Infaq dan Shadaqah sebagai Pilar Pertumbuhan Ekonomi

Publish

3 November 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
55
Sumber, Freepik

Sumber, Freepik

Infaq dan Shadaqah sebagai Pilar Pertumbuhan Ekonomi
Oleh:Tanzil Huda, Dosen Universitas Muhammadiyah Jember

Kebijakan ekonomi selalu menjadi topik hangat yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Saat ini, Pemerintah Indonesia, melalui berbagai instrumen kebijakan fiskal dan moneter, terus berupaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang ideal−ditargetkan hingga mencapai 8 persen per tahun. Tujuan ambisius ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, salah satunya melalui peningkatan daya beli dan akses terhadap pendidikan terutama pendidkan tinggi. Namun, untuk mencapai target tersebut, diperlukan fondasi sosial-ekonomi yang kuat, salah satunya melalui optimalisasi potensi infaq dan sodaqoh sebagai motor penggerak ekonomi umat.

Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya diukur dari meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB), yang salah satu komponennya adalah konsumsi rumah tangga. Semakin tinggi tingkat konsumsi, semakin besar sumbangsihnya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, konsumsi tidak hanya bermakna belanja untuk keperluan pribadi, tetapi juga pengeluaran yang bermanfaat bagi orang lain−termasuk kegiatan sosial seperti infaq dan sodaqoh. Menurut teori Keynes tentang propensity to consume, masyarakat dengan kecenderungan konsumsi tinggi berperan penting dalam mendorong permintaan agregat yang pada akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi (Mankiw, 2019).

Di Indonesia, dengan populasi lebih dari 284 juta jiwa (BPS, 2025) yang mayoritas beragama Islam sekitar 249 juta (BPS, 2025), potensi ekonomi berbasis infaq dan sodaqoh sangatlah besar. Data Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menunjukkan bahwa potensi zakat, infaq, dan sodaqoh (ZIS) nasional mencapai lebih dari Rp300 triliun per tahun, namun realisasi penghimpunannya baru sekitar 10 persen dari potensi tersebut (BAZNAS, 2023). Artinya, masih terdapat ruang yang sangat luas untuk memperkuat peran ekonomi Islam dalam mendukung pembangunan nasional.

Jika dikelola secara profesional dan transparan, dana infaq dan sodaqoh dapat menjadi salah satu pilar penting dalam menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Infaq dan sodaqoh tidak sekadar aktivitas ibadah individual, tetapi juga instrumen sosial yang mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat bawah. Misalnya, dana infaq dapat digunakan untuk pemberdayaan ekonomi mikro, pelatihan keterampilan, hingga bantuan modal bagi usaha kecil. Dengan demikian, infaq tidak hanya mengentaskan kemiskinan, tetapi juga menumbuhkan kemandirian ekonomi umat.

Selain itu, dampak jangka panjang dari infaq dan sodaqoh dapat dirasakan dalam bidang pendidikan. Banyak keluarga miskin yang kesulitan menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi karena keterbatasan biaya. Melalui dana sodaqoh pendidikan, generasi muda dapat memperoleh kesempatan belajar yang lebih baik. Peningkatan akses pendidikan ini secara langsung akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), yang pada gilirannya mendorong produktivitas nasional. Seperti yang dikemukakan oleh Todaro dan Smith (2020), investasi pada pendidikan merupakan salah satu faktor utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang, karena pendidikan menciptakan tenaga kerja yang lebih kompeten dan inovatif.

Dari sisi sosial, gerakan infaq dan sodaqoh juga memperkuat solidaritas dan kohesi sosial masyarakat. Di tengah tantangan ekonomi global yang kian kompleks, solidaritas ekonomi berbasis nilai-nilai Islam dapat menjadi solusi alternatif yang menyeimbangkan antara orientasi material dan spiritual. Menurut Yusuf al-Qaradawi (2000), sistem ekonomi Islam menekankan distribusi kekayaan yang adil melalui instrumen seperti zakat, infaq, dan sodaqoh, sehingga kesejahteraan tidak hanya dinikmati oleh segelintir kelompok.

Gerakan masif infaq dan sodaqoh juga dapat menciptakan multiplier effect bagi perekonomian nasional. Setiap dana yang disalurkan kepada penerima manfaat akan kembali ke siklus ekonomi dalam bentuk konsumsi barang dan jasa. Misalnya, penerima sodaqoh yang mendapatkan modal usaha akan membeli bahan baku dari produsen lokal, yang kemudian akan mempekerjakan tenaga kerja baru. Siklus ini terus berlanjut dan memperluas dampak ekonomi di berbagai sektor.

Namun demikian, untuk menjadikan infaq dan sodaqoh sebagai pilar pertumbuhan ekonomi yang kokoh, diperlukan sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan syariah, dan masyarakat. Pemerintah dapat memperkuat kebijakan insentif pajak bagi donatur, meningkatkan literasi keuangan syariah, serta mendukung digitalisasi penghimpunan dana sosial Islam. Sementara itu, lembaga pengelola seperti BAZNAS (Pemerintah) atau LAZSIMU (Persyarikatan Muhammadiyah) harus mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan inovasi dalam pendistribusian dana agar kepercayaan publik semakin meningkat.

Pada tataran individu, kesadaran umat Islam untuk berinfaq dan bersodaqoh perlu ditumbuhkan sejak dini. Peran lembaga pendidikan seperti sekolah, keluarga, media massa/sosial, agama/pesantren (Dimyati, 1996) sangat strategis dan vital untuk membangun kesadaran tersebut. Setiap rupiah yang dikeluarkan bukan hanya bernilai ibadah, tetapi juga investasi sosial dan ekonomi yang berdampak luas. Masyarakat perlu memahami bahwa infaq dan sodaqoh bukanlah pengeluaran konsumtif, melainkan kontribusi produktif yang menggerakkan ekonomi umat dan menumbuhkan keberkahan bersama.

Infaq dan sodaqoh memiliki potensi besar sebagai pilar pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Melalui optimalisasi pengelolaan dan kesadaran kolektif umat Islam, dana sosial keagamaan ini dapat berperan dalam memperkuat daya beli, memperluas akses pendidikan, dan mengurangi ketimpangan ekonomi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah hingga 8 persen bukan hanya menjadi angka statistik, tetapi wujud nyata dari pemerataan kesejahteraan dan solidaritas sosial berbasis nilai-nilai Islam.

 

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Masjid sebagai Sentral Kemandirian Ekonomi Masyarakat Oleh : H. Subkhan Fathoni, SE Di sebuah kamp....

Suara Muhammadiyah

22 October 2025

Wawasan

Anak Saleh (12) Oleh: Mohammad Fakhrudin "Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui pr....

Suara Muhammadiyah

10 October 2024

Wawasan

Catatan Awal Tahun 2025: BPR Sedang Tidak Baik-baik Saja Oleh: Khafid Sirotudin, Ketua LPUMKM PWM J....

Suara Muhammadiyah

6 January 2025

Wawasan

Reformasi dan Digitalisasi Menuju Organisasi Profesional, Maju dan Modern Oleh: Dodok Sartono (Sek....

Suara Muhammadiyah

2 December 2024

Wawasan

Wakaf Kaligrafi dan Stiker Do'a  Oleh: Khafid Sirotudin, MPKSDI PP Muhammadiyah Wakaf Literas....

Suara Muhammadiyah

11 March 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah