk kembali ke jalan Tuhan. Ia menghadapi berbagai penolakan, ejekan, dan ancaman dari mereka yang menolak mendengarkan pesan ilahi. Baru setelah penolakan mereka mencapai puncaknya, saat mereka bahkan berencana untuk membunuh Nabi Nuh, Tuhan memutuskan untuk mengirimkan banjir besar sebagai hukuman. Namun, dalam Alkitab, kisah Nabi Nuh diceritakan dengan cara yang berbeda. Penekanannya lebih kepada kemarahan Tuhan terhadap dunia yang penuh dosa, dan kita tidak melihat upaya dakwah Nabi Nuh yang begitu panjang dan penuh perjuangan.
Alkitab, khususnya dalam Kitab Kejadian, lebih fokus pada gagasan tentang anak-anak Tuhan yang menikah dengan anak-anak perempuan manusia, yang kemudian melahirkan raksasa-raksasa yang dianggap sebagai penyebab kehancuran moral di bumi. Tuhan, dalam narasi ini, menyatakan, "Roh-Ku tidak akan tahan dengan manusia selamanya," sebelum memutuskan untuk memusnahkan umat manusia dengan banjir besar. Narasi ini menunjukkan perspektif yang sangat berbeda tentang alasan penghukuman tersebut dibandingkan dengan yang disajikan dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an dan Alkitab, dua kitab suci yang dihormati, menyajikan kisah banjir besar Nabi Nuh dengan nuansa yang berbeda. Al-Qur'an melukiskan banjir ini sebagai hukuman yang ditargetkan secara spesifik kepada orang-orang yang menentang Nabi Nuh dan menolak pesan Tuhan. Sebaliknya, Alkitab menggambarkannya sebagai banjir universal yang menenggelamkan seluruh dunia.
Perbedaan ini menjadi titik awal yang menarik bagi penulis buku ini untuk menggali lebih dalam makna kisah-kisah Al-Qur'an. Penulis mengajak kita melihat relevansi kisah-kisah ini dengan kehidupan modern, bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan sumber pelajaran berharga bagi kita saat ini.
Salah satu keunikan buku ini adalah pendekatan rasional penulis dalam menafsirkan kisah-kisah Al-Qur'an. Sebagai contoh, larangan Tuhan kepada Adam untuk mendekati "pohon tertentu" di Taman Eden diinterpretasikan sebagai metafora untuk hubungan intim, bukan pohon secara harfiah. Penulis berargumen bahwa "pohon" di sini melambangkan "pohon silsilah" atau keturunan, dan "buah" yang dijanjikan iblis adalah memiliki anak.
Pendekatan ini diperkuat dengan mengutip ayat-ayat Al-Qur'an yang relevan. Penulis menyoroti penggunaan kata syajara (pohon) dan "mengecap" dalam konteks yang berbeda, menunjukkan bahwa kata-kata ini sering digunakan secara kiasan, bukan harfiah.
Dengan gaya penulisan yang menarik dan analitis, buku ini menawarkan perspektif segar tentang kisah-kisah Al-Qur'an. Penulis mengajak pembaca untuk merenungkan makna yang lebih dalam dan relevansi abadi dari kisah-kisah ini, mendorong kita untuk tidak hanya membaca, tetapi juga memahami dan menerapkan pelajaran-pelajaran tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari.
Penulis buku ini mengajak kita untuk tidak terjebak dalam pemahaman harfiah terhadap kisah-kisah Al-Qur'an. Sebaliknya, kita diajak untuk menggali esensi, tujuan, dan pelajaran berharga yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh, kisah pengorbanan Nabi Ibrahim terhadap putranya bukan hanya sekedar cerita untuk dinikmati, tetapi juga cermin bagi kita untuk merenungkan pengorbanan yang mungkin dituntut oleh Tuhan dalam hidup kita.
Penulis juga mengeksplorasi kisah-kisah Nabi Luth, Nabi Ismail, Nabi Yakub, dan lainnya dengan cara yang sama. Ia menggali makna yang lebih dalam dari setiap kisah, mengaitkannya dengan kehidupan kita saat ini, dan mengajak kita untuk merenungkan pelajaran-pelajaran yang relevan.
Buku ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan buku-buku Qisasul Anbiya’ tradisional. Selain menyajikan kisah-kisah para nabi secara lengkap, buku ini juga menawarkan pendekatan rasional dalam menafsirkan kisah-kisah tersebut. Penulis tidak hanya menyatukan elemen-elemen cerita yang tersebar di berbagai bagian Al-Qur'an, tetapi juga membandingkannya dengan kisah-kisah serupa dalam Alkitab.
Perbandingan ini memberikan perspektif yang lebih luas dan kaya, membantu kita memahami pelajaran-pelajaran Al-Qur'an dengan lebih mendalam. Dengan demikian, buku ini menjadi teman yang berharga dalam memahami Al-Qur'an secara keseluruhan, bukan hanya dari segi narasi, tetapi juga dari segi makna dan relevansinya bagi kehidupan kita.
Tentu saja, dalam setiap karya, selalu ada ruang untuk perbedaan pendapat. Saya mungkin tidak sepenuhnya sependapat dengan setiap kesimpulan atau analisis rasional yang disajikan oleh penulis. Namun, hal itu tidak mengurangi nilai buku ini di mata saya. Justru, semangat penulis dalam mendorong pemikiran rasional dan kritis itulah yang saya anggap sangat berharga.