Pemikiran Hasan Al-Banna (Bagian ke-1)
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Hasan al-Banna adalah seorang cendekiawan Islam, guru, dan aktivis Mesir yang mendirikan Ikhwanul Muslimin, salah satu organisasi Islamis paling signifikan dan berpengaruh di dunia. Dia lahir pada tanggal 14 Oktober 1906, di Mahmudiyah, Mesir, dan meninggal sebagai syahid pada 12 Februari 1949. Al-Banna berusaha untuk merevitalisasi masyarakat Islam dengan mempromosikan kembali kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam serta advokasi untuk keadilan sosial, reformasi moral, dan pembentukan pemerintahan Islam.
Hasan Al-Banna mendapatkan pendidikan awalnya di Mahmudiyyah, di mana beliau belajar Al-Qur`an, bahasa Arab, dan ilmu-ilmu Islam di bawah bimbingan ayahnya dan para ulama lokal lainnya. Dia menunjukkan minat yang besar dalam studi agama sejak usia muda dan menunjukkan komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip dan praktik Islam.
Tumbuh di Mesir selama awal abad ke-20, Hasan al-Banna menyaksikan secara langsung tantangan-tantangan sosial, politik, dan ekonomi yang dihadapi negaranya dan dunia Muslim secara lebih luas. Pengalaman-pengalaman ini kemudian akan membentuk pandangannya terhadap dunia dan menginspirasi aktivismenya yang bertujuan untuk mengatasi penurunan nilai-nilai Islam yang dirasakan dan kebutuhan akan reformasi sosial.
Pemikiran dan ajaran Hasan al-Banna mencakup berbagai topik yang berkaitan dengan Islam, masyarakat, politik, dan tata kelola. Beberapa aspek kunci dari ideologinya meliputi.
Pertama, kebangkitan Islam. Hasan al-Banna menganggap kebangkitan Islam sebagai hal yang penting untuk penyegaran dan pemberdayaan masyarakat Muslim. Dia percaya bahwa banyak umat Islam telah menyimpang dari prinsip-prinsip inti Islam dan telah melemah akibat kolonialisme, pengaruh Barat, dan perpecahan internal. Oleh karena itu, dia menganjurkan untuk menghidupkan kembali ajaran dan nilai-nilai Islam sebagai cara untuk mengembalikan kekuatan, kesatuan, dan integritas moral pada masyarakat Muslim.
Hasan Al-Banna menekankan pentingnya kembali kepada dasar-dasar Islam, termasuk Al-Qur`an dan Sunnah, sebagai sumber pedoman untuk perilaku personal dan sosial. Dia percaya bahwa kebangkitan yang sungguh-sungguh terhadap prinsip-prinsip Islam akan menghasilkan lebih banyak keadilan sosial, kebenaran moral, dan pemenuhan spiritual di kalangan umat Islam.
Selain itu, Hasan al-Banna melihat kebangkitan Islam sebagai syarat penting untuk mengatasi tantangan-tantangan sosial-ekonomi dan politik yang dihadapi oleh komunitas Muslim. Dia berpendapat bahwa dengan menegaskan kembali nilai-nilai Islam dalam kehidupan publik, umat Islam dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan, bebas dari eksploitasi dan penindasan yang dialami di bawah pemerintahan kolonial.
Pendekatan al-Banna terhadap kebangkitan Islam tidak terbatas pada ketakwaan individual tetapi meluas hingga ke tindakan kolektif dan transformasi sosial. Dia mendorong umat Islam untuk aktif terlibat dalam upaya untuk mempromosikan pendidikan Islam, kesejahteraan sosial, dan aktivisme politik sebagai bagian dari gerakan kebangkitan.
Secara keseluruhan, pandangan Hasan al-Banna terhadap kebangkitan Islam berakar pada kepedulian yang mendalam terhadap kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat Muslim. Dia percaya bahwa dengan memperkuat komitmen mereka terhadap Islam, umat Islam dapat mengatasi tantangan mereka dan memenuhi potensi mereka sebagai kekuatan yang hidup dan berpengaruh di dunia.
Kedua, keadilan sosial. Hasan al-Banna memandang keadilan sosial sebagai prinsip fundamental dalam Islam dan menekankan pentingnya dalam membentuk masyarakat yang adil dan berkeadilan. Dia percaya bahwa ajaran Islam memberikan panduan tentang bagaimana individu dan masyarakat seharusnya berinteraksi satu sama lain, terutama dalam hal distribusi ekonomi, kesejahteraan, dan perlakuan terhadap kelompok yang terpinggirkan.
Perspektif Hasan al-Banna tentang keadilan sosial dipengaruhi oleh pengamatannya terhadap disparitas sosial-ekonomi dan ketidakadilan yang lazim terjadi di masyarakat Mesir dan dunia Muslim pada masanya. Dia melihat kemiskinan, eksploitasi, dan ketidaksetaraan sebagai gejala dari penyimpangan dari prinsip dan nilai-nilai Islam.
Sebagai respons, Hasan al-Banna menganjurkan tindakan konkret untuk mengatasi masalah-masalah ini dan mempromosikan keadilan sosial di dalam masyarakat Muslim. Dia mendorong umat Islam untuk menjaga anggota masyarakat yang kurang beruntung, termasuk yatim piatu, janda, dan orang miskin. Dia mendirikan berbagai program kesejahteraan sosial melalui Ikhwanul Muslimin untuk memberikan bantuan keuangan, pendidikan, dan layanan kesehatan kepada mereka yang membutuhkan.
Lebih lanjut, dia anna percaya pada konsep distribusi kekayaan Islam, yang mencakup zakat dan sedekah sukarela. Dia mempromosikan distribusi sumber daya yang adil di dalam masyarakat Muslim untuk mengurangi kemiskinan dan disparitas sosial-ekonomi. Untuk itu, dia mengkritik sistem dan praktik yang mengeksploitasi kelompok rentan, seperti tuan tanah yang mengeksploitasi petani atau kekuatan kolonial yang mengeksploitasi bangsa yang dijajah. Dia menyerukan perlawanan terhadap ketidakadilan semacam itu dan menganjurkan reformasi ekonomi yang memprioritaskan kesejahteraan semua anggota masyarakat.
Tak kalah pentingnya, Hasan Al-Banna berusaha untuk memberdayakan kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan tertindas, termasuk pekerja, petani, dan minoritas. Dia percaya bahwa Islam memberikan kerangka kerja untuk solidaritas dan dukungan saling-menyaling antara umat Muslim, terlepas dari status sosial atau ekonomi mereka.
Secara keseluruhan, pandangan al-Banna tentang keadilan sosial sangat berakar pada prinsip-prinsip Islam tentang belas kasihan, keadilan, dan solidaritas. Dia percaya bahwa dengan memegang teguh prinsip-prinsip ini, masyarakat Muslim dapat menciptakan komunitas yang lebih adil, manusiawi, dan harmonis di mana semua individu memiliki kesempatan untuk berkembang dan mewujudkan potensinya—Bersambung.