Grassroot Education: Membangun Harapan dari Dasar
Oleh: Ahmad Afwan Yazid, M.Pd,Wakil Kepala SD Muhammadiyah 04 Kota Malang, Praktisi Pendidikan dan Parenting Keluarga
Pendidikan merupakan hak asasi bagi setiap individu, namun bagi jutaan masyarakat yang berada di lapisan terbawah, seperti anak jalanan, kaum marginal, atau komunitas adat, hak tersebut seringkali terhalang oleh tembok tebal ekonomi dan diskriminasi. Kesenjangan akses pendidikan di Indonesia diibaratkan sebagai gunung es, di mana data menunjukkan bahwa sekolah formal kerap kali gagal dalam menyediakan layanan yang relevan atau terjangkau bagi kelompok yang berada di dasar piramida sosial.
Kelompok masyarakat ini secara mendesak membutuhkan model pendidikan yang tidak hanya murah, tetapi juga fleksibel serta mampu memahami konteks dan kesulitan hidup yang mereka hadapi sehari-hari. Kondisi inilah yang melatarbelakangi munculnya pendekatan 'Pendidikan Akar Rumput' (Grassroot Education).
Gerakan ini hadir bukan hanya sebagai sekolah alternatif, melainkan sebagai sebuah aksi sosial yang dijalankan dari hati, oleh komunitas lokal, dan memanfaatkan fasilitas seadanya, mulai dari balai desa hingga kolong jembatan, dengan fokus utama pada pemberdayaan, bukan sekadar sertifikat.
Pendidikan adalah hak, namun bagi jutaan masyarakat di lapisan terbawah, anak jalanan, kaum marginal, atau komunitas adat, hak tersebut seringkali terhalang tembok ekonomi dan diskriminasi. Di sinilah pendekatan 'Pendidikan Akar Rumput' (Grassroot Education) hadir sebagai solusi kemanusiaan yang mendesak.
Kesenjangan akses pendidikan di Indonesia ibarat gunung es. Data menunjukkan, sekolah formal seringkali gagal menyediakan layanan yang relevan atau terjangkau bagi kelompok di dasar piramida sosial. Mereka membutuhkan pendidikan yang tidak hanya murah, tetapi juga fleksibel dan memahami konteks kesulitan hidup mereka.
Inilah latar belakang munculnya Grassroot Education. Gerakan ini bukan sekadar sekolah alternatif, melainkan sebuah aksi sosial yang dijalankan dari hati, oleh komunitas lokal, dan memanfaatkan fasilitas seadanya, mulai dari balai desa hingga kolong jembatan. Fokus utamanya adalah pemberdayaan, bukan hanya sertifikat.
Kekuatan utama pendidikan akar rumput terletak pada metodenya yang berbeda dari sekolah konvensional: Sentuhan Sosial dan Rasa Kekeluargaan.
Bagi anak-anak yang tumbuh di lingkungan rentan, yang hilang bukan hanya ilmu, tetapi juga kepercayaan diri dan rasa aman. Fasilitator dalam program grassroot bertindak sebagai mentor, pendengar, bahkan figur keluarga. Proses belajar pun disesuaikan, berfokus pada:
- Literasi Fungsional: Kemampuan membaca dan berhitung yang langsung relevan dengan kehidupan sehari-hari
- Keterampilan Hidup: Pelatihan praktis (vokasional) agar lulusan dapat mandiri secara ekonomi
- Kesadaran Sosial: Pemahaman tentang hak-hak dasar dan partisipasi publik
Melalui pendekatan yang hangat dan tanpa penghakiman, pendidikan dikembalikan pada esensinya: proses membangun manusia seutuhnya
Secara teologis, pendekatan grassroot ini sangat selaras dengan nilai-nilai Islam. Al-Qur'an dan Hadits mewajibkan pencarian ilmu bagi setiap muslim tanpa terkecuali, sebagaimana perintah pertama, "Bacalah (Iqra’)."
Prinsip keadilan pendidikan diakui dalam syariat. Tidak ada dalih bagi umat yang mampu untuk membiarkan saudaranya hidup dalam kebodohan dan kemiskinan. Hadits Nabi Muhammad SAW tentang persaudaraan (ukhuwah) menguatkan hal ini:
"Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai... adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasakan..." (HR. Muslim)
Jika sebagian masyarakat "sakit" karena keterbatasan ilmu, kewajiban kita adalah mengulurkan bantuan. Pendidikan berbasis komunitas yang penuh empati adalah wujud nyata dari upaya memudahkan kesulitan yang dijanjikan pahala besar di sisi Allah.
Pendidikan Akar Rumput adalah cermin kepedulian sejati bangsa. Ini adalah model yang membuktikan bahwa keterbatasan dana dan fasilitas tidak boleh menghalangi transfer ilmu dan harapan.
Pemerintah dan lembaga swasta harus serius mendukung inisiatif ini, bukan sekadar melihatnya sebagai proyek sosial, melainkan sebagai investasi strategis untuk memutus rantai kemiskinan struktural. Hanya dengan menjangkau akar rumput, kita bisa memastikan bahwa Indonesia benar-benar membangun masa depan yang inklusif dan berkeadilan.


